Kisah Ratusan Santri Kiai Mojo Ikut Berjihad Melawan Kompeni Bersama Pangeran Diponegoro - SINDOnews

 

Kisah Ratusan Santri Kiai Mojo Ikut Berjihad Melawan Kompeni Bersama Pangeran Diponegoro

Kamis, 04 November 2021 - 08:28 WIB
Kisah Ratusan Santri Kiai Mojo Ikut Berjihad Melawan Kompeni Bersama Pangeran Diponegoro
ara santri dan tokoh agama kompak mendukung Pangeran Diponegoro untuk berperang melawan Belanda. (Ist)
A A A
Para santri dan tokoh agama kompak mendukung Pangeran Diponegoro untuk berperang melawan Belanda. Konon kedua kelompok baik santri dan tokoh agama ini juga turut berkumpul di Selarong yang dijadikan markas perjuangan Pangeran Diponegoro.

Menurut sumber Jawa dan Belanda, sebagaimana dikutip dari buku "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785-1825" ditemukan sebuah daftar nama sekitar 200 laki-laki dan perempuan kaum santri , yang bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro.

Beberapa di antara mereka bahkan terdapat orang Arab dan peranakan Tionghoa. Tak ketinggalan golongan santri istana, yang merupakan anggota hierarki pejabat resmi Islam dan resimen pasukan yang direkrut dari para santri keraton.

Beberapa di antaranya adalah Suranatan dan Suryogomo, serta penduduk desa-desa bebas pajak di Yogyakarta dan pondok-pondok pesantren.

Kelompok besar lain dibawa oleh Kiai Mojo, ketika ia bergabung dengan Pangeran Diponegoro di Selarong, awal Agustus. Kelompok ini merupakan anggota keluarga besarnya dan para santrinya yang datang dari tiga pesantren di Mojo dan Baderan, dekat Delanggu, dan Pulo Kadang, dekat Imogiri.

Delapan pemuka agama dan pejabat masjid serta sepuluh guru agama atau kiai guru juga menjadi bagian dari pasukan Pangeran Diponegoro. Mereka ini juga termasuk para pemimpin pondok pesantren mulai dari Bagelan, Kedu, Mataram, Pajang, Ponorogo, dan Madiun.



Sisanya yang 121 orang disebut kiai, suatu istilah yang secara longgar dipakai di Jawa sebagai gelar kehormatan bagi sepuluh desa, guru agama, serta guru kebatinan.

Konon para pemuka agama dan pondok pesantren ini lantaran dipercaya pangeran memiliki kekuatan magis, yang membuatnya bisa terbang dan mempengaruhi cuaca.

Hal ini yang membuat para pemimpin pondok pesantren mencoba meminta jimat hidup berupa darah dari pangeran, dalam diri saudara perempuan Pangeran, Raden Ayu Sosrodiwiryo, untuk memperat ikatan kekerabatan dengan Pangeran Diponegoro.

Dikisahkan para santri dan tokoh agama ini merapat ke Pangeran Diponegoro karena adanya peristiwa saat ribuan tokoh agama dan kaum kerabatnya dibantai di alun-alun Keraton Plered, sekitar tahun 1650. Baca: Ziarah Puja Bhakti Raja Hayam Wuruk demi Langgengkan Kekuasaan dan Hormati Leluhur.

Perang-perang suksesi di Jawa pada akhir abad ke-17 hingga awal abad ke-18 menjadi saksi ketegangan antara keraton dengan kauman, sebuah komunitas agama yang kuat.

Para ulama yang dihormati, seperti ulama di Kajoran, Panembahan Rama, ikut memberontak melawan kekuasaan raja. Hal ini sama dengan pemberontakan yang dipimpin oleh bangsawan muda asal Madura yang saleh, bernama Raden Trunojoyo di tahun 1676-1680. Baca Diduga Hirup Gas Beracun, 2 Warga Jepara Tewas saat Kuras Sumur.

Komitmen pribadi Pangeran Diponegoro terhadap Islam dan kontak - kontaknya yang luas dengan para santri di Jawa tengah bagian selatan, menjadikan Pangeran Diponegoro dianggap seorang bangsawan Jawa, tetapi tidak seperti bangsawan umumnya.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya