Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Konflik Rusia Ukraina NATO Spesial Ukraina

    Ukraina Mau Lupakan NATO asalkan Dapat Jaminan Keamanan Barat - Tribunnews

    17 min read

     

    Ukraina Mau Lupakan NATO asalkan Dapat Jaminan Keamanan Barat - Tribunnews.com

    Editor: Febri Prasetyo

    Website Presiden Ukraina
    ZELENSKYY DAN TENTARA - Foto diunduh dari laman Presiden Ukraina, Senin (15/12/2025), memperlihatkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam unggahan pada 12 Desember 2025. Pada 14 Desember, Ukraina dikabarkan mau melepaskan ambisi NATO-nya dengan syarat. 
    Ringkasan Berita:
    • Ukraina bersedia melepas ambisinya bergabung dengan NATO.
    • Zelenskyy menginginkan jaminan keamanan dari negara-negara Barat sebagai ganti melepas ambisi NATO-nya.
    • Perang Rusia–Ukraina memasuki hari ke-1.391 saat Zelenskyy protes dengan permintaan agar pasukan Ukraina mundur dari wilayah timur, sementara Rusia tidak diminta melakukan hal yang sama.

    TRIBUNNEWS.COM - Ukraina dikabarkan bersedia mengesampingkan ambisinya untuk bergabung dengan aliansi militer NATO.

    Presiden Volodymyr Zelenskyy menawarkan hal tersebut ketika mengadakan pembicaraan selama lima jam dengan utusan Amerika Serikat (AS) di Berlin pada hari Minggu (14/12/2025).

    “Sejak awal, keinginan Ukraina adalah bergabung dengan NATO: Ini adalah jaminan keamanan yang nyata. Beberapa mitra dari AS dan Eropa tidak mendukung arah ini,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa jaminan keamanan yang mengikat secara hukum dari AS, Eropa, dan negara-negara lain seperti Kanada dan Jepang dapat mencegah invasi Rusia lainnya.

    Pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas rencana mengakhiri perang Rusia dan Ukraina.

    Utusan khusus Donald Trump, Steve Witkoff, mengatakan banyak kemajuan yang dicapai saat ia dan menantu presiden AS, Jared Kushner, bertemu dengan Zelenskyy di Berlin.

    Rekomendasi Untuk Anda
    Ketika Rusia dan Ukraina Saling Lancarkan Serangan, AS dan Eropa Siap untuk Pembicaraan Perdamaian

    “Para perwakilan mengadakan diskusi mendalam mengenai rencana 20 poin untuk perdamaian, agenda ekonomi, dan banyak lagi. Banyak kemajuan telah dicapai,” tulis Witkoff dalam sebuah unggahan di X, Minggu.

    Dmytro Lytvyn, penasihat presiden Ukraina, mengatakan Zelenskyy akan memberikan komentar lebih lanjut setelah pembicaraan selesai pada hari Senin (15/12/2025).

    Para pejabat saat ini sedang mempertimbangkan draf dokumen tersebut, menurut pernyataan Dmytro Lytvyn.

    Sebelum pembicaraan, Zelenskyy telah menawarkan untuk membatalkan tujuan Ukraina untuk bergabung dengan NATO sebagai imbalan atas jaminan keamanan dari Barat.

    AS dan negara-negara Eropa berupaya menengahi upaya perdamaian untuk Rusia dan Ukraina.

    Pembicaraan di Jerman pada hari Minggu dipandu oleh Kanselir Jerman Friedrich Merz dan akan berlangsung hingga hari Senin.

    Sejak awal tahun 2000-an, Ukraina menggemakan ambisinya untuk bergabung dengan NATO sebagai perlindungan dari ancaman serangan Rusia.

    Bahkan, negara itu menggantungkan aspirasi tersebut yang tercantum dalam konstitusinya.

    Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali menuntut agar Ukraina secara resmi melepaskan ambisinya untuk bergabung dengan NATO.

    Ia juga menuntut agar Ukraina menarik pasukannya dari sekitar 10 persen wilayah Donbas yang masih dikuasai Ukraina.

    Selain itu, Ukraina harus menjadi negara netral, dan tidak ada pasukan NATO yang dapat ditempatkan di sana.

    Mundurnya Ukraina dari keinginan tersebut telah memenuhi salah satu tujuan perang Rusia.

    Ukraina yang mendapat tekanan dari mitra Barat-nya telah menunjukkan perubahan sikap yang lebih lunak.

    Meski berupaya mengesampingkan ambisi NATO-nya, Ukraina belum menyerah dengan tuntutan untuk menyerahkan wilayahnya, lapor The Guardian.

    Update Perang Rusia dan Ukraina

    Perang Rusia–Ukraina kini memasuki hari ke-1391 pada Senin (15/12/2025), menandai berlanjutnya konflik panjang yang berawal dari invasi besar-besaran Rusia pada 24 Februari 2022.

    Perang Rusia–Ukraina yang meletus pada 2022 berakar pada dinamika pasca runtuhnya Uni Soviet pada 1991, yang melahirkan Rusia dan Ukraina sebagai negara berdaulat.

    Sejak saat itu, Ukraina berada di persimpangan pilihan geopolitik: mempertahankan kedekatan dengan Moskow atau mempererat hubungan dengan Barat.

    Memasuki awal 2000-an, Kyiv semakin menunjukkan orientasi untuk bergabung dengan NATO dan Uni Eropa, langkah yang dipandang Rusia sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasional dan pengaruhnya di kawasan. 

    Perbedaan orientasi politik, perebutan identitas kebangsaan, serta sengketa wilayah kian memperuncing relasi kedua negara.

    Ketegangan memuncak pada 2014 saat Revolusi Maidan menggulingkan presiden Ukraina yang dianggap pro-Moskow, disusul aneksasi Krimea oleh Rusia dan dukungan Moskow terhadap kelompok separatis di Donbas.

    Upaya diplomasi yang ditempuh tak membuahkan hasil hingga Rusia melancarkan invasi skala penuh pada 24 Februari 2022.

    Dalam pidatonya, Presiden Vladimir Putin menyebut serangan itu bertujuan melindungi warga Donbas, mencegah ancaman militer dari Ukraina, menolak ekspansi NATO ke timur, serta sebagai bentuk pembelaan diri Rusia.

    Langkah tersebut memicu kecaman luas dari komunitas internasional, dengan negara-negara Barat merespons melalui dukungan politik dan bantuan militer besar-besaran kepada Kyiv.

    Selanjutnya, berikut perkembangan terbaru perang Rusia–Ukraina.

    • AS Belum Tanggapi Proposal Terbaru

    Ukraina mengesampingkan proposal perdamaian yang diajukan AS dan konon disusun dengan Rusia.

    Pekan lalu, negara itu mengajukan proposal baru kepada AS sebagai pertimbangan untuk kelanjutan negosiasi.

    Namun, Ukraina belum menerima tanggapan dari AS.

    "Tidak, saya belum menerima tanggapan dari Amerika Serikat. Saya telah mendengar beberapa pesan melalui tim negosiasi saya, tetapi saya telah menerima semua sinyal dan akan siap untuk dialog, yang akan dimulai sekarang," kata Zelenskyy, dikutip dari Suspilne.

    Pada 11 Desember, Zelenskyy menyatakan AS menilai gencatan senjata penuh antara Ukraina dan Rusia hanya dapat terwujud setelah penandatanganan perjanjian perdamaian kerangka.

    Ukraina juga telah menyampaikan responsnya kepada AS terkait “rencana perdamaian” yang dibahas perwakilan Trump dengan Putin di Moskow pada 2 Desember. 

    Zelenskyy mengungkapkan draf perjanjian tersebut memuat kesepakatan jumlah personel Angkatan Bersenjata Ukraina sebanyak 800.000 prajurit.

    Namun, sejumlah isu masih belum disepakati, termasuk masalah teritorial dan kendali atas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia. 

    Ia menegaskan, keputusan terkait wilayah harus ditentukan oleh rakyat Ukraina melalui pemilihan umum atau referendum.

    • Dampak Serangan Besar Rusia, Listrik Terputus di Wilayah Odessa

    Setelah serangan besar-besaran terhadap infrastruktur energi wilayah Odessa, sebagian pusat kota masih tanpa listrik.

    Tidak ada penerangan di rumah-rumah, dan di beberapa tempat air dan pemanas ruangan menyala dan padam secara berkala.

    Meski listik mati, warga Odessa menemukan cara untuk beradaptasi dengan kesulitan sementara ini.

    "Tidak ada listrik. Untungnya ada air dan gas. Dan ini normal. Ada baterai kecil, tapi juga hampir habis," kata Yulia, warga setempat. 

    Warga lainnya juga menemukan cara untuk menjalani kehidupannya. 

    "Ada generator di toko, jadi saya pergi dan mengisi daya ponsel saya. Power bank akan terisi penuh, dan saya akan pulang. Selagi masih terang di luar, saya akan segera memasak makanan," kata Nelya, warga lain.

    Sebelumnya, serangan Rusia menghantam wilayah Odessa pada 12-13 Desember 2025, menyebabkan rusaknya fasilitas energi listrik di sebagian besar wilayah.

    • Ukraina Serang Depot Minyak Rusia

    Unit-unit Pasukan Pertahanan Ukraina menyerang fasilitas kilang minyak Afipsky di Wilayah Krasnodar Federasi Rusia, depot minyak Uryupinsk di Wilayah Volgograd pada Minggu malam.

    Selain itu, sejumlah fasilitas tentara Rusia di wilayah Ukraina yang diduduki.

    Di wilayah Donetsk, serangan Ukraina menghantam stasiun perang elektronik Volna-2, dua pos komando dari berbagai unit Divisi Serangan Lintas Udara ke-76, serta stasiun perang elektronik dan stasiun radar Imbyr.

    Sistem rudal anti-pesawat Tor-M2 dan laboratorium sistem tak berawak Rusia diserang di wilayah Zaporizhia.

    Selain itu, di Krimea yang diduduki, militer Ukraina menyerang dua pangkalan bahan bakar dan pelumas, stasiun radar Kasta-2E2, dan elemen penting untuk sistem pertahanan udara S-300/S-400 — stasiun radar 96L6E.

    • Rusia Tak Mau Kembalikan Krimea

    Ajudan Putin, Yury Ushakov mengatakan Ukraina tidak memiliki peluang untuk merebut kembali Krimea.

    Ia menyebut warga Krimea memilih "bergabung" dengan Rusia melalui referendum tahun 2014.

    "Sudah pasti, seratus persen yakin (Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy) tidak akan berhasil (merebut kembali) Krimea," kata Yury Ushakov kepada jurnalis Rusia Pavel Zarubin, Minggu.

    Ia menambahkan bahwa aspirasi Ukraina untuk bergabung dengan NATO tidak realistis, lapor Russia Today.

    Ukraina berulang kali menegaskan bahwa mereka akan merebut kembali Krimea dengan cara apapun.

    • Zelenskyy Protes, Pasukan Ukraina dan Rusia Harus Sama-sama Mundur dari Timur

    Presiden Volodymyr Zelenskyy mengatakan tidak adil jika pasukan Ukraina meninggalkan sebagian wilayah timur Ukraina yang saat ini mereka kuasai jika pasukan Rusia juga tidak mundur.

    "Saya percaya bahwa hingga hari ini, pilihan yang adil dan memungkinkan adalah 'kita tetap di tempat kita berdiri'. Dan ini benar, karena inilah yang dimaksud dengan gencatan senjata – kedua pihak tetap di tempat mereka berada, dan kemudian mereka mencoba menyelesaikan semua masalah umum secara diplomatis," katanya.

    "Saya tahu bahwa Rusia tidak memandang hal ini secara positif, dan saya ingin Amerika mendukung kita dalam masalah ini. Namun, ketika kami memberi isyarat 'kami tetap di tempat kami berdiri', Rusia menjawab bahwa kami harus meninggalkan Donbas atau mereka akan tetap mendudukinya," lanjutnya.

    Presiden Ukraina lalu mengungkapkan bahwa AS meminta hal tersebut.

    "Lalu AS berkata: mari kita buat kompromi seperti ini – Rusia tidak akan memasuki sebagian wilayah timur kita, dan Angkatan Bersenjata Ukraina akan mundur. Saya rasa ini tidak adil, karena ini adalah zona ekonomi, siapa yang akan mengelolanya?" tanyanya.

    Menurut Zelenskyy, hal ini akan adil jika ada pasukan penengah di sana dan pasukan dari kedua pihak mundur.

    "Jika kita berbicara tentang semacam zona penyangga di sepanjang garis kontak, jika kita berbicara tentang semacam zona ekonomi, kita percaya seharusnya hanya ada misi kepolisian di sana dan pasukan harus mundur," ujarnya.

    Ia mempertanyakan mengapa pasukan Rusia tidak mundur sejauh apa yang diminta terhadap pasukan Ukraina.

    "Dalam hal ini, pertanyaannya sangat sederhana. Jika pasukan Ukraina mundur sejauh 5-10 km dan seterusnya, misalnya, mengapa pasukan Rusia tidak mundur lebih jauh ke wilayah pendudukan dengan jarak yang sama? Oleh karena itu, ini adalah pertanyaan yang belum memiliki jawaban. Tetapi ini adalah isu yang sangat sensitif dan sangat hangat," ungkapnya, lapor Pravda.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Komentar
    Additional JS