Rusia Invasi Ukraina, Palestina Berat Tentukan Sikap

Menlu Palestina, Riyad al-Maliki, mengaku berat untuk menentukan sikap terkait invasi Rusia di Ukraina yang masih terus berkobar setelah tiga pekan. (Antara Foto/Fanny Octavianus)
Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah Palestina mengaku berat untuk menentukan sikap terkait invasi Rusia di Ukraina yang masih terus berkobar setelah tiga pekan.
Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki, mengungkap kesulitan ini dalam wawancara dengan kantor berita setempat, sebagaimana dilansir Anadolu.
"Kami berada di bawah tekanan untuk mengambil sikap terkait apa yang terjadi di Ukraina. Tentu saja, tekanan terus berlanjut terhadap kami dari segala arah, serta semua negara lain untuk mengambil posisi dalam krisis Ukraina," kata Maliki.
Ia kemudian menjelaskan, saat ini Palestina tak mau terlibat dengan konflik dengan salah satu negara Eropa.
"Kami adalah negara di bawah pendudukan. Kami tak bisa menanggung beban mengambil posisi yang menguntungkan satu pihak dengan mengorbankan pihak lain, dan akibat dari posisi itu terhadap kami."
Perang Rusia di Ukraina memicu kemarahan komunitas internasional. Uni Eropa dan sejumlah negara Barat lain, seperti Inggris dan Amerika Serikat, ramai-ramai menjatuhkan sanksi ekonomi ke Moskow.
Namun, sikap dari negara-negara Teluk dan Timur Tengah, terutama Arab Saudi, sangat minim. Saudi menyatakan, mereka ingin menjaga stabilitas pasar minyak.
Sementara itu, Rusia masih terus menggempur Ukraina. Memasuki pekan ketiga invasi, mereka bahkan tak segan menggempur area sipil, seperti rumah sakit bersalin dan apartemen.
Delegasi Rusia dan Ukraina sudah melakukan serangkaian perundingan. Namun, belum ada hasil yang signifikan.
Rusia disebut baru bersedia mengakhiri invasi jika ada kepastian Ukraina tak bergabung dengan Aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Ukraina menjadi negara netral, dan Crimea diakui sebagai bagian wilayah Moskow.
Pertempuran yang terus terjadi menyebabkan banyak korban berjatuhan. Menurut PBB, korban tewas sejak invasi mencapai 636 orang, sementara menurut pemerintah Ukraina, korban meninggal mencapai 2.000 jiwa.
(isa/has/bac)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar