Pertanyakan Peran Polisi dalam Kasus Novel Baswedan, Saor Siagian: Mengapa Ini Mati-matian Membela - Tribunnews

Pertanyakan Peran Polisi dalam Kasus Novel Baswedan, Saor Siagian: Mengapa Ini Mati-matian Membela - Halaman all - Tribunnews

Kamis, 18 Juni 2020 21:47
Kuasa Hukum Novel Baswedan, Saor Siagian dalam acara Mata Najwa, Rabu (17/6/2020). Dirinya mempertanyakan peran dari pihak kepolisian dalam persoalan Novel Baswedan.Kuasa Hukum Novel Baswedan, Saor Siagian dalam acara Mata Najwa, Rabu (17/6/2020). Dirinya mempertanyakan peran dari pihak kepolisian dalam persoalan Novel Baswedan.

TRIBUNWOW.COM - Kuasa Hukum Novel Baswedan, Saor Siagian mempertanyakan peran dari pihak kepolisian dalam persoalan Novel Baswedan.

Dilansir TribunWow.com, Saor Siagian mempertanyakan kenapa seolah-olah kepolisian memberikan pembelaan kepada dua terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK.

Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam acara Mata Najwa, Rabu (17/6/2020).

Kuasa Hukum Novel Baswedan, Saor Siagian mempertanyakan peran dari pihak kepolisian dalam persoalan Novel Baswedan. (Youtube/Najwa Shihab)

Menurutnya, sebagai kepolisian yang satu di antara tugasnya adalah membantu menegakkan hukum, maka harus bisa bersikap objektif.

Oleh karena itu, siapapun pelaku dalam sebuah permasalahan harus diberikan tindakan hukum yang tegas, meskipun sebenarnya berasal dari instansi kepolisian itu sendiri.

Seperti halnya yang terjadi pada kasus Novel yang pelakunya adalah dari kepolisian.

"Polisi harus membuktikan siapa pun polisi yang melakukan tindakan kejahatan," ujar Saor.

"Dengan kasus ini karena dia dibilang ini menghina kepolisian."

"Konsekuensinya adalah siapapun polisi apakah dia pake narkoba atau memperkosa jangan dibela logikanya," jelasnya.

Namun menurut Saor, yang terjadi dalam kasus Novel adalah seperti ada peran dari polisi dalam menetapkan tuntutan kepada terdakwa.

Alhasil tuntutan yang diberikan menjadi sangat ringan, yakni satu tahun penjara.

Dirinya lantas tidak ragu menyebut peradilan kasus tersebut layaknya sandiwara.

Ia mengatakan bahwa peran dari jaksa juga tidak berbeda halnya dengan penyidik yang seperti berada di pihak pelaku.

Padahal harusnya memberikan pembelaan kepada korban.

"Sekarang pertanyaan itu kita bilang, mengapa ini mati-matian polisi membela," kata Saor.

"Bagaimana peradilan ini peradilan sandiwara, artinya sebenarnya penyidik sama jaksa sama saja," tegasnya.

Saor kemudian mengungkapkan beberapa kejanggalan dalam proses peradilan, seperti misalnya tidak didatangkannya tiga saksi kunci dalam kasus tersebut.

"Contoh ada tiga saksi kunci, akhirnya kami surati jaksa penuntut umum supaya diperiksa," ungkapnya.

"Tapi yang aneh tidak pernah mau jaksa penuntut umum."

"Padahal mestinya dia harus bersyukur jaksa penuntut umum karena dia mewakili korban, kepentingan korban."

Lebih lanjut, Saor juga mengaku sudah curiga sejak awal dengan pengungkapan dua pelaku oleh kepolisian yang justru dimulai dari penyerahan diri.

Namun pada akhirnya dari kepolisan terlihat seperti meminta supaya mendapatkan hukuman yang ringan.

"Makanya dari awal kita mengatakan ini adalah peradilan sandirwara sengaja korban ini polisi menetapkan dia sebagai tersangka supaya di hukum," sebut Saor.

"Tetapi polisi juga mengatakan supaya dilepaskan."

Oleh karenanya, Saor mempertanyakan peran dan tugas dari kepolisian.

"Sekarang itu yang kita bilang, masyarakat kemudian bingung, apakah sekarang polisi adalah berperan adalah pengacara penjahat polisi atau polisi nasional yang fungsinya tiga, pelindung masyarakat, pelayan masyarakat dan penegak hukum," terangnya.

"Mustinya polisi tidak boleh kemudian membela ini karena dia mengkhianati kepolisian," pungkasnya.

Simak videonya mulai menit ke- 9.19:

Novel Baswedan Sebut 2 Dakwaan atas Kasusnya Palsu

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengaku tidak percaya dengan dua terdakwa penyiraman air keras, yang mengakibatkan satu matanya buta.

Dilansir TribunWow.com, Novel Baswedan menganggap bahwa dua terdakwa, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette bukan pelaku yang sebenarnya.

Hal ini disampaikan Novel Baswedan saat menjadi narasumber dalam acara Mata Najwa, Rabu (17/6/2020).

Sebelumnya Novel mengaku sudah meminta supaya proses penyidikan bisa berjalan objektif dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang ada di lapangan.

Termasuk juga melibatkan keterangan dari saksi-saksi yang ada.

"Saya katakan penyidik harus berjalan dengan objektif berdasarkan bukti, orang memberi keterangan dilihat, dikaitkan dengan bukti-bukti," ujar Novel.

"Di-cross keterangannya benar atau tidak," imbuhnya.

Novel mengaku curiga dengan orang yang menyerahkan diri dan mengaku sebagai pelaku atas kasus tersebut.

Ia mengatakan ada dua kemungkinan yang terjadi dari proses penyerahan dirinya, yakni karena memang karena insyaf atau justru ada maksud lain di balik itu semua.

Menurutnya, kemungkinan lain yang juga masih masuk akal adalah karena mendapat suruhan untuk pasang badan guna menutupi pelaku aslinya.

"Karena kalau orang datang harus ada yang dipikirkan oleh penyidik yang pertama adalah apakah dia datang karena keinsafan? Mengakui perbuatan?," terang Novel.

"Atau memang dia disuruh oleh seseorang untuk mengakui, pasang badan, menutupi peran orang lain dengan sejumlah imbalan."

"Kan dua hal itu bisa dipirkan kritis," ungkap Novel.

Mendengar penjelasan dari Novel, presenter Najwa Shihab lantas memperjelas apakah yang dimaksud oleh Novel adalah sebagai terdakwa joki?

"Dan dalam kasus ini Anda melihat kemungkinannya yang kedua tadi, ini terdakwa joki?," tanya Najwa.

Menjawab kemungkinan tersebut, Novel mengaku tetap mencoba berpikir positif.

Namun dirinya mengatakan bahwa penjelasan dari jaksa tidak ada yang bisa menyakinkan bahwa mereka memang menyerahkan diri dengan alasan karena benar-benar insaf.

Menurutnya, tidak ada bukti yang menguatkan kepada dua dakwaan saat ini atau bisa dikatakan mengada-ada.

Maka dari itu dengan melihat kondisi yang terjadi, Novel justru meminta supaya dua dakwaan tersebut bisa dilepaskan.

"Seharusnya saya harus berpikir positif ya, tapi melihat bukti-bukti semakin tidak jelas, semakin prosesnya biasnya terlalu jauh," jawab Novel.

"Apalagi jaksa menuntut satu tahun, sudah deh kalau jaksa enggak yakin, buktinya enggak ada, dari pada nanti orang dipaksa-paksa dengan bukti mengada-ada lebih bagus dilepas," lanjutnya.

Novel mengaku tidak ingin yang mempertanggungjawabkan kasusnya adalah orang palsu atau bukan pelaku aslinya yang jelas-jelas tidak bersalah.

Menurutnya, jika hal itu dilakukan yang terjadi bukannya memecahkan kasus, melainkan justru jauh dari kata keadilan.

"Dari pada orang yang kemudian dipaksa-paksa kan, dikondisikan faktanya seolah-olah seperti itu terus dihukum justru malah penyimpangannya terlalu jauh nanti," kata Novel.

"Saya bertanya kepada penyidik dia tidak tahu, buktinya kaitannya. Saya bertanya kepada jaksanya juga tidak tahu."

"Saya bertanya ke saksi-saksi yang melihat pelaku mereka bilang tidak yakin kalau mereka pelakunya, saya tidak melihat," ucap dia.

"Tapi dari semua yang saya lihat fakta-fakta itu, rasanya bagaimana saya bisa yakin?" pungkasnya.

(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)

Baca Juga

Komentar