Kapal Selam Nuklir, Siasat AS-Sekutu dan Luka Hati Prancis
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fakcdn.detik.net.id%2Fvisual%2F2021%2F09%2F17%2Fkapal-selam-tenaga-nuklir-prancis-kelas-barracuda-suffren_169.jpeg%3Fw%3D360%26q%3D90)
Siasat Amerika Serikat (AS) di Indo-Pasifik bersama sekutunya untuk membendung kekuatan China melalui pendekatan militer dianggap tak selaras dengan jurus negara-negara Uni Eropa. Terlebih siasat negeri Paman Sam itu diawali dengan upaya yang melukai salah satu anggota Uni Eropa: Prancis.
Meski sempat optimistis dengan Presiden AS Joe Biden, kekhawatiran Uni Eropa "ditinggal" AS kini kian kuat. Mereka kecewa ketika AS memutuskan untuk menjalin kerja sama kapal selam dengan Inggris dan Australia tanpa sepengetahuan Prancis.
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fakcdn.detik.net.id%2Fcommunity%2Fmedia%2Fvisual%2F2021%2F09%2F15%2Fwarga-kandahar-turun-kejalan-protes-kebijakan-taliban-5_169.jpeg)
The Washington Post mencatat, kekhawatiran ini sebenarnya sudah muncul sejak 2011, ketika Presiden Barack Obama mengumumkan bahwa AS bakal mengalihkan fokusnya ke Indo Pasifik.
Ketika tampuk pemerintahan bergulir ke tangan Presiden Donald Trump, sikap AS terhadap Uni Eropa kian kentara. Pada 2018, Trump melontarkan pernyataan yang sangat kontroversial.
"Saya pikir, kami punya banyak musuh. Saya rasa Uni Eropa adalah musuh, terkait dengan apa yang mereka lakukan terhadap kami dalam perdagangan," ucap Trump.
Kala itu, Trump juga mendukung Inggris untuk keluar dari Uni Eropa alias Brexit. Uni Eropa melihat AS semakin bergerak menjauh dari bloknya.
Kini, Uni Eropa pun berang karena AS menggandeng Inggris untuk menjalin kerja sama kapal selam bertenaga nuklir dengan Australia di bawah perjanjian AUKUS.
Tujuan utama mereka memang membendung kekuatan China di kawasan. Namun ternyata, kesepakatan itu melukai Prancis yang merasa dikhianati. Pasalnya, sebelum AUKUS disepakati, Australia menangguhkan perjanjian kerja sama kapal selam dengan Prancis.
Dalam tulisannya di The Washington Post, seorang pakar politik Amerika dari Princeton University, Sophie Meunier, mengatakan bahwa kesepakatan AUKUS ini mencabik kepercayaan Prancis.
"Banyak pihak di Prancis melihat kesepakatan kapal selam AUKUS sebagai konfirmasi bahwa AS memang tak lagi dapat dipercaya, bahkan setelah era Trump," tulis Meunier.
Prancis sebenarnya sempat optimistis ketika Biden dilantik sebagai presiden AS. Saat itu, survei lembaga Pew mengindikasikan kenaikan penerimaan publik Prancis terhadap AS hingga 34 poin.
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fakcdn.detik.net.id%2Fcommunity%2Fmedia%2Fvisual%2F2021%2F09%2F17%2Fkapal-selam-tenaga-nuklir-prancis-kelas-barracuda-suffren_169.jpeg)
Para diplomat Prancis bahkan sudah sempat ingin menjalin kerja sama erat dengan AS dalam perkara perubahan iklim hingga terorisme, juga ancaman China.
"Namun ternyata, mereka malah melihat Amerika mengambil keputusan sepihak tanpa konsultasi. Keputusan unilateral ini mungkin dapat membangkitkan kembali sentimen anti-Amerika di Prancis dan sekitarnya," tulis Meunier.
Lebih jauh, Luke McGee dalam analisisnya di CNN menyatakan bahwa kesepakatan AS ini membuat Eropa kebingungan dengan pendekatan mereka ke China.
Beda pendekatan Uni Eropa dan AS-Inggris hadapi China, baca ke halaman berikutnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar