Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Bencana Featured KPK Lintas Peristiwa Spesial Sumatera

    KPK: Dampak Korupsi Dahsyat, Bencana Alam dan Kebijakan Buruk Tak Lepas dari Perilaku Koruptif - Tribunnews

    5 min read

     

    KPK: Dampak Korupsi Dahsyat, Bencana Alam dan Kebijakan Buruk Tak Lepas dari Perilaku Koruptif - Tribunnews.com

    Editor: Hasanudin Aco


    KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah
    WAKIL KETUA KPK - Dalam foto: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto mengingatkan bahaya laten dari perilaku koruptif yang tidak hanya merugikan keuangan negara. /Foto.dok 
    Ringkasan Berita:
    • KPK mengingatkan bahaya laten dari perilaku koruptif yang tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga memicu dampak sosial dan lingkungan yang masif
    • Strategi pemberantasan korupsi tidak bisa lagi hanya bertumpu pada penangkapan para koruptor tapi juga meliputi pendidikan, pencegahan, dan penindakan

    TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto, mengingatkan bahaya laten dari perilaku koruptif yang tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga memicu dampak sosial dan lingkungan yang masif. 

    Ia menegaskan bahwa kerusakan alam dan kekacauan kebijakan publik sering kali bermuara pada praktik niretik di balik layar.

    Pernyataan keras ini disampaikan Fitroh saat menghadiri forum Bisik Batas (Bincang Asik Bangun Integritas) yang digelar Direktorat Jejaring Pendidikan KPK di Universitas Janabadra, Yogyakarta, Senin (8/12/2025). 

    Acara ini merupakan rangkaian kegiatan menuju peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025.

    “Perilaku koruptif dampaknya sangat dahsyat. Banyak bencana alam dan persoalan kebijakan yang kita hadapi hari ini tidak lepas dari perilaku koruptif di belakangnya,” kata Fitroh di hadapan para dosen dan pengelola Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) dari 20 perguruan tinggi di Yogyakarta.

    Tak Hanya Penangkapan Koruptor

    Menurut Fitroh, realitas ini menunjukkan bahwa strategi pemberantasan korupsi tidak bisa lagi hanya bertumpu pada penangkapan para koruptor. 

    Ia menjelaskan konsep Trisula KPK yang meliputi pendidikan, pencegahan, dan penindakan. 

    Dalam konteks pencegahan bencana akibat korupsi, pendidikan antikorupsi (PAK) menjadi benteng pertama untuk mengubah perilaku masyarakat sejak dini.

    “KPK bukan hanya penindakan, tapi penindakan hanya satu bagian. Kami ingin masyarakat melihat bahwa KPK tidak hanya menangkap orang, tetapi juga mengampanyekan dampak korupsi dan memperkuat sistem pendidikan antikorupsi,” ujarnya.

    Dalam forum evaluasi tersebut, KPK menyoroti bahwa meski adopsi pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi cukup tinggi, pelaksanaannya masih belum seragam. 

    Tantangan utama meliputi kapasitas dosen yang belum merata, ketiadaan indikator capaian mutu yang baku, serta peran pemerintah daerah yang belum optimal.

    Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Janabadra, Risdiyanto, menyetujui bahwa perbaikan harus dimulai dari lingkungan pendidikan. 

    Ia menekankan bahwa kesejahteraan bangsa sangat bergantung pada keberhasilan menekan korupsi, terutama di sektor sumber daya alam yang sering kali berkaitan erat dengan bencana ekologis.

    “Jika sektor tambang dikelola tanpa korupsi, setiap orang Indonesia bisa mendapatkan 20 juta rupiah per bulan hanya dari hasil tambang. Maka perilaku koruptif harus dihilangkan, dan dunia pendidikan menjadi awalnya,” kata Risdiyanto.

    Melalui forum Bisik Batas, KPK mendorong para akademisi untuk mengambil peran lebih aktif sebagai Duta Antikorupsi.

    Kolaborasi ini diharapkan dapat melahirkan regulasi nasional yang lebih tegas serta standardisasi kurikulum, sehingga generasi penerus tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki integritas untuk mencegah terulangnya bencana yang disebabkan oleh tangan-tangan koruptif.

    Sorotan Banjir Sumatera

    Banjir bandang yang melanda tiga provinsi di Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat) kini jadi sorotan internasional.

    Hingga Senin (8/12/2025) sore, Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB melansir jumlah korban jiwa manusia akibat bencana alam itu menjadi 961 jiwa.

    Dengan rincian korban meninggal dunia di Provinsi Aceh  389 jiwa.

    Sumatera Utara 338 jiwa manusia meninggal dunia.

    Dan di Sumatera Barat  234 jiwa.

    Sementara 293 orang masih hilang masih terus dilakukan pencarian.

    Tak hanya menimbulkan korban jiwa, bencana Sumatera juga mengakibatkan  kerusakan luas pada infrastruktur dan ekosistem lingkungan.

    Faktor kerusakan lingkungan akibat pembalakan hutan diduga ikut memicu banjir bandang yang meluas.

    Komentar
    Additional JS