Ketika Industri Nikel Berdamai dengan Alam, Kisah Keberlanjutan Vale - Kompas
Ketika Industri Nikel Berdamai dengan Alam, Kisah Keberlanjutan Vale


SOROWAKO, KOMPAS.com — Semilir angin pagi menyapu perbukitan Sorowako. Di balik gemuruh mesin tambang nikel yang telah beroperasi lebih dari 50 tahun, ada cerita lain yang lebih senyap tapi tak kalah penting.
Cerita tentang perusahaan pertambangan membuktikan bahwa industri ekstraktif dapat berjalan beriringan dengan pelestarian alam.
PT Vale Indonesia Tbk, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan lingkungan melalui berbagai inisiatif inovatif.
Dari hutan reklamasi yang kembali rimbun, teknologi pengolahan air tambang yang canggih, hingga pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi sirkular, Vale membuktikan bahwa pertambangan bertanggung jawab bukan sekadar wacana.
Dari tandus menjadi hutan lebat
Perjalanan transformasi paling nyata terlihat di Himalaya Hill. Kawasan seluas 31,04 hektare yang kini hijau dan asri ini dulunya adalah lahan bekas tambang yang gersang dan tandus.
Dimulai pada 2004 dengan puncak penanaman pada 2006, kini setelah hampir 19 tahun, kawasan tersebut telah berubah menjadi arboretum yang matang dan lestari.
Senior Vice President PT Vale Indonesia Iqbal menjelaskan, keberhasilan reklamasi di Himalaya Hill sudah mencapai tahap di mana siklus ekologi berjalan mandiri.
"Kami sudah melakukan, misalnya siklus hidup yang mandiri, dibuktikan dengan adanya anakan yang memang tumbuh secara mandiri," ujar Iqbal.
Ia melanjutkan, parameter keberhasilan reklamasi dapat dilihat dari kehadiran tumbuhan dasar, anakan pohon yang tumbuh alami, serta fauna yang mulai kembali ke kawasan tersebut.
"Ini menunjukkan secara ekologi area reklamasi ini sudah bisa berfungsi minimal mendekati kondisi alaminya," kata Iqbal.
Di Himalaya Hill, tiga strata vegetasi telah terbentuk sempurna. Lapisan bawah berupa pakis dan tumbuhan dasar, lapisan tengah terdiri dari perdu, sementara lapisan atas adalah pohon-pohon tinggi yang menciptakan kanopi lebat dengan tutupan tajuk lebih dari 60 persen.
Kehadiran pohon eboni, salah satu spesies endemik Sulawesi yang terancam punah, menjadi fokus khusus konservasi Vale. Sejak 2006, perusahaan telah menanam lebih dari 80.000 bibit eboni di area reklamasi.
Tidak hanya flora, fauna endemik seperti monyet butung (Macaca ocreata), Kangkareng Sulawesi, hingga Elang Pular Sulawesi juga telah kembali menghuni kawasan ini.

Pusat konservasi terpadu
Komitmen konservasi Vale semakin nyata dengan kehadiran Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) Sawerigading Wallacea. Taman seluas 71,8 hektare yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2023 ini berfungsi sebagai laboratorium hidup yang mengintegrasikan konservasi, edukasi, dan rekreasi.
Di jantung taman terdapat fasilitas pembibitan (nursery) modern yang mampu memproduksi hingga 750.000 bibit per tahun. Bibit-bibit ini kemudian ditanam kembali di lahan-lahan reklamasi pascatambang.
Di taman ini juga dilakukan konservasi terhadap 74 jenis tanaman lokal dan endemik, serta 18 jenis tanaman pionir.
Berbagai inovasi pun lahir di Taman Kehati Sawerigading Wallacea. Salah satunya, misting system (pengkabutan otomatis) di greenhouse yang mampu menjaga kelembapan dan suhu tanaman secara efisien.
Ada pula coco grow, metode tanam menggunakan serabut kelapa yang disiram air kelapa. Metode ini terbukti mampu mempercepat perakaran dari sekitar 1 bulan menjadi 2-3 minggu.
Selanjutnya, ada penggunaan pupuk organik cair berbahan Hydrilla, gulma air yang tumbuh masif di danau. Selain mampu mengurangi populasi gulma, inovasi ini juga mampu menghemat biaya produksi kompos.
Tidak hanya flora, Taman Kehati Sawerigading Wallacea juga menjadi rumah bagi Rusa Timor generasi kelima hasil pengembangbiakan, serta habitat berbagai jenis kupu-kupu lokal, burung liar, lebah, dan tawon.
Setiap tahun, Vale mendonasikan sekitar 25.000 batang bibit ke instansi pemerintah, sekolah, dan lembaga swadaya masyarakat di Sulawesi Selatan.
Menjaga kemurnian Danau Matano
Danau Matano, danau terdalam di Indonesia dengan kedalaman mencapai 590 meter, adalah rumah bagi berbagai spesies endemik yang tidak ditemukan di tempat lain. Menjaga kemurnian danau purba ini menjadi prioritas utama Vale.
Setiap kali hujan turun, air mengalir melewati bukaan tambang membawa partikel tanah dan logam terlarut. Tanpa pengelolaan tepat, air limpasan dapat menurunkan kualitas air danau.
Untuk itu, Vale mengembangkan Lamella Gravity Settler (LGS), teknologi pengolahan air modern hasil kolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sejak 2011.
LGS bekerja seperti saringan bertingkat yang mempercepat pemisahan lumpur dari air. Sistem vertikal dengan kedalaman hingga 9 meter mampu mengolah air dalam jumlah besar tanpa memerlukan lahan luas.
Berdasarkan uji internal, LGS berhasil menurunkan tingkat kekeruhan air lebih dari 99 persen. Kadar logam total chromium juga berkurang hingga 97 persen dan tetap dijaga agar selalu di bawah baku mutu melalui pemantauan kualitas rutin.
Kapasitas pengolahan LGS mencapai 4.000 meter kubik per jam pada kondisi normal, setara dengan kebutuhan air minum puluhan ribu orang per hari.
Sistem ini dilengkapi Intelligent Control for Mine Water Treatment (Incomatte) yang mengatur proses injeksi bahan kimia secara otomatis. Perusahaan juga melakukan pemantauan kualitas air di titik penaatan secara real-time menggunakan alat SPARING yang datanya terhubung dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pusat.
Memulihkan ekosistem pesisir
Vale juga menjangkau kawasan pesisir Malili melalui program konservasi terumbu karang, mangrove, dan padang lamun.
Iqbal menerangkan, mengingat Vale beroperasi di pesisir laut dengan pelabuhan di Balantang, perusahaan memiliki tanggung jawab menjaga ekosistem laut.
"Dari hasil kajian memang sudah ada penurunan dari sisi fungsi mangrove dan juga terumbu karang di sekitar kawasan," kata Iqbal.
Vale bersama mitra melakukan transplantasi karang di sekitar Pulau Bulu Poloe, restorasi mangrove sekitar 1 hektare, serta rehabilitasi kawasan mangrove lebih dari 200 hektare.
"Dengan harapan, semoga dengan upaya ini, fungsi pesisir laut ini bisa tetap terjaga dan bisa membawa kepada lingkungan yang sustainable, terutama di area sekitar pesisir," ujarnya.
Program transplantasi karang yang dimulai sejak 2022 memberikan hasil menggembirakan. Dari 1.000 fragmen yang ditanam, tingkat kelangsungan hidup mencapai 98 persen. Bahkan, kembalinya hiu ke kawasan tersebut menjadi indikator pemulihan ekosistem yang berhasil.
Dari limbah jadi berkah
Prinsip ekonomi sirkular diterapkan Vale dalam pengelolaan limbah. Unit Segregation Plant mengelola 15-16 ton sampah per hari dari area pabrik, perumahan karyawan, dan komunitas sekitar.
Sampah dipilah menjadi berbagai kategori. Material bernilai ekonomis, seperti plastik dan logam dipres dan disalurkan ke empat bank sampah binaan Vale di Sorowako, Tabarano, Magani, dan Wasuponda.
Sampah organik diolah menjadi pakan ternak melalui budi daya maggot. Air lindi dari tumpukan sampah diolah melalui Leachate Treatment Plant (LTP) dan digunakan kembali untuk penyiraman jalan tambang guna mengurangi debu sesuai ijin yang dimiliki.
Limbah slag nikel dari peleburan pun tidak terbuang percuma. PT Vale menghasilkan sekitar 4 juta ton slag per tahun yang dimanfaatkan sebagai material konstruksi jalan tambang dan diolah menjadi paving block serta batako sesuai ijin pemanfaatan limbah slag yang dimiliki PT Vale.
Iqbal menegaskan, pemanfaatan slag bukan untuk komersialisasi, melainkan pemberdayaan masyarakat.
"Semangatnya adalah bagaimana waste material ini bisa menjadi sesuatu yang bernilai dan kami lebih banyak memperuntukkannya untuk pemberdayaan masyarakat," kata Iqbal.
Hasil uji material menunjukkan, paving block dari slag nikel Vale memiliki kuat tekan lebih dari 40 megapascal, masuk kategori bata beton mutu A sesuai standar SNI.
Material tersebut telah digunakan di jalan Desa Tabarano di Kecamatan Wasuponda, serta jalur pejalan kaki di area perkantoran Enggano Office di Kecamatan Towuti.
Memberdayakan masyarakat
Program keberlanjutan Vale tidak hanya berfokus pada lingkungan, tetapi juga pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Di Desa Tabarano, lahan kritis seluas 50 hektare yang rawan kebakaran telah disulap menjadi kebun nanas produktif.
Vale menyediakan 15.000 bibit nanas varietas unggul dan mendatangkan konsultan pertanian untuk mendampingi kelompok tani. Kini, 26.000 pohon nanas tumbuh subur dengan buah mencapai bobot 7 kilogram.
Program ini tidak hanya menghijaukan lahan, tetapi juga memberdayakan 17 petani dari kelompok rentan ekonomi serta 12 perempuan ibu rumah tangga yang mengolah produk turunan nanas, seperti dodol, selai, sirup, asinan, dan keripik.
Transformasi Desa Tabarano mengantarkan statusnya dari "Desa Tertinggal" menjadi "Desa Mandiri".
Menjaga masa depan
Iqbal menekankan, komitmen Vale terhadap lingkungan bukan sekadar pemenuhan kewajiban, melainkan investasi untuk keberlanjutan bisnis.
"Kami percaya bahwa hutan harus dijaga dengan sustainable. Tidak ada masa depan tanpa pertambangan dan tidak akan ada pertambangan tanpa kepedulian terhadap masa depan," tegas Iqbal.
Ia menambahkan, Vale beroperasi di kawasan yang dianugerahi tiga danau purba dan keanekaragaman hayati luar biasa.
"PT Vale Indonesia telah beroperasi lebih dari 50 tahun di Sorowako. Selain dengan cadangan nikel yang luar biasa, kami juga dikelilingi oleh danau purba dan keanekaragaman hayati yang luar biasa yang telah memberikan kami berkah kehidupan," ujar Iqbal.
Karena itu, lanjutnya, sudah seharusnya pertambangan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan memperhatikan lingkungan.
Dengan berbagai program yang terintegrasi, dari reklamasi tambang hingga konservasi pesisir, dari pengolahan limbah hingga pemberdayaan masyarakat, Vale membuktikan bahwa industri tambang dapat berjalan selaras dengan pelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat.
Di balik derau mesin tambang, harapan baru tumbuh bersama setiap pohon yang ditanam, setiap karang yang ditransplantasi, dan setiap kehidupan yang diberdayakan.