Kendala Vaksin Merah Putih Bukan Dana - CNN Indonesia

 

Kendala Vaksin Merah Putih Bukan Dana

Dewi Safitri, CNN Indonesia
Selasa, 14/09/2021 11:01
BRIN mengungkapkan perkembangan terakhir Vaksin Merah Putih dan sejumlah kendala sehingga terjadi keterlambatan dalam mencapai target.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko. (Grandyos Zafna/ Detikcom)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sementara beberapa penelitian dan uji klinis vaksin Covid-19 di negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Thailand dan Vietnam telah memasuki babak lanjut, proyek akbar Vaksin Merah Putih (VMP) di Indonesia justru dipaksa mundur dari target awal.

Berbagai kendala termasuk logistik dan infrastruktur disampaikan anggota konsorsium sebagai penghambat pencapaian target penyelesaian vaksin.

Isu anggaran juga sempat mencuat melihat kecilnya dana yang dialokasikan untuk pembiayaan VMP dibanding berbagai proyek vaksin global yang telah sukses. Kepada Dewi Safitri, Kepala BRIN LT Handoko yang bertindak sebagai koordinator konsorsium VMP menyatakan anggaran bukan kendala.

Berikut petikan wawancara tertulis yang dilakukan pada beberapa kesempatan terpisah:

Posisi pengembangan VMP tampak "jalan di tempat". Terakhir sampai di mana?

Tujuh tim VMP masih terus bekerja keras untuk melanjutkan pengembangan memakai platform DNA, m-RNA, adeno virus, viral virus, rekombinan protein, virus dilemahkan. Proses pengembangan vaksin memakan waktu cukup lama dengan banyak tahapan yang beresiko gagal.

Untuk itu BRIN telah melakukan realokasi peruntukan anggaran pada tahun ini, dan fokus pada 3 hal terkait penanganan COVID-19: pengembangan VMP, pengembangan alat deteksi / skrining alternatif selain PCR, dan surveilans berbasis WGS (whole genome sequencing).

Tahapan paling krusial adalah pasca-riset, di tahap purifikasi dan seleksi sel klon, dan kemudian dilanjutkan ke uji pra-klinis memakai mencit, uji pra-klinis memakai primata (monyet) dan kemudian baru uji klinis.

Pilihan Redaksi

Khusus untuk uji pra-klinis saat ini kami telah mengidentifikasi masalah terkait ketersediaan animal BSL-3 untuk primata, dan sarana pembuatan vaksin untuk uji dengan standar GMP dari berbagai platform.

Untuk itu saat ini kami fokus pada upaya untuk menyediakan kedua sarana vital untuk jangka panjang, sekaligus membentuk Tim CRO (clinical research organization) untuk mendukung uji klinis dalam jumlah besar, termasuk untuk obat, immunomodulator, suplemen, dan lainnya, ke depan.

Kami lakukan realokasi peruntukan sampai dengan 200 milyar. Utamanya untuk mendukung penyediaan fasilitas GMP untuk produksi terbatas untuk uji praklinis dan klinis, serta animal-BSL-3. Kondisi saat ini yang menjadi masalah ada ketiadaan infrastruktur di tengah antara riset di lab dan industri farmasi seperti saya gambarkan di slide ini.

Masalahnya memang bukan di masalah jejaring dan kolaborasi, tetapi karena ketiadaan infrastruktur. Ini yang sedang kami upayakan segera selesai untuk kemudian menjadi infrastruktur bersama yang bisa diakses dan dipakai oleh semua pihak.

Yang memiliki basis produksi di Indonesia hanya 2 platform, yaitu virus yang dilemahkan, dan terkontaminasi protein berbasis ragi.

Tetapi semua platform tetap kita dukung agar kita memiliki kesiapan teknologi, dan lebih siap saat dibutuhkan. Ini merupakan pelajaran berharga bagi kita di masa pandemi ini.

Dengan berbagai hal tersebut target uji klinis dan produksi seperti apa?

Untuk saat ini harapan kami paling cepat Q1 2022 sesudah bisa masuk uji klinis.

Ketika membahas perbandingan anggaran pengembangan vaksin di beberapa negara tetangga, kelihatan sekali anggaran kita sangat kecil, apalagi kalau dibagi untuk tujuh proyek vaksin. Jumlah 200 milyar untuk tahun ini dianggap tak memadai untuk akselerasi kerja konsorsium. Pandangan Anda?

Saya pastikan kalau anggaran tidak akan menjadi kendala. Anggaran yang diperlukan untuk riset vaksin, dalam arti sampai mendapatkan ekspresi vektor, sama sekali tidak besar. Secara umum hanya diperlukan 1-2 miliar.

Yang besar adalah saat memasuki pelaksanaan tahap yang membutuhkan proses yang terstandar, mulai dari purifikasi dan seleksi untuk mendapatkan sel klon; tahap produksi terbatas memakai fasilitas GMP (Good Manufacturing Practice/ Cara Pembuatan Obat yang Baik); sampai dengan uji pra-klinis memakai hewan (mencit, macaca) di fasilitas animal-BSL-3 (a-BSL-3) yang tersertifikasi; dan uji klinis.

Yang menjadi masalah sebenarnya sejak awal dulu, yang sudah saya identifikasi sejak saya masih Kepala LIPI, adalah ketiadaan fasilitas untuk melakukan hal terstandar di atas. Khususnya fasilitas GMP untuk produksi terbatas sesuai platform vaksin, serta a-BSL-3 untuk macaca. Kalau a-BSL-3 untuk mencit di farmasi dan di LIPI Cibinong sudah siap.

FOTO: Menjelajah Reaktor Matahari Buatan Eropa Pesaing China

Saat ini yang sudah siap fasilitas GMP platform inactivated virus sudah tersedia di PT Biotis yang menjadi mitra UNAIR, yang CPOB baru diperoleh minggu lalu (18/08) dari BPOM. Sehingga VMP UNAIR sudah akan siap untuk diproduksi terbatas untuk diuji pra-klinis ke mencit.

Tetapi fasilitas a-BSL-3 untuk macaca sepemahaman saya belum ada yang siap dan tersertifikasi. Kami akan membantu a-BSL-3 macaca IPB untuk bisa disertifikasi, tetapi kelihatannya itu akan memakan waktu paling cepat sd akhir tahun. PT Biotis juga memiliki tetapi kapasitasnya hanya 12 ekor yang tentu kurang secara statistik.

Karenanya akhirnya kami di BRIN sedang menyiapkan pembangunan a-BSL-3 macaca dengan kapasitas 30-40 ekor, serta fasilitas purifikasi dan GMP untuk platform rekombinan protein di Cibinong. Tahun depan kami juga akan siapkan untuk yang platform m-RNA dan DNA. Ini sekaligus untuk menjadi solusi permanen bagi pengembangan berbagai obat dan vaksin ke depan, baik untuk manusia maupun hewan.

Waktu saya Kepala LIPI, kami sempat terpikir untuk menyediakan fasilitas GMP dan a-BSL-3 macaca seperti halnya infrastruktur riset terbuka yang sudah kami sediakan.

Tetapi setelah dihitung kami mampu membangunnya, tetapi kami tidak akan mampu mendukung proses pelaksanaan terstandar tersebut secara berkesinambungan. Setelah di BRIN kapasitas dan kemampuan ini memang berbeda, jadi sekarang saya berani memutuskan menyediakan semua itu.

Yah inilah keuntungan integrasi di BRIN, kita jadi memiliki purchasing power jauh lebih besar untuk memfasilitasi semuanya.

Terlambat Bukan karena Dana

BRIN mengungkapkan perkembangan terakhir Vaksin Merah Putih dan sejumlah kendala sehingga terjadi keterlambatan dalam mencapai target.

BRIN menyatakan keterlambatan mencapai target Vaksin Merah Putih bukan karena dana. (iStock/FilippoBacci)

Beberapa anggota konsorsium menyatakan alasan keterlambatan target adalah karena logistik. Pandemi menyebabkan keterlambatan kedatangan reagen yang dipesan hingga dua bulan. Harganya naik hingga kemungkinan purchasing power dari anggaran yang disediakan juga jadi lebih rendah.

Apakah tambahan anggaran tidak bisa membantu situasi ini?

Itu hal biasa, karena terlebih tahun lalu semua memang rebutan. Karena reagen, enzim dan lain-lain itu spesifik.

Ini bukan karena dana, tetapi lebih karena seluruh tim belum ada yang berpengalaman mengembangkan vaksin dari nol. Sehingga banyak hal yang belum bisa dimitigasi, termasuk berbagai prosedur dan standar yang harus dipenuhi. Sehingga sempat ada optimisme dan klaim yang terlalu berlebihan di awal dulu. Tetapi tak apa, pandemi ini memberi kesempatan yang bagus untuk semuanya.

Tetapi saat ini mestinya sudah tidak menjadi alasan signifikan karena semua sudah tahu kerangka waktunya, jadi mestinya bisa atur kapan harus pesan dan seterusnya. Barang-barang itu memang bukan sesuatu yang bisa dibeli langsung, harus inden.

Kami selama ini membantu di sisi perpajakan dan percepatan proses di bea cukai.

Anggota konsorsium VMP memperkirakan anggaran untuk uji klinis akan sangat besar melihat praktik trial Sinovac lalu di Bandung. Perhitungan Prof Amin Soebandrio bahkan bisa mencapai 400 milyar. Bagaimana antisipasinya, anggaran cukup?

Untuk uji klinis fase I-III itu juga cukup besar, tetapi saya kira 100 miliar akan mencukupi. Jangan dibandingkan dengan anggaran pihak lain, karena kita tidak memasukkan berbagai biaya yang sudah tercukupi dari fasilitas dan SDM yang sudah kita biayai tanpa adanya VMP ini.

Juga fasilitas a-BSL-3 macaca yang dibangun tidak semua dari nol, karena di Cibinong sudah banyak berbagai fasilitas pendukung terkait, karena lokasinya di kompleks BSL yang sudah ada dan mengalihfungsikan gedung yang ada.

Demikian juga dengan tenaga zoologist, dokter hewan dan bio-safety officer yang semua harus tersertifikasi juga sudah ada. Dan semua kan periset yang sudah digaji.

Yang paling besar nanti memang biaya uji klinis fase I-III, tetapi sebenarnya tidak perlu anggaran yang fantastis juga. Yang lebih menantang adalah karena harus dilakukan dengan metode yang agak berbeda mengingat saat ini sebagian besar masyarakat sudah divaksin.

Misalnya akan ada kelompok kontrol yang terdiri dari orang yang sudah divaksin, tidak seperti waktu uji klinis Sinovac dulu yang cukup dibandingkan dengan kelompok kontrol yang belum divaksin.

Saat ini BRIN fokus menyelesaikan berbagai masalah dan kendala teknis di atas supaya para periset kita bisa benar-benar mencapai tahap pembuktian dari efikasi dan keamanan formula vaksin yang dikembangkan.

Jadi sama sekali bukan anggaran. Inilah tahap yang paling menantang dan krusial. Itu sebabnya juga mengapa sampai saat ini baru beberapa negara saja yang sudah berhasil mengembangkan, sebagian besar negara lain juga masih berkutat sama seperti kita, termasuk negara maju seperti Jepang, Jerman, Perancis, Korsel dll.

Tahun depan proyek VMP masih akan berjalan. Kami mendengar BRIN mengajukan anggaran kelembagaan sebesar 10 trilyun untuk 2022. Berapa bagian akan dialokasikan untuk VMP?

Pola anggaran kita sekarang tidak berbasis proyek (kapling anggaran per-kegiatan), dimana satu proyek membiayai semua hal dari bahan sampai dengan infrastruktur.

Tetapi akan berbaris rumah program seperti 3 tahun terakhir di LIPI. Ada rumah program vaksin, dimana bahan riset untuk VMP akan dibiayai. Selain itu ada rumah program infrastruktur riset, dan sebagian adalah pembangunan aneka infrastruktur untuk VMP.

Jadi sudah tidak relevan untuk VMP berapa. Yang penting apapun kebutuhannya kita akan bisa penuhi.

(vws)



Baca Juga

Komentar