Pakar Geomatika ITS Ungkap dari Mana Munculnya Kayu Gelondongan Pascabanjir Sumatera - Kompas
Pakar Geomatika ITS Ungkap dari Mana Munculnya Kayu Gelondongan Pascabanjir Sumatera
SURABAYA, KOMPAS.com - Pakar geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya memaparkan analisisnya mengenai penyebab munculnya ribuan kayu gelondongan pascabanjir dan tanah longsor di Sumatera.
Dosen Departemen Teknik Geomatika ITS, Hepi Hapsari Handayani mengatakan bahwa munculnya kayu gelondongan itu merupakan tanda adanya kerusakan masif pada ekosistem hulu.
Ia menyampaikan, ada tiga sumber utama yang menjelaskan mengapa kayu-kayu tersebut muncul dalam jumlah besar.
Bekas hutan yang ditebang
Pertama, kayu-kayu tersebut berasal dari bekas hutan yang ditebang, baik melalui aktivitas legal maupun ilegal, sehingga meninggalkan batang kayu di lapangan.
Ia menuturkan, pada banyak lokasi hulu, batang-batang kayu sisa land clearing, tumpukan kayu di jalur tebang, maupun kayu yang ditinggalkan di bantaran sungai tidak tampak saat kondisi normal.
Namun, ketika hujan ekstrem turun, air deras menyeret kayu, memobilisasi potongan-potongan besar yang sebelumnya tertahan di hulu.
“Arus air yang meningkat drastis akibat curah hujan ekstrem membuat seluruh sisa-sisa kayu itu hanyut dan muncul di hilir secara mendadak,” kata Hepi kepada Kompas.com, Jumat (5/12/2025).
Dari pohon tumbang
Kedua, kayu juga berasal dari pohon-pohon yang tumbang akibat longsor besar di lereng curam.
Ketika lereng kehilangan vegetasi penahan, tanah menjadi tidak stabil.
Saat tanah yang jenuh air runtuh, longsor tersebut menarik batang-batang pohon keluar dari area bekas tebangan serta menyeret pohon tua dan vegetasi yang masih tersisa.
“Longsor jenis ini dikenal sebagai debris slide dan debris flow, yaitu pergerakan material berupa campuran tanah, batu, dan pohon yang bergerak seperti banjir lumpur kayu,” ujarnya.
Massa material tersebut mengalir mengikuti gravitasi, masuk ke sungai, dan terbawa hingga ke hilir.
“Apabila hutan masih utuh, jumlah pohon yang terseret biasanya sangat sedikit; sehingga banyaknya kayu yang terbawa menunjukkan bahwa kerusakan hutan di hulu sudah luas dan kronis,” tuturnya.
Erosi tebing sungai
Ketiga, sebagian kayu terbawa akibat erosi tebing sungai dan sedimentasi berat.
Menurut dia, pada daerah aliran sungai (DAS) yang telah kehilangan tutupan hutan, tanah menjadi rapuh dan dinding sungai mudah tergerus.
Lalu, ketika debit air ekstrem terjadi, misalnya akibat siklon tropis, sungai mengalami peningkatan arus secara tiba-tiba.
Kondisi ini menyebabkan sungai menggerus dindingnya, mencabut pohon-pohon yang tumbuh di bantaran, dan sekaligus menyeret kayu-kayu sisa tebangan yang sebelumnya tersangkut di hulu.
“Jalur air kecil yang tadinya tenang dapat berubah menjadi arus besar yang membawa seluruh material di sekitarnya, termasuk batang pohon besar,” kata dia.
Menurutnya, jika dilihat dari karakteristik biofisiknya, fenomena tersebut terjadi akibat DAS yang curam dan pendek, membuat air cepat terkumpul, dan curah hujan ekstrem dari siklon tropis menyebabkan debit sungai naik mendadak.
Selain itu, deforestasi hulu dan konversi hutan membuat lereng kehilangan kekuatan, serta praktik illegal logging meninggalkan banyak kayu di lapangan.
Oleh karena itu, saat hujan ekstrem datang, semua kondisi ini berpadu menjadi bencana hidrologi ganda berupa longsor besar dan banjir bandang yang sarat kayu.
“Banyaknya kayu gelondongan yang tiba-tiba muncul bukan sekadar efek dari hujan ekstrem, tetapi merupakan indikator kuat bahwa telah terjadi pembukaan hutan secara masif di wilayah hulu,” kata dia.