Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Featured PBNU Spesial

    Sekjen PBNU: Rapat Pleno Versi Syuriyah Tidak Sah dan Langgar Keputusan Muktamar - Pantau

    3 min read

     

    Sekjen PBNU: Rapat Pleno Versi Syuriyah Tidak Sah dan Langgar Keputusan Muktamar

    Oleh Gerry Eka
    SHARE   :
    Foto: (Sumber:Ketua umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (tengah) didampingi Wakil Ketua Umum PBNU Masyhuri Malik (kiri) dan Sekjen PBNU Amin Said Husni (kanan) berfoto usai memberikan keterangan pers terkait penolakan penonaktifan dirinya sebagai ketua umum di Jakarta, Rabu (3/12/2025).)

    Pantau - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Amin Said Husni, menegaskan bahwa rapat pleno yang digagas oleh Pengurus Besar Syuriyah PBNU pada 9–10 Desember 2025 tidak sah secara organisasi karena dinilai menyalahi konstitusi dan melanggar keputusan Muktamar ke-34 NU.

    Tiga Alasan Rapat Pleno Dinilai Cacat Hukum Organisasi

    Amin menyampaikan bahwa agenda tersebut tidak hanya tidak prosedural, tetapi juga “menabrak keputusan tertinggi organisasi, yakni Muktamar.”

    Ia menguraikan tiga alasan utama yang menjadikan rapat tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah:

    Pertama, rapat itu bersumber dari keputusan Rapat Harian Syuriyah tertanggal 20 November 2025, yang menurut Amin telah melampaui kewenangannya.

    Berdasarkan Anggaran Rumah Tangga (ART) NU Pasal 93, Rapat Harian Syuriyah tidak berwenang mengambil keputusan yang berdampak pada struktur Tanfidziyah, termasuk posisi Ketua Umum.

    "Keputusan tersebut hanya mengikat internal Syuriyah Harian sebagaimana Perkum 10/2025 Pasal 15 ayat 3. Jadi tidak ada efek apa pun terhadap kedudukan Ketua Umum", jelasnya.

    Kedua, secara prosedur, rapat pleno tersebut dianggap tidak sah karena melanggar ketentuan tata kepemimpinan rapat.

    Menurut Pasal 58 ayat (2) huruf c dan Pasal 64 ART NU, rapat pleno PBNU wajib dipimpin oleh Rais Aam bersama Ketua Umum.

    "Kalau Ketua Umum tidak dilibatkan, maka rapat pleno itu sejak awal batal demi hukum", tegas Amin.

    Ketiga, rencana menetapkan “Pejabat Ketua Umum” dianggap tidak memiliki dasar hukum.

    Perkum Nomor 13 Pasal 4 ayat (1) menyebut jabatan Pejabat Ketua Umum hanya dapat digunakan jika terjadi pergantian antar waktu karena fungsionaris berhalangan tetap.

    "Faktanya, Yahya Cholil Staquf tidak berhalangan tetap. Beliau adalah mandataris Muktamar ke-34 dan tidak ada kekosongan jabatan yang perlu diisi", ujar Amin.

    Tegaskan Marwah Organisasi Harus Dijaga

    Amin menyatakan bahwa upaya untuk menetapkan pejabat ketua umum dalam forum tersebut justru bertentangan langsung dengan keputusan Muktamar ke-34 yang telah memberikan mandat penuh kepada Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU.

    "Jika ada agenda yang menabrak langsung keputusan Muktamar, itu pelanggaran serius dalam jamiyah ini", katanya.

    Ia juga menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi tindakan sepihak yang mencoba mengganti ketua umum tanpa dasar hukum organisasi.

    "NU punya aturan, punya maruah. Kita semua wajib menjaganya", pungkas Amin.

    • Mail:

      info@pantau.com
    Komentar
    Additional JS