Ukraina Minta AS-Eropa Beri Jaminan Keamanan ala Pasal 5 NATO - Tribunnews
Ukraina Minta AS-Eropa Beri Jaminan Keamanan ala Pasal 5 NATO - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
- Presiden Ukraina Zelenskyy mengatakan Ukraina menanti jawaban dari AS dan Eropa mengenai jaminan keamanan.
- Ia ingin mengetahui mekanisme praktis jaminan keamanan yang mirip dengan Pasal 5 NATO.
- Perang Rusia–Ukraina memasuki hari ke-1395, Zelenskyy kembali menegaskan ambisi Ukraina untuk bergabung dengan NATO meski sulit terwujud.
TRIBUNNEWS.COM - Dalam pertemuan dengan para pemimpin Uni Eropa, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan ia masih menanti jawaban dari AS mengenai jaminan keamanan untuk negaranya.
Ia menunggu mekanisme praktis tentang bagaimana jaminan keamanan AS akan bekerja.
“Saya masih belum mendapatkan jawaban pasti tentang bagaimana jaminan keamanan dari Amerika Serikat akan berfungsi jika terjadi agresi Rusia,” katanya dalam KTT Eropa di Brussels, Kamis (18/12/2025).
Tak hanya AS, Zelenskyy mengatakan para pemimpin negara Eropa yang menjadi anggota NATO, juga belum membahas jaminan keamanan.
“Negara-negara mitra Eropa belum berbicara secara langsung tentang jaminan keamanan dengan menggunakan contoh Pasal 5,” kata presiden Ukraina.
Ukraina menginginkan jaminan keamanan untuk negaranya yang mirip dengan pasal 5 NATO yaitu serangan terhadap satu negara anggota NATO dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota NATO.
Zelenskyy juga membicarakan isu-isu yang masih menjadi perdebatan dalam perundingan dengan Rusia.
“Donbas adalah isu yang belum terselesaikan; kita memiliki pandangan yang berbeda. Pembangkit listrik tenaga nuklir, yang diduduki oleh Federasi Rusia, tidak berfungsi; pembangkit itu hancur, tetapi seharusnya berfungsi dan menghasilkan listrik—pembangkit listrik kita, hak kita—isu ini belum terselesaikan. Isu uang juga belum terselesaikan,” katanya.
Putaran perundingan antara Rusia dan Ukraina terhenti ketika proposal yang diajukan AS sedang dibahas bersama negara-negara Eropa.
Rusia menegaskan mereka ingin mengetahui hasil diskusi Eropa, AS, Ukraina sebelum dapat melanjutkan perundingan.
Sementara itu, Ukraina berupaya mencari jaminan keamanan dari negara-negara Eropa dan AS sebelum mencapai kesepakatan gencatan senjata apapun.
Info Terbaru Perang Rusia dan Ukraina
Perang Rusia–Ukraina kini memasuki hari ke-1395 pada Jumat (19/12/2025), menandai berlanjutnya konflik panjang yang berawal dari invasi besar-besaran Rusia pada 24 Februari 2022.
Konflik antara Rusia dan Ukraina berakar dari perubahan besar yang terjadi setelah Uni Soviet bubar.
Sejak itu, Ukraina mulai mengarahkan kebijakan politiknya ke negara-negara Barat, termasuk keinginan untuk bergabung dengan NATO dan Uni Eropa.
Langkah ini dipandang Rusia sebagai ancaman terhadap kepentingan dan keamanan nasionalnya.
Ketegangan semakin meningkat setelah terjadinya Revolusi Maidan pada 2014.
Pada tahun yang sama, Rusia mengambil alih wilayah Krimea, sementara bentrokan bersenjata pecah di kawasan Donbas.
Berbagai upaya diplomasi telah dilakukan, namun tidak mampu menghentikan konflik.
Situasi mencapai titik puncak ketika Rusia melancarkan serangan militer besar ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Invasi tersebut mendapat kecaman dari banyak negara, diikuti dengan penerapan sanksi berat terhadap Rusia oleh negara-negara Barat serta peningkatan bantuan militer dan ekonomi untuk Ukraina.
Berikut rangkuman perkembangan terbaru terkait perang Rusia–Ukraina yang dihimpun dari berbagai sumber.
Zelenskyy: Ukraina Butuh Pendanaan Baru
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memperingatkan bahwa negaranya akan kesulitan finansial jika Ukraina tidak mendapat sumber pendanaan baru.
Zelenskyy mengatakan dia tidak tahu bagaimana hasil pembicaraan dalam KTT Eropa di Brussels, Belgia pada Kamis (18/12/2025).
Namun, ia mendesak negara Eropa untuk mengamankan pendanaan baru untuk Ukraina karena negaranya menghadapi defisit 45-50 miliar Euro (sekitar Rp 878 – 975 triliun) untuk tahun depan.
Dia memperingatkan bahwa Ukraina perlu mengurangi produksi drone, jika tidak menerima lebih banyak uang pada musim semi.
“Jika perang berlanjut, Ukraina akan menggunakan bantuan keuangan untuk produksi drone,” katanya.
Zelenskyy mengatakan Ukraina melakukan segala yang bisa dilakukan untuk mengakhiri perang, namun tidak ada jaminan proses ini akan berhasil, terutama mengingat komentar Rusia yang mengisyaratkan kurang mendukung perdamaian.
Menurutnya, Ukraina harus berada dalam posisi untuk tetap kuat dan terus mampu berperang.
Dalam kunjungannya ke KTT Eropa, Zelenskyy melakukan percakapan yang baik dengan politisi Belgia, Bart De Wever, dan mereka saling memahami posisi masing-masing, tetapi karena Ukraina sedang berperang, mereka menghadapi risiko yang lebih besar, dikutip dari TASS.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkap bahwa presiden AS sebelumnya, Joe Biden mengindikasikan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO, bahkan sebelum perang Rusia pecah pada tahun 2022.
"Bahkan sebelum perang dimulai, Joe Biden mengatakan kepada saya secara langsung bahwa Ukraina tidak akan dimasukkan ke dalam NATO," kata Zelenskyy dalam KTT Eropa di Brussels, Kamis.
Zelenskyy mencatat bahwa ia berulang kali mengangkat isu tersebut dengan Gedung Putih, namun hanya menjadi lelucon di kalangan pejabat AS.
Para pejabat AS mengatakan kepadanya bahwa ia sulit diajak berurusan.
Presiden Ukraina itu menunjukkan bahwa posisi AS mengenai masalah tersebut belum berubah, namun ia berkomitmen pada tujuan keanggotaan NATO yang tercantum dalam Konstitusi Ukraina, dikutip dari Suspilne.
Denmark Tuduh Rusia soal Serangan Siber
Pemerintah Denmark menuding Rusia berada di balik dua serangan siber besar pada 2024 yang dianggap sebagai bagian dari perang hibrida.
Serangan tersebut menargetkan perusahaan penyedia air di Denmark dan sejumlah situs web pemerintah menjelang pemilihan lokal.
Dinas Intelijen Pertahanan Denmark (DDIS) menyebut serangan dilakukan oleh dua kelompok peretas pro-Rusia, Z-Pentest dan NoName057(16), yang diyakini memiliki keterkaitan dengan negara Rusia.
Tujuan serangan ini dinilai untuk menciptakan rasa tidak aman, menghukum negara pendukung Ukraina, dan melemahkan dukungan Barat terhadap Ukraina.
Serangan terhadap instalasi air di Køge bahkan menyebabkan kerusakan fisik setelah peretas mengubah tekanan pompa hingga pipa pecah.
Pemerintah Denmark mengecam keras tindakan tersebut, menyatakan serangan itu tidak dapat diterima, dan akan memanggil duta besar Rusia.
Meski dampaknya terbatas, Denmark mengakui sistem keamanannya belum sepenuhnya siap menghadapi ancaman siber dan hibrida.
Sebelumnya, Denmark juga mengalami serangan drone di area bandara dan fasilitas militer, yang mendorong rencana penguatan pertahanan, termasuk pembangunan “tembok drone” Eropa.
Polandia Merasa Terancam jika Ukraina Dipaksa Menyerah
Perdana Menteri Polandia Donald Tusk mengatakan negaranya bisa terancam jika Ukraina dipaksa menyerah kepada Rusia.
“Saya ingin hal ini akhirnya dipahami oleh semua orang – tidak hanya oleh kolega kita di Eropa, tetapi juga oleh semua orang di Polandia – bahwa ketika kita berbicara tentang perlunya mendukung Ukraina menggunakan dana Rusia ini, itu karena kita tahu betul bahwa kemerdekaan Ukraina menjauhkan risiko agresi atau perang dari perbatasan Polandia. Sebaliknya, jatuhnya Ukraina sebagai akibat dari perang ini akan berarti ancaman langsung bagi Polandia,” katanya, Kamis (18/12/2025).
Ia menegaskan para pejabat Uni Eropa mengadakan pertemuan untuk membahas upaya menggunakan aset Rusia yang disita untuk mendukung Ukraina, dalam pertemuan di Brussels, Belgia.
Diskusi pada hari Kamis membahas risiko pembalasan dari Rusia jika mereka menggunakan aset Rusia untuk mendukung Ukraina, terutama negara yang menyita sebagian besar aset Rusia, seperti Belgia yang meminta jaminan dan perlindungan yang jelas.
Pemimpin Polandia itu mengatakan para pemimpin negara Eropa sedang mencari solusi untuk menggunakan aset Rusia yang disita dan langkah melindungi mereka dari pembalasan Rusia, seperti diberitakan The Guardian.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)