Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Bencana Featured Lintas Peristiwa PP Muhammadiyah Spesial Sumatera

    Ketua PP Muhammadiyah: Penanganan Bencana Sumatera Tiga Minggu ini Sangat Lambat - Liputan6

    4 min read

     

    Ketua PP Muhammadiyah: Penanganan Bencana Sumatera Tiga Minggu ini Sangat Lambat

    Muhammadiyah menilai penanganan bencana Sumatera saat ini sangat lambat. Ketegasan Presiden Prabowo untuk segera mengeluarkan status darurat untuk Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh akan membawa berbagai dampak positif.

    oleh Kukuh SetyonoDiterbitkan 19 Desember 2025, 12:25 WIB
    Share

    Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas bersama dan Rektor UMY, Achmad Nurmandi (Kanan) saat press conference bencana sumatera. (Liputan6.com/Kukuh Setyono)

    Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status ‘Darurat Nasional’ bagi bencana banjir bandang Sumatera. Berlalu tiga minggu, Muhammadiyah melihat penanganan bencana banjir ini sangat di luar kewajaran.

    Desakan ini disampaikan Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas bersama dengan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Achmad Nurmandi saat press conference ‘Mendorong Status Bencana Sumatera Sebagai Bencana Nasional’, Jumat (19/12/2025).

    BACA JUGA:Kerugian Longsor di Sumatera Utara, Akibat Deforestasi?

    “Penanganan bencana di tiga provinsi dalam tiga minggu ini sangat lambat. Ini kesimpulan yang kita ambil sesudah berkomunikasi dengan perwakilan tiga provinsi melalui zoom,” kata Busro.

    Menurut Busyro, ketegasan Presiden Prabowo untuk segera mengeluarkan status darurat untuk Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh akan membawa berbagai dampak positif. Bagi masyarakat terdampak, keputusan ini secara psikologis akan memberikan ketenangan dalam menghadapi penderitaan yang luar biasa ini.

    “Bagi para korban, sekarang yang dibutuhkan adalah ketenangan dan itu penting,” jelasnya.

    Keputusan ini akan semakin menguatkan gerakan sosial dari masyarakat yang tanpa diminta sudah bergerak sendiri membantu saudara sebangsa yang terkena musibah. Keputusan ini juga akan melahirkan berbagai pendekatan-pendekatan bantuan sosial masyarakat lewat cara-cara yang lain.

    Ketiga, menurut Busro, yang tidak kalah pentingnya adalah penguatan legitimasi Presiden pasca keluarnya status darurat nasional untuk Sumatera. Ini menandakan Presiden dalam bekerja dan menangani bencana tidak sendirian.

    “Tapi saya ingatkan, penetapan status bencana nasional jangan berhenti di status saja. Pemerintah dan masyarakat sipil harus berani untuk menunjukkan sisi kemanusiaan yang original. Semangat inilah yang menunjukkan sifat luhur kebangsaan kita. Jadi pembantu-pembantunya jangan sampai menghalang-halangi,” tegasnya.

    Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas bicara bencana sumatera.
    Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas bicara bencana sumatera. (Liputan6.com/Kukuh Setyono)

    Wajar Bendera Putih

    Di mata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 ini, lambatnya penanganan bencana dan pemberian bantuan, wajar bila direspon masyarakat terutama di Aceh dengan mengibarkan bendera putih. Hingga meminta bantuan dunia internasional.

    Menurutnya suara-suara negatif yang menganggap tidak perlu sampai adanya bantuan internasional adalah ucapan yang tidak memiliki dasar kajian akademisi dan bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga tidak patut diberikan komentar.

    Secara gamblang, Busyro menyebut faktor utama penyebab bencana banjir bandang di Sumatera sangat berkaitan dengan politik pembangunan nasional. Sekaligus penegakan hukum produk politik pembangunan nasional.

    Kerusakan hutan-hutan di Sumatera tersebut bukan hal baru dan bahkan berulang di berbagai daerah lain di Indonesia.

    “Yang terjadi di Sumatera memiliki kesamaan dengan konflik agraria dan kerusakan lingkungan di sejumlah wilayah lain seperti di Rembang, Wadas, Morowali dan sebagainya,” tegasnya.

    Rektor UMY, Achmad Nurmandi Menyebut pihaknya melakukan aksi-aksi kemanusiaan dengan mengirimkan relawan tim medis dan bantuan ke tiga provinsi. Bahkan mahasiswa UMY asal Sumut, Sumbar dan Aceh sebanyak 28 orang telah mendapatkan beasiswa dan pembebasan biaya kuliah.

    “Dalam refleksi kampus, bencana itu tidak terlepas dari tangan-tangan manusia, khususnya terkait kebijakan pengelolaan sumber daya alam dalam satu-dua dekade lalu. Tiga provinsi itu memiliki SDA luas biasa berupa hutan dan pertambangan,” katanya.

    Menurutnya, karena ketidak hati-hatian dalam pengelolaan SDA, maka yang seharusnya menjadi berkah sekarang ini menjadi kutukan dan itu sudah terbukti dari berbagai penelitian. 

    Share
    Komentar
    Additional JS