Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Ilmu Pengetahuan IPTEK Kesehatan Spesial

    Lebih Pintar Mana Orang yang Suka Begadang atau Bangun Pagi? - detik

    5 min read

     

    Lebih Pintar Mana Orang yang Suka Begadang atau Bangun Pagi?

    Devita Savitri - detikEdu
    Sabtu, 27 Des 2025 19:00 WIB
    Ilustrasi begadang. Studi ungkap siapa yang lebih pintar antara orang yang suka begadang dengan si bangun pagi, ini penjelasannya. Foto: Pexels/Yasintha Dinuk
    Jakarta -

    Hampir setiap spesies di Bumi, dari organisme bersel tunggal hingga manusia, punya siklus aktivitas harian. Siklus ini disebut dengan ritme sirkadian yang diatur oleh sel saraf khusus bernama nukleus suprachiasmatik (SCN) di hipotalamus otak.

    Tapi berbeda dengan hewan, manusia punya kemampuan unik untuk secara sadar dan kognitif mengesampingkan jam biologis internal mereka. Manusia tidak bisa mengubah kronotipenya (preferensi alami tubuh untuk tidur dan bangun pada waktu tertentu), tetapi kita bisa memilih untuk mengabaikannya.

    Artinya, dalam batasan genetik yang luas, manusia bisa dengan sengaja memilih untuk begadang atau bangun pagi. Kebebasan ini, disebut sebagai pilihan yang menyimpang dari rutinitas leluhur kita.

    Di mana, umumnya leluhur hanya beraktivitas di siang hari. Sehingga, pilihan manusia untuk begadang atau bangun pagi disebut dengan perilaku baru yang evolusioner.

    Baca juga:

    Orang Suka Begadang vs Suka Bangun Pagi

    Kecerdasan bisa didefinisikan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah, terutama yang belum pernah dihadapi spesies kita. Sudah sejak lama ritme sirkadian dikaitkan dengan masalah kecerdasan.

    Akibatnya, timbul pertanyaan mana yang lebih pintar antara orang dengan kebiasaan begadang atau mereka si para 'morning person'. Beberapa psikolog telah mengetahui bila orang yang terbiasa begadang memiliki IQ yang lebih tinggi.

    Namun benarkah begitu? Jawaban singkatnya ternyata rumit untuk dijabarkan seperti yang dikutip dari ZME Science.

    Pada 2009, psikolog Satoshi Kanazawa dan jurnalis Kaja Perina menerbitkan sebuah studi di jurnal Personality and Differences. Judul studi tersebut adalah 'Why Night Owls Are More Intelligent.'

    Studi tersebut meneliti bagaimana kecerdasan yang diukur pada masa anak-anak bisa memprediksi kebiasaan tidur mereka ketika dewasa. Analisis Kanazawa menunjukkan pola yang halus namun konsisten.

    Hasilnya dijabarkan bila mereka yang memiliki skor tes IQ tinggi saat remaja, bertahun-tahun kemudian cenderung tidur dan bangun lebih larut dibanding teman sebaya mereka. Peserta yang 'sangat cerdas' dengan IQ di atas 125 rata-rata tidur pukul 00.29.

    Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 75 cenderung tidur pada pukul 23.41. Perbedaan kurang dari satu jam ini ternyata secara statistik cukup signifikan tetapi hampir tidak mengubah hidup mereka.

    Kanazawa kemudian menggunakan data tersebut untuk menyusun kisah evolusi yang ambisius. Ia mengusulkan sebuah teori yang disebutnya dengan Hipotesis Interaksi Savanna-IQ.

    Ia beragumen bahwa kecerdasan umumnya berevolusi sebagai alat untuk menghadapi situasi-situasi baru. Situasi baru yang dimaksud berkaitan dengan masalah-masalah yang belum pernah dihadapi nenek moyang kita di savana Afrika.

    Manusia awalnya secara alami adalah spesies diurnal, di mana mereka aktif di siang hari dan beristirahat pada malam hari. Untuk itulah, kecenderungan begadang menjadi suatu hal yang tidak biasa secara evolusioner.

    Kecerdasan bagi Kanazawa, memungkinkan individu untuk mengesampingkan pemrograman biologis mereka. Untuk itu, ia menyimpulkan bila seseorang yang lebih cerdas lebih cenderung menjadi nokturnal (suka begadang) daripada individu yang kurang cerdas.

    Baca juga:

    Orang yang Suka Begadang Memang Lebih Unggul, Tapi....

    Penelitian yang dilakukan Kanazawa pada dasarnya sudah berusia lebih dari 1 dekade dan diperlukan pembaruan. Sudah banyak penelitian tentang hubungan kecerdasan dan waktu tidur di tahun-tahun selanjutnya.

    Di 2024, para peneliti di Imperial College London menganalisis data tidur dan kognisi dari 26.820 peserta. Data ini tersedia dalam UK Biobank, salah satu basis data kesehatan terbesar di dunia yang melacak setengah juta orang di seluruh Inggris Raya.

    Penelitian itu memperhatikan bagaimana jadwal tidur seseorang berhubungan dengan penalaran, memori, dan waktu reaksi. Studi juga disesuaikan dengan faktor kesehatan dan gaya hidup, seperti konsumsi alkohol, merokok, hingga diabetes.

    Hasilnya, seseorang yang suka begadang memiliki kinerja sedikit lebih baik pada tes kognitif dari mereka yang suka bangun pagi. Tapi, mereka yang punya tipe tidur menengah juga memiliki kinerja yang hampir sama baiknya.

    Dengan begitu, peneliti menyimpulkan bila fleksibilitas dalam waktu tidur mungkin akan menawarkan manfaat kognitif tertentu. Para penulis penekankan bila hasil penelitian mereka bersifat asosiatif, bukan kausal.

    Seseorang yang suka begadang dan orang yang memiliki pola tidur fleksibel menunjukkan sedikit keunggulan kognitif. Tapi, perbedaan tersebut hanyalah kecil dibanding dengan dampak kesehatan, usia, dan kebiasaan.

    "Yang terpenting bukanlah kapan Anda tidur, tetapi seberapa baik Anda menjalani hidup di sekitar ritme tersebut," tulis studi itu.

    Meskipun ada indikasi keunggulan kognitif bagi orang yang terbiasa begadang, kebiasaan ini juga membawa dampak negatif yang serius. Sebuah studi di 2018 oleh Kristen Knutson di Northwestern University membuktikannya.

    Studi tersebut menemukan bila orang yang terbiasa begadang menghadapi risiko kematian dini 10% lebih tinggi dan lebih banyak masalah kesehatan dibanding orang yang bangun pagi. Penyebabnya adalah ketidaksesuaian ritme sirkadian.

    "Sulit bagi orang yang terbiasa begadang untuk hidup di dunia orang yang bangun pagi," ujar Knutson.

    "Bisa jadi itu stres psikologis, makan di waktu yang salah untuk tubuh mereka, kurang berolahraga, kurang tidur, begadang sendirian di malam hari, mungkin penggunaan narkoba atau alkohol. Ada berbagai macam perilaku tidak sehat yang terkait dengan begadang sendirian di malam hari," imbuhnya.

    Dampak negatif lainnya ditemukan oleh peneliti Stanford pada 2024, yang menyatakan begadang hingga larut malam dikaitkan dengan kesehatan mental yang lebih buruk. Alasannya belum jelas, tetapi perilaku tidak sehat di larut malam mungkin ambil peran.

    Jadi, apakah orang terbiasa begadang benar-benar lebih pintar? Jawabannya, mungkin tidak secara keseluruhan. Tapi, mereka mungkin memiliki cara berpikir yang berbeda.

    Untuk menjadi orang lebih cerdas, bukan melawan jam biologis tubuh seseorang, tapi bekerja sama dengannya. Jika otak detikers bekerja lebih optimal saat malam, buatlah rencana untuk menyelesaikan tugas dengan maksimal.

    Jika fajar terasa seperti waktu alami, berarti ini waktu yang tepat untuk bangun pagi dan fokus untuk berkreasi. Kunci untuk berpikir lebih tajam bukanlah dengan mengubah kronotipe, tetapi menghormatinya.

    20D
    Komentar
    Additional JS