Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured Gus Yahya KH Miftachul Akhyar Mahfud MD Muktamar Nahdhatul Ulama Spesial

    Mahfud: Konflik PBNU Hanya Bisa Diselesaikan Lewat Muktamar, Kubu Gus Yahya-Kiai Miftah Harus Hadir - Tribunnews

    10 min read

     

    Mahfud: Konflik PBNU Hanya Bisa Diselesaikan Lewat Muktamar, Kubu Gus Yahya-Kiai Miftah Harus Hadir - Tribunnews.com

    Editor: Nuryanti

    Tangkap Layar YouTube Mahfud MD Official
    KONFLIK INTERNAL PBNU - Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD. Mahfud MD menilai konflik internal yang terjadi di PBNU hanya bisa diselesaikan dengan mengadakan muktamar NU. 
    Ringkasan Berita:
    • Mahfud MD menilai konflik internal yang terjadi di PBNU hanya bisa diselesaikan dengan mengadakan muktamar NU.
    • Mahfud juga menekankan bahwa muktamar yang digelar NU harus dihadiri oleh kedua belah pihak yang berselisih, yakni kubu Kyai Miftah dan Gus Yahya.
    • Karena jika muktamar NU hanya dihadiri satu pihak saja, maka bisa dianggap tidak sah.
    • Selain itu, bisa juga melibatkan kiai-kiai sepuh yang bisa netral dalam konflik PBNU ini, untuk mengendalikan muktamar NU nanti.

    TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD ikut menanggapi konflik yang terjadi di internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

    Kini PBNU terdapat dua kubu setelah Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025 memutuskan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tak lagi menjadi Ketua Umum PBNU.

    Mahfud MD menilai dalam situasi seperti ini, maka penyelesaiannya hanya bisa melalui Muktamar NU.

    Pasalnya saat ini dua kubu yang berselisih ini sama-sama mengklaim dirinya sebagai pemimpin PBNU.

    Sementara itu PBNU tidak bisa terus berjalan dengan dua pihak pemimpin yang kedudukannya sejajar.

    "Ya, menurut saya situasi seperti ini ini penyelesaiannya memang sudah harus muktamar. Harus muktamar. Enggak bisa tidak muktamar." 

    Rekomendasi Untuk Anda
    Menteri Agama Nilai Konflik PBNU Bukan Krisis: “Pagi Berkelahi, Malam Pengantin Baru Lagi”

    "Karena apa? Kubu Kiai Miftah sudah menganggap Yahya dipecat. Sementara kubu Yahya menghendakkan pemecatan dasar sehingga dua-duanya jalan. Padahal dua-duanya ini pilar sejajar," kata Mahfud dalam Program 'Terus Terang' di kanal YouTube resmi Mahfud MD Official, Selasa (23/12/2025).

    Mahfud menyebut keputusan strategis di PBNU pada dasarnya harus ditandatangani oleh Syuriyah dan Tanfidziyah.

    Namun saat ini justru terjadi konflik internal yang membuat Syuriyah dan Tanfidziyah menjadi dua kubu yang berbeda.

    Syuriyah dan Tanfidziyah adalah dua pilar utama dalam struktur kepengurusan Nahdlatul Ulama (NU), di mana Syuriyah (dewan ulama) adalah pimpinan tertinggi yang menetapkan kebijakan dan mengawasi.

    Sementara Tanfidziyah (pelaksana) adalah jajaran eksekutif harian yang menjalankan kebijakan tersebut, dipimpin oleh Ketua Umum, dengan hubungan simbiosis seperti ruh dan jasad bagi organisasi. 

    Syuriyah dipimpin oleh Rais 'Aam, sedangkan Tanfidziyah dipimpin oleh Ketua Umum, dan keduanya bekerja sama untuk kemajuan NU. 

    "Menurut hukum administrasi pilar sejajar apa? Keputusan-keputusan strategis yang mengangkut organisasi harus ditandatangani oleh Syuriyah dan Tanfidziyah ini. Nah, sekarang Syuriyahnya, Tanfidziyahnya beda. Jadi ini akan macet kalau tidak muktamar," jelas Mahfud.

    Mahfud juga menekankan bahwa muktamar yang digelar NU harus dihadiri oleh kedua belah pihak yang berselisih, yakni kubu Kyai Miftah dan Gus Yahya.

    Karena jika Muktamar NU hanya dihadiri satu pihak, maka bisa dianggap tidak sah.

    "Nah, persoalannya sekarang kalau yang muktamar siapa yang ngadakan? Iya kan? Kubunya Kyai Miftah sudah mengatakan akan melakukan muktamar. Lah muktamar itu bisa dianggap tidak sah."

    "Secara hukum kalau kubu Yahya enggak mengakui, kubu Yahya bilang saya mau muktamar sendiri gitu. Nah ini juga tidak sah kalau ini tidak mengakui. Kan macet ini macet," jelas Mahfud.

    Mantan Ketua MK itu menilai seluruh warga nahdliyin (pengikut NU) pasti sedih melihat situasi kepengurusan PBNU yang terpecah seperti saat ini.

    Apalagi NU adalah salah satu organisasi Islam yang menjadi pilar kebersatuan bangsa di Indonesia.

    NU juga merupakan organisasi Islam yang cukup besar di Indonesia.

    "Sehingga ya kita semua warga nahdliyin dan seluruh simpatisannya ya itu, ya sedih banget melihat situasi seperti ini. Padahal NU ini kan salah satu pilar ya, pilar kebersatuan bangsa, pilar apa? kosmopolitanisme, pilar pluralisme yang memang sangat dibutuhkan oleh ideologi negara kita Pancasila."

    "Tanpa menghilangkan keislaman dia menguatkan keindonesiaan, menguatkan keindonesiaan tanpa melemahkan keislaman. Sehingga Indonesia itu terajut dalam satu bangsa. Itu kan pilarnya NU, Muhammadiyah kalau sekarang."

    "Sekarang pilar yang paling utama semuanya iya sih menjadi penguat, tapi yang paling utama kan NU dan Muhammadiyah. Nah, kalau NU-nya begini kan susah nih. Lalu gimana? Nah, oleh sebab itu karena penyelesaiannya harus muktamar," imbuh Mahfud.

    Perlu Libatkan Kiai Sepuh yang Netral untuk Kendalikan Muktamar NU

    Mahfud MD menambahkan, Muktamar NU harus digelar atas persetujuan bersama, agar nantinya hasil keputusan muktamar bisa disetujui oleh semua pihak.

    Setelah diadakan muktamar, semua pihak juga harus bisa tunduk dan menaati keputusan muktamar tersebut.

    "Saya kira keputusan Mubes Alim Ulama NU yang terakhir di Lirboyo, paralel dengan keputusan Mubes warga NU di Ciganjur di Jakarta kemarin. Itu harus diadakan muktamar yang disetujui bersama."

    "Nah, oleh sebab itu keputusan kemarin ya sudah adakan muktamar ya. Kemudian muktamarnya itu adalah orang-orang yang bisa disetujui kedua pihak."

    "Mungkin itu jalan keluar dan semuanya harus tunduk pada keputusan bersama itu. Nah, muktamar itu silakan gitu, silakan mau bicara apa. Kalau saya dengan Gus Nadir kemarin kan sebaiknya di muktamar itu agenda utamanya memperbaiki AD/ART," jelas Mahfud.

    Selain itu, bisa juga melibatkan kiai-kiai sepuh yang bisa netral dalam konflik PBNU ini, untuk mengendalikan muktamar NU nanti.

    "Iya kalau bisa begitu ya mari kita doronglah, cari-cari orang kiai-kiai sepuh yang netral itu untuk mengendalikan muktamar gitu aja," pungkasnya.

    Akar Konflik di PBNU

    Konflik internal PBNU pada 2025 berakar pada isu kepemimpinan dan konsesi tambang yang diberikan pemerintah.

    Polemik mencuat sejak Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menyatakan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum, berdasarkan Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025.

    PBNU kemudian menggelar rapat pleno pada 9 Desember 2025 di Jakarta dan menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat Ketua Umum. Namun, kubu Gus Yahya menilai keputusan itu tidak sah karena pergantian Ketua Umum hanya bisa dilakukan melalui muktamar.

    Hingga kini, kedua pihak belum mencapai solusi.

    Rais Aam menegaskan kepemimpinan berada di tangan Syuriyah dan muktamar segera digelar, sementara Gus Yahya menegaskan dirinya tetap sah sebagai Ketua Umum dan menyerukan rekonsiliasi.

    Pengamat politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai konflik berpotensi meruncing antar faksi dan merembet ke akar rumput NU, sehingga dapat mengganggu stabilitas politik nasional.

    Ia menekankan pentingnya penyelesaian melalui mekanisme internal agar friksi tidak meluas.

    NU Minta Pemerintah Tak Ikut Campur

    Sejumlah tokoh dan warga NU menyerukan agar pemerintah tidak mencampuri polemik internal organisasi PBNU.

    Seruan itu muncul dalam Musyawarah Besar Warga NU 2025 di rumah Gus Dur, Ciganjur, Jakarta Selatan, Minggu (21/12/2025), yang menghasilkan sembilan rekomendasi moral, termasuk penegasan bahwa NU memiliki mekanisme historis untuk menyelesaikan masalah secara mandiri.

    Mantan Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menegaskan NU cukup kuat menyelesaikan konflik internal tanpa campur tangan negara.

    “Karena itu kami memohon kepada pihak-pihak di luar NU, termasuk pemerintah dan negara, untuk menahan diri agar tidak melakukan intervensi atas kekisruhan yang sedang terjadi,” ujarnya.

    Forum yang diikuti sejumlah tokoh dan 213 warga NU juga merekomendasikan percepatan Muktamar ke-35 atau Muktamar Luar Biasa, pengembalian konsesi tambang ke negara, serta menjaga ukhuwah nahdliyyah di akar rumput.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Fahdi Fahlevi)

    Komentar
    Additional JS