Terancam Diinvasi China, Taiwan Borong Senjata AS Senilai Rp185,6 Triliun - SindoNews
2 min read
Terancam Diinvasi China, Taiwan Borong Senjata AS Senilai Rp185,6 Triliun
Kamis, 18 Desember 2025 - 13:36 WIB
Pemerintah AS memulai prosedur pemberitahuan Kongres untuk penjualan senjata senilai lebih dari Rp185,6 triliun ke Taiwan. Foto/Asia Times
A
A
A
TAIPEI - Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan pada Kamis (18/12/2025) bahwa pemerintah Amerika Serikat (AS) telah memulai prosedur pemberitahuan Kongres untuk penjualan senjata senilai USD11,1 miliar (Rp185,6 triliun) ke Taipei. Ini sebagai bentuk dukungan Washington untuk Taipei yang terancam diinvasi militer China.
Kementerian itu, dalam sebuah pernyataan, mengatakan penjualan senjata Amerika yang diusulkan mencakup delapan item, termasuk sistem roket HIMARS, howitzer, rudal anti-tank, drone, dan suku cadang untuk peralatan lainnya.
“Amerika Serikat terus membantu Taiwan dalam mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang memadai dan dalam membangun kekuatan pencegahan yang kuat dengan cepat serta memanfaatkan keunggulan perang asimetris, yang menjadi dasar untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional,” bunyi pernyataan tersebut, seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Diancam Akan Ditenggelamkan AS dan Jepang, Kapal Induk Tercanggih China Dekati Taiwan
Didorong oleh Amerika Serikat, Taiwan telah berupaya untuk mentransformasi angkatan bersenjatanya agar mampu melakukan “perang asimetris”, menggunakan senjata yang lebih kecil, lebih murah, dan lebih mudah dipindahkan namun tetap memiliki daya hancur yang terarah, seperti drone.
Washington memiliki hubungan diplomatik formal dengan Beijing, tetapi mempertahankan hubungan tidak resmi dengan Taiwan dan merupakan pemasok senjata terpenting bagi pulau tersebut.
AS terikat oleh undang-undangnya untuk menyediakan Taiwan sarana untuk mempertahankan diri, meskipun penjualan senjata tersebut merupakan sumber gesekan yang terus-menerus dengan China.
Pentagon tidak segera menanggapi permintaan komentar.
China berulang kali menegaskan bahwa Taiwan merupakan wilayahnya, namun Taipei menolak klaim tersebut.
Juru bicara kantor kepresidenan Taiwan, Karen Kuo, mengatakan Taiwan akan terus mereformasi sektor pertahanannya. "Dan memperkuat ketahanan pertahanan seluruh masyarakat untuk menunjukkan tekad kami untuk membela diri, dan menjaga perdamaian melalui kekuatan," katanya.
Kantor Urusan Taiwan China mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka menentang upaya Kongres AS untuk meloloskan rancangan undang-undang (RUU) terkait dengan Taiwan dan dengan tegas menentang segala bentuk kontak militer antara AS dan Taiwan.
“Kami mendesak AS untuk mematuhi prinsip 'Satu-China' dan ketentuan dari tiga komunike bersama China-AS: Hentikan ‘mempersenjatai Taiwan’, hentikan peninjauan RUU terkait, dan hentikan campur tangan dalam urusan internal China,” kata juru bicara kantor tersebut, Zhu Fenglian, dalam sebuah pernyataan.
Zhu mengatakan para pemimpin politik Taiwan sedang mengejar "kemerdekaan", dan bersedia membiarkan kekuatan eksternal mengubah pulau itu menjadi "landak perang", yang dapat mengakibatkan penduduk menjadi "umpan meriam" dan "dibantai sesuka hati, yang merupakan tindakan tercela".
Presiden Taiwan William Lai Ching-te bulan lalu mengumumkan anggaran pertahanan tambahan sebesar USD40 miliar, yang akan berlaku dari tahun 2026 hingga 2033, dengan mengatakan,"Tidak ada ruang untuk kompromi dalam hal keamanan nasional."
Kementerian itu, dalam sebuah pernyataan, mengatakan penjualan senjata Amerika yang diusulkan mencakup delapan item, termasuk sistem roket HIMARS, howitzer, rudal anti-tank, drone, dan suku cadang untuk peralatan lainnya.
“Amerika Serikat terus membantu Taiwan dalam mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang memadai dan dalam membangun kekuatan pencegahan yang kuat dengan cepat serta memanfaatkan keunggulan perang asimetris, yang menjadi dasar untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional,” bunyi pernyataan tersebut, seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Diancam Akan Ditenggelamkan AS dan Jepang, Kapal Induk Tercanggih China Dekati Taiwan
Didorong oleh Amerika Serikat, Taiwan telah berupaya untuk mentransformasi angkatan bersenjatanya agar mampu melakukan “perang asimetris”, menggunakan senjata yang lebih kecil, lebih murah, dan lebih mudah dipindahkan namun tetap memiliki daya hancur yang terarah, seperti drone.
Washington memiliki hubungan diplomatik formal dengan Beijing, tetapi mempertahankan hubungan tidak resmi dengan Taiwan dan merupakan pemasok senjata terpenting bagi pulau tersebut.
AS terikat oleh undang-undangnya untuk menyediakan Taiwan sarana untuk mempertahankan diri, meskipun penjualan senjata tersebut merupakan sumber gesekan yang terus-menerus dengan China.
Pentagon tidak segera menanggapi permintaan komentar.
China berulang kali menegaskan bahwa Taiwan merupakan wilayahnya, namun Taipei menolak klaim tersebut.
Juru bicara kantor kepresidenan Taiwan, Karen Kuo, mengatakan Taiwan akan terus mereformasi sektor pertahanannya. "Dan memperkuat ketahanan pertahanan seluruh masyarakat untuk menunjukkan tekad kami untuk membela diri, dan menjaga perdamaian melalui kekuatan," katanya.
Kantor Urusan Taiwan China mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka menentang upaya Kongres AS untuk meloloskan rancangan undang-undang (RUU) terkait dengan Taiwan dan dengan tegas menentang segala bentuk kontak militer antara AS dan Taiwan.
“Kami mendesak AS untuk mematuhi prinsip 'Satu-China' dan ketentuan dari tiga komunike bersama China-AS: Hentikan ‘mempersenjatai Taiwan’, hentikan peninjauan RUU terkait, dan hentikan campur tangan dalam urusan internal China,” kata juru bicara kantor tersebut, Zhu Fenglian, dalam sebuah pernyataan.
Zhu mengatakan para pemimpin politik Taiwan sedang mengejar "kemerdekaan", dan bersedia membiarkan kekuatan eksternal mengubah pulau itu menjadi "landak perang", yang dapat mengakibatkan penduduk menjadi "umpan meriam" dan "dibantai sesuka hati, yang merupakan tindakan tercela".
Presiden Taiwan William Lai Ching-te bulan lalu mengumumkan anggaran pertahanan tambahan sebesar USD40 miliar, yang akan berlaku dari tahun 2026 hingga 2033, dengan mengatakan,"Tidak ada ruang untuk kompromi dalam hal keamanan nasional."
(mas)