Krisis di Langit Eropa: Standar Ganda Amerika yang Bikin Negara-negara NATO yang Kian Gelisah - Tribunnews
Krisis di Langit Eropa: Standar Ganda Amerika yang Bikin Negara-negara NATO yang Kian Gelisah - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
- Insiden Su-24 (2015): Pesawat Rusia ditembak jatuh oleh Turki setelah melanggar wilayah udara selama 17 detik; NATO menegaskan hak pertahanan kolektif.
- Era Trump (2025): NATO menghadapi intrusi udara Rusia (Estonia, Polandia, Rumania, Norwegia, Lithuania, Finlandia) dengan respons hati-hati.
- Kontras Venezuela: Trump mendeklarasikan penutupan langit Venezuela, meski secara hukum internasional hanya negara berdaulat yang berhak menutup wilayah udaranya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lebih dari 10 tahun lalu, sebuah pesawat pembom Rusia Su-24 tersesat melintasi sepotong kecil wilayah udara Turki dekat perbatasan Suriah—menurut Ankara, pelanggaran itu hanya berlangsung 17 detik.
Respons Turki sangat cepat dan mematikan. Sebuah F-16 menembakkan rudal, menewaskan satu kru yang tertembak saat turun dengan parasut oleh pemberontak Suriah.
Presiden Vladimir Putin menyebut insiden itu sebagai “tikaman dari belakang,” sementara Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO menegaskan hak anggotanya (Turki) untuk mempertahankan langit mereka.
NATO adalah organisasi pertahanan kolektif yang dibentuk pada tahun 1949 melalui Traktat Atlantik Utara.
Anggotanya terdiri dari negara-negara di Eropa dan Amerika Utara. Tujuan utamanya adalah menjamin keamanan bersama melalui prinsip pertahanan kolektif.
Prinsip utama NATO tertuang dalam Pasal 5 Traktat Atlantik Utara.
Isi Pasal 5 menyebutkan, Jika satu negara anggota NATO diserang, maka serangan itu dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota.

Satu dekade setelah insiden penembakan jet tempur Rusia di Turki, NATO di era Trump tampak jauh lebih gamang.
Pada September 2025, misalnya, tiga MiG-31 Rusia berkeliaran selama 12 menit di atas Estonia sebelum F-35 Italia mengusir mereka keluar. Tallinn menyebutnya “sangat nekat.”
Kemudian, Polandia melaporkan hingga 23 drone Rusia menyusup pada 9 September, memicu konsultasi Pasal 4 dan tembakan pertama NATO terhadap aset Rusia di atas wilayah NATO sejak perang Ukraina meletus.
Rumania mencatat pelanggaran ke-13 pada 25 November—kali ini yang pertama di siang hari—hingga membuat jet Jerman dan Rumania terbang cepat. Norwegia, setelah satu dekade relatif tenang, mencatat tiga pelanggaran tahun ini.
Anehnya, respons paling tegas justru bukan terjadi di Eropa, melainkan di Venezuela. “Anggap wilayah udara di atas dan sekitar Venezuela ditutup sepenuhnya,” tulis Presiden Donald Trump, setelah FAA mengeluarkan peringatan soal memburuknya situasi keamanan.
Meski lantang bicara soal “menutup wilayah udara,” Barat tetap berhati-hati merespons provokasi udara Rusia terhadap NATO, sementara Trump berbicara keras di kawasan belakang rumahnya sendiri—terhadap Venezuela: sebuah negara paria yang tak punya kemampuan membalas seperti Moskow.
Pemerintahan Trump membingkai langkah itu sebagai ketegasan yang tertunda. Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyatakan era bertindak “semena-mena” sudah berakhir.
Kelompok konservatif menilai penutupan langit merupakan kelanjutan logis dari serangkaian operasi udara dan laut AS terhadap kapal narkotika.
Sebaliknya, kubu Demokrat di Senat terdengar semakin cemas. Mereka berulang kali meminta dasar hukum serangan dan eskalasi di sekitar Venezuela, memperingatkan Gedung Putih bahwa “kewenangan Pasal I tak bisa dialihkan ke CIA atau JSOC.”
Caracas menyebut pernyataan Trump sebagai “ancaman kolonialis.”
Dalam hukum udara internasional, hanya satu aktor yang berhak “menutup” wilayah udara—dan itu bukan Washington.
Artikel 1 Konvensi Chicago 1944 menyebut: “Setiap negara memiliki kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udara di atas wilayahnya.” Anda bisa memperingatkan atau menjatuhkan sanksi. Anda bisa menyarankan maskapai menjauhi wilayah tertentu. Tapi Anda tidak bisa menutup langit negara lain—karena itu bukan milik Anda.
Perbedaan sikap Trump tampak mencolok: terhadap Rusia ia berhitung; terhadap Venezuela ia bertindak keras.
Ia menegakkan aturan di langit yang bukan milik Amerika, sementara sekutu NATO mereka justru berjuang menegakkan kedaulatan udara masing-masing.
Kronik Pelanggaran 2025: Langit Eropa yang Mengelupas
Laporan NATO sepanjang tahun memuat catatan yang kian menebal:
- Polandia: 19 drone Rusia ditembak jatuh pada 9 September, pertama kalinya aset Rusia dihancurkan di wilayah NATO sejak perang Ukraina dimulai.
- Estonia: tiga MiG-31 berkeliaran 12 menit; pelanggaran paling mencolok sejak Estonia masuk NATO.
- Lithuania & Finlandia: incaran Rusia yang kini berbatasan langsung dengan wilayah udara NATO pasca perang Ukraina.
Simulasi Perang yang Tidak Diinginkan
Meski terkesan standar ganda, sejumlah analis pertahanan menilai apa yang dilakukan NATO di Eropa terhadap "gangguan" Rusia, dapat dipahami.
Apa jadinya jika NATO memilih menembak jatuh pesawat Rusia?
Para analis pertahanan telah lama membuat simulasi: apa yang akan terjadi jika jet NATO menembak jatuh pesawat Rusia yang melanggar wilayah udara Estonia atau Polandia?
Simulasi menunjukkan beberapa skenario:
Skenario 1: Retorsi Terbatas
Rusia menembakkan rudal jarak pendek ke pangkalan NATO di Baltik, lalu berhenti. Eskalasi berhenti pada tahap komunikasi diplomatik.
Skenario 2: Domino Empat Hari
Dalam 96 jam, kedua pihak melakukan serangan balasan terbatas yang tidak dimaksudkan sebagai perang penuh, namun tidak bisa dihentikan.
Skenario 3: Artikel 5
Jika korban jatuh di pihak NATO, aliansi terpaksa mengaktifkan Pasal 5, memulai konflik Eropa terbesar sejak Perang Dunia II.
Semua catatan itu mengisyaratkan pola yang sama: Moskow sedang mengukur respons, bukan hanya radar.
Krisis di Eropa Timur
Bermula pada 24 Februari 2022, Rusia melancarkan invasi penuh ke Ukraina dengan dalih “operasi militer khusus.”
Serangan dilakukan dari berbagai arah, termasuk Belarus di utara, Donbas di timur, dan Krimea di selatan.
Invasi ini segera mendapat kecaman global, dengan NATO dan Uni Eropa menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap Moskow.
Ukraina menerima bantuan militer dan finansial dari Barat, meski NATO tidak secara langsung mengirim pasukan tempur.
Negara-negara anggota seperti Polandia, Lithuania, dan Estonia menjadi jalur utama distribusi bantuan.
Rusia merespons dengan serangan rudal ke infrastruktur energi Ukraina, yang menimbulkan krisis kemanusiaan.
Ketegangan meningkat karena beberapa rudal dan drone Rusia jatuh di wilayah Polandia dan Rumania, memicu konsultasi Pasal 4 NATO.
Memasuki 2024–2025, pola provokasi Rusia bergeser ke intrusi udara di kawasan Baltik dan Eropa Timur.
Estonia melaporkan pelanggaran pesawat MiG-31, Polandia menembak jatuh drone Rusia di wilayahnya, dan Rumania mencatat pelanggaran siang hari yang dalam.
Norwegia, setelah lama tenang, juga melaporkan pelanggaran pertama dalam satu dekade.
Situasi ini menimbulkan dilema bagi NATO: apakah harus menahan diri untuk mencegah eskalasi, atau menegakkan Pasal 5 jika terjadi korban di wilayah anggota.