7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI, Ini Profil Lengkapnya - detik

 

7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI, Ini Profil Lengkapnya

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 29 Sep 2021 08:55 WIB
SHARE
7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI, Ini Profil Lengkapnya
7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI, Ini Profil Lengkapnya (Foto: Zaki Alfarabi/detikcom)
Jakarta -

7 pahlawan revolusi korban G30S/PKI jadi saksi bisu kekejaman di masa lalu. Mereka diculik, disiksa hingga dibunuh oleh para anggota gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal sebagai G30S/PKI pada 1 Oktober 1965.

Jasad mereka kemudian ditemukan di daerah Lubang Buaya dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pembunuhan para perwira militer dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam sebuah upaya kudeta.

Dalam surat keputusan Presiden RI No III/Koti/Tahun 1965 tanggal 5 Oktober 1965, mereka yang gugur dinyatakan sebagai Pahlawan Revolusi dan mendapatkan pangkat anumerta. Kemudian sejak berlakunya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009, gelar pahlawan revolusi juga termasuk Pahlawan Nasional.

ADVERTISEMENT

Image parallax1

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagian besar dari para perwira merupakan jenderal yang punya pengaruh kuat di masa pemerintahan presiden Soekarno. Lalu siapa saja mereka? detikcom merangkum informasinya seperti dilansir dari buku berjudul 'Ensiklopedia Pahlawan Nasional' tulisan Julinar Said dan Triana Wulandari dan diterbitkan oleh Kemdikbud.

Baca juga:

7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI: Jenderal Anumerta Ahmad Yani

Ahmad Yani lahir 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo. Di masa pendudukan Jepang, dia mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan pendidikan tentara pada Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Setelah terbentuknya TKR, Ahmad Yani diangkat sebagai komandan di Purwokerto. Ahmad Yani juga turut terlibat dalam penumpasan pemberontak PKI Muso di Madiun pada 1948.

Dia menjabat sebagai Komandan Wehrkreise II daerah Kedu di masa Agresi Militer Belanda II dan membentuk pasukan 'Banteng Raiders' selama bertugas menumpas DI/TII di awa Tengah. Ia kemudian berangkat ke Amerika Serikat (AS) untuk belajar pada Command and General Staff College.

Pada 1958, dia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang untuk menumpas pemberontak PRRI. Pada 1962 diangkat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Kemudian dia difitnah oleh PKI ingin menjatuhkan Soekarno.

Pada 1 Oktober 1965 dinihari dia diculik oleh PKI dan dibunuh. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya dan kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

Baca juga:

7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI: Letjen Anumerta Raden Suprapto

Suprapto lahir pada 20 Juni 1920 di Purwokerto. Ia mengikuti pendidikan militer di Akademi Militer Kerajaan di Bandung, namun terputus lantaran Jepang mendarat di Indonesia.

Di masa Jepang, Suprapto mengikuti kursus pada Pusat latihan Pemuda dan bekerja pada Kantor Pendidikan Masyarakat.

Di awal kemerdekaan, dia aktif merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Kemudian bergabung dengan TKR di Purwokerto dan ikut dalam pertempuran di Ambarawa sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman.

Karir di dinas kemiliteran antara lain sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang, staf AD di Jakarta, Deputi Kepala Staf AD di Sumatera, Deputi II Menteri/Panglima Angkatan Darat Jakarta.

Suprapto menentang keras rencana PKI membentuk Angkatan Kelima. Kemudian pada 1 Oktober 1965 dan dibunuh. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya dan kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

Baca juga:

7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI: Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono

MT Haryono lahir di Surabaya 20 Januari 1924. Pada masa pendudukan Jepang, ia belajar di Ika Dai Gaku (Sekolah Kedokteran) di Jakarta.

Usai proklamasi, MT Haryono ikut bergabung dengan TKR dengan pangkat mayor. Karena pandai bahasa Belanda, Inggris dan Jerman, MT Haryono kerap mengikuti perundingan antara RI dengan Belanda atau antara RI dan Inggris.

MT Haryono menjabat sebagai sekretaris delegasi RI dan Sekretaris Dewan pertahanan Negara, Kemudian jadi wakil tetap pada Kementerian pertahanan urusan gencatan senjata.

Saat Konferensi meja bundar, MT Haryono jadi sekretaris delegasi militer Indonesia. Ia menjadi atase militer RI untuk Belanda pada 1950 dan terpilih sebagai Direktur Intendans dan Deputy III Menteri/Panglima AD (1964).

MT Haryono jadi korban kekejaman G30s/PKI. Pada 1 Oktober 1965 dinihari ia dibunuh di daerah Lubang Buaya dan dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

Simak video 'Gatot Sebut PKI Gaya Baru Sudah Menyusup ke TNI':

7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI: Letjen Anumerta Siswondo Parman

Siswondo Parman lahir 4 Agustus 1918 di Wonosobo, Jawa Tengah. Di masa pendudukan Jepang, dia bekerja pada Jawatan Kenpeitai.

Ia pernah ditangkap karena dicurigai Jepang namun dilepaskan. S. Parman juga dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai.

Pasca proklamasi, dirinya masuk TKR dan diangkat sebagai Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara di Yogyakarta. Pada Desember 1939, diangkat sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya.

S Parman juga mendapat tugas belajar di Military Police School, AS pada 1951. Pada 1959, dia diangkat sebagai Atase Militer RI di London.

Selang lima tahun kemudian, S. Parman diserahi tugas Asisten 1 menteri/pangliman AD dengan pangkat major jenderal. Sebagai perwira AD, dia sangat tau seluk beluk usaha pemberontakan PKI untuk membentuk angkatan kelimanya.

Kemudian pada pada 1 Oktober 1965 dia diculik dan dibunuh. Jasadnya ditemukan di Lubang Buaya dan kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

Baca juga:

7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI: Mayjen Anumerta Donald Ignatius Panjaitan

Donald Ignatius Panjaitan lahir 9 Juni 1925 di Balige, Tapanuli. Di masa Jepang, ia melalui pendidikan militer Gyugun dan kemudian ditempatkan di Pekanbaru sampai Proklamasi Kemerdekaan.

DI Panjaitan ikut serta membentuk TKR dan diangkat sebagai Komandan Batalyon. Pada 1948, menjabat Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi. Kemudian DI Panjaitan juga terpilih sebagai Kepala Staf Umum IV Komandan Tentara Sumatera.

Pada Agresi Militer Belanda II, dia bertugas sebagai pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintahan Darurat RI (PDRI). Kemudian menjabat Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium I Bukit Barisan di Medan, Kepala Staf Tentara dan Teritorium II Sriwijaya, dan bertugas ke luar negeri sebagai atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Selanjutnya DI Panjaitan diangkat menjadi Asisten IV Menteri/Panglima AD dan dapat tugas belajar di AS.

Pada 1 Oktober 1965 dia diculik dan dibunuh oleh PKI. Jasadnya dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

Baca juga:

7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI: Mayjen Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

Sutoyo Siswomiharjo lahir 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada masa pendudukan Jepang, dia belajar di Balai Pendidikan Pegawai Tinggi di Jakarta dan kemudian jadi pegawai negeri di Kantor Kabupaten Purworejo.

Pasca Indonesia merdeka, dia bergabung dengan TKR bagian kepolisian lalu menjadi anggota Corps Polisi Militer (CPM)

Sutoyo Siswomiharjo diangkat sebagai ajudan Kolonel Gatot Subroto dan kemudian dipilih sebagai Kepala Bagian Organisasi Resimen II Polisi Tentara di Purworejo. Dia kemudian berkarir di CPM di Yogyakarta hingga Surakarta.

Lantaran tidak setuju dengan pembentukan angkatan kelima PKI, Sutoyo diculik dan dibunuh pada 1 Oktober 1965. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Kalibata, Jakarta.

Profil 7 pahlawan revolusi korban G30S/PKI lainnya cek di halaman berikutnya

7 Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI: Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean (Ajudan Jenderal A.H. Nasution)

Piere Tendean lahir 21 Februari 1939 di Jakarta. Ia lulus dari Akademi Militer Jurusan Teknik pada 1962.

Setelah lulus, Piere Tendean menjabat Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Medan. Ia turut bertugas menyusup ke Malaysia saat Indonesia berkonfrontasi dengan negara tetangga itu.

Pada April 1965, Pierre Tendean diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution. Pada 1 Oktober 1965, saat PKI mengepung rumah AH Nasution, ia turut ditangkap dan dibunuh. Jenazahnya kini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Baca juga:

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya