Peran Kejagung Dinilai Perlu Diperkuat Demi Atasi Kebocoran Pajak - SindoNews
2 min read
Peran Kejagung Dinilai Perlu Diperkuat Demi Atasi Kebocoran Pajak
Selasa, 02 Desember 2025 - 12:49 WIB
A
A
A
JAKARTA - Lembaga penegak hukum yang sudah ada terutama Kejaksaan Agung ( Kejagung ) yang saat ini aktif mengusut kasus-kasus perpajakan dinilai perlu dioptimalkan untuk mengatasi kebocoran pajak. Pengoptimalan peran Kejagung dan lembaga yang sudah ada itu diyakini sebagai langkah paling efektif.
Hal tersebut menurut Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Hanafi Amrani. Dia menilai pembentukan lembaga adhoc atau tim khusus belum tentu lebih efektif, karena tidak ada jaminan lembaga baru dapat bekerja lebih baik dibanding struktur yang sudah berjalan.
“Pemerintah semestinya mengoptimalkan lembaga yang ada. Ditjen Pajak dioptimalkan, Kejagung dioptimalkan, BPK, dan BPKP juga ikut mengawasi. Kecurangan dan kongkalikong dengan petugas pajak harus disikat,” ujar Prof Hanafi, dikutip Selasa (2/12/2025).
Baca juga: Kejagung Cabut Cekal Bos Djarum di Kasus Dugaan Korupsi Pajak, Ini Alasannya
Hal tersebut menurut Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Hanafi Amrani. Dia menilai pembentukan lembaga adhoc atau tim khusus belum tentu lebih efektif, karena tidak ada jaminan lembaga baru dapat bekerja lebih baik dibanding struktur yang sudah berjalan.
“Pemerintah semestinya mengoptimalkan lembaga yang ada. Ditjen Pajak dioptimalkan, Kejagung dioptimalkan, BPK, dan BPKP juga ikut mengawasi. Kecurangan dan kongkalikong dengan petugas pajak harus disikat,” ujar Prof Hanafi, dikutip Selasa (2/12/2025).
Baca juga: Kejagung Cabut Cekal Bos Djarum di Kasus Dugaan Korupsi Pajak, Ini Alasannya
Penekanan Prof Hanafi terhadap optimalisasi Kejagung selaras dengan langkah konkret yang tengah dilakukan institusi tersebut. Saat ini, Kejagung menyidik dugaan pidana korupsi pengurangan nilai pajak yang melibatkan perusahaan swasta.
Dalam kasus ini, diduga terdapat oknum pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang ikut bermain. Ia menjelaskan, meskipun pelanggaran perpajakan pada dasarnya berada dalam ranah pidana administratif, beberapa tindakan dapat masuk ke ranah pidana umum atau tindak pidana korupsi, terutama jika melibatkan manipulasi, pemalsuan, penipuan, atau praktik suap.
“Jika ada suap atau gratifikasi dan melibatkan penyelenggara negara, tentu dapat dijerat dengan UU Korupsi. Itu sebabnya Kejagung menggunakan pasal tindak pidana korupsi dalam kasus ini,” tuturnya.
Hanafi berpendapat, masifnya kasus pidana pajak tidak lepas dari regulasi yang rumit dan penegakan aturan yang belum maksimal. Dia menilai kerumitan proses penghitungan pajak sering memicu perusahaan menggandeng oknum aparat pajak untuk “mengatur” nilai pajaknya. Kondisi tersebut diyakininya dapat membuka ruang terjadinya pengurangan pajak secara ilegal hingga kolusi.
(rca)