Kemenkes Minta RS Antisipasi Kekurangan Nakes Akibat Omicron
Strategi saat nakes banyak yang terpapar
Sejumlah tenaga kesehatan berjalan menuju ruang perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC), Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat.
Jakarta, IDN Times - Melonjaknya penambahan kasus COVID-19 varian Omicron membuat tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan terpapar.
Banyaknya tenaga kesehatan yang tertular menyebabkan kondisi
kontigensi sampai krisis tenaga kesehatan.
Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan kondisi kontigensi tenaga kesehatan merupakan kondisi kekurangan tenaga kesehatan yang masih dapat diatasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan melalui pengaturan SDM sehingga tidak berdampak pada pelayanan kesehatan.
“Sedangkan kondisi krisis tenaga kesehatan merupakan kondisi kekurangan tenaga kesehatan yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga berdampak pada pelayanan kesehatan,” katanya dalam siaran tertulis pada Senin (14/2/2022)
1. Rumah sakit dapat mengatur jadwal shift dan mobilisasi tenaga kesehatan
ilustrasi nakes kelelahan setelah memberikan pelayanan pasien positif COVID-19 (IDN Times/Ervan)
Nadia mengatakan untuk memenuhi SDM kesehatan pada kondisi kontigensi dan krisis tenaga kesehatan dilakukan melalui internal rumah sakit dan eksternal rumah sakit.
Strategi internal rumah sakit dapat dilakukan dengan pengaturan jadwal shift, mobilisasi tenaga kesehatan dari unit lain untuk membantu pelayanan di layanan COVID-19.
"Disediakan juga transportasi antar jemput dan akomodasi untuk staf, mengurangi/menunda layanan non emergensi, meningkatkan layanan telemedicine," imbuhnya.
Baca Juga: Epidemiolog: Tren COVID-19 Varian Omicron Mulai Menyasar Anak Balita
2. Tenaga kesehatan tanpa gejala bisa berikan pelayanan telemedicine
Infografis Alur Telemedicine/Aditya
Selain itu, dokter/tenaga kesehatan yang sedang menjalankan isolasi mandiri tanpa gejala bisa memberikan pelayanan melalui telemedicine atau memberikan telekonsultasi pada staf atau pasien, penugasan khusus pada dokter yang bertugas di manajemen untuk membantu pelayanan (sebagai konsultan).
Mobilisasi dokter di luar Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) COVID-19 untuk membantu tatalaksana pasien di bawah supervisi DPJP, serta meningkatkan kompetensi petugas dalam perawatan isolasi terutama isolasi intensif.
3. Memobilisasi mahasiswa akhir membantu dalam administrasi
Ilustrasi tenaga nakes memeriksa pasien (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)
Selanjutnya, strategi eksternal rumah sakit, dilakukan dengan mobilisasi relawan (koas, PPDS), koordinasi dengan organisasi profesi dalam penyediaan tenaga cadangan untuk membantu, memobilisasi tenaga kesehatan RS dari wilayah kasus COVID-19 rendah ke tinggi
"Memobilisasi mahasiswa akhir di institusi pendidikan kesehatan terutama membantu dalam administrasi, memobilisasi tenaga kesehatan yang bertugas di non faskes/administrasi kesehatan untuk membantu merawat pasien COVID-19 (dipayungi regulasi izin praktik)," katanya.
Baca Juga: Pemerintah Tunggak Rp25 Triliun untuk Penanganan COVID-19
4. Nakes bisa kembali bekerja setelah hasil negatif
Ilustrasi pelayanan kesehatan pada pasien oleh Nakes Penajam Paser Utara (IDN Times/Ervan)
Nadia menambahkan tenaga kesehatan yang terkonfirmasi COVID-19 baik asimptomatik atau gejala ringan dengan perbaikan gejala serta hilang demam lebih dari 24 jam tanpa obat, dapat kembali bekerja minimal 5 hari setelah gejala pertama muncul (Hari ke-0) ditambah 2x pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) dengan hasil negatif selang waktu 24 jam.
Tenaga kesehatan dengan risiko kontak erat atau terpapar COVID-19 yang sudah mendapat vaksin dosis ke-3 dapat kembali bekerja setelah hasil negatif pada hari ke-2 setelah terpapar.
“Tenaga kesehatan yang sudah mendapat vaksin dosis ke 2 atau belum di vaksin dapat kembali bekerja jika tes NAAT negatif pada hari ke 1-2 setelah terpapar dan dapat diulang pada hari ke 5-7 dan tetap bekerja dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” ucap Nadia.
5. Rumah sakit harus mempersiapkan kekurangan SDM
Ilustrasi petugas medis yang menangani COVID-19 (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
Tenaga kesehatan yang terkonfirmasi COVID-19 baik asimptomatik atau gejala ringan tidak ada pembatasan ketentuan, namun memprioritaskan tenaga kesehatan dengan kondisi tanpa gejala untuk kembali bekerja lebih awal agar dapat melakukan monitoring pasien di ruang isolasi. Hal tersebut harus berdasarkan persetujuan dari yang bersangkutan.
Tenaga kesehatan dengan risiko kontak erat atau terpapar COVID-19 yang sudah mendapat vaksin dosis ke-3 dapat kembali bekerja setelah hasil negatif pada hari ke-2 setelah terpapar.
“Upaya ini kami harapkan segera dipersiapkan oleh setiap kepala dinas kesehatan provinsi/kabupaten dan direktur rumah sakit,” ucap Nadia.
Komentar
Posting Komentar