Fenomena Arab Spring Makan Korban Lagi, RI Jangan Sampai Kena - CNBC Indonesia - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Fenomena Arab Spring Makan Korban Lagi, RI Jangan Sampai Kena - CNBC Indonesia

Share This

 

Fenomena Arab Spring Makan Korban Lagi, RI Jangan Sampai Kena

Petrik, CNBC Indonesia
News
13 April 2022 10:56
Insight/ Demo Srilanka
Foto: Insight/ Demo Srilanka/ Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa didesak mundur oleh rakyatnya. Hal ini terjadi saat Sri Lanka mengalami gelombang unjuk rasa yang menuntutnya mundur akibat krisis ekonomi dan kekacauan sosial. Bahkan jantung kekuasaan Sri Lanka yaitu kantor presiden tak luput dari serangan massa, kemarin.

Sri Lanka diterpa krisis ekonomi terparah sejak negara tersebut merdeka tahun 1948. Penyebabnya tingginya harga BBM  dan kebutuhan pokok membuat masyarakat tertekan dan juga penumpukan utang berakhir gagal bayar.

Kejadian di Sri Lanka mengingatkan dengan fenomena 'Arab Spring', saat kekacauan sosial dan penggulingan pemerintahan terjadi beruntun di kawasan Arab sejak dua dekade lalu.

Peneliti dari Institut Studi Asia Selatan di Universitas Nasional Singapura, Chulanee Attanayake seperti dikutip dari CNBC International, Rabu (13/4) mengatakan apa yang terjadi di Sri Lanka mirip dengan fenomena Arab Spring di Tunisia.

"Di Sri Lanka sedang terjadi protes anti-pemerintah soal keterpurukan ekonomi, inflasi yang tinggi dan masalah kekurangan kebutuhan pokok. Slogan-slogan yang mirip yang digunakan saat Arab Spring melanda," katanya.

Bara api The Arab Spring dimulai dari seorang pedagang kaki lima bernama Mohamed Bouazizi (1984-2011) di Tunisia yang membakar dirinya sendiri. Itu dilakukannya setelah barang dagangan milik pedagang buah dan buah ini disita serta dirinya dilecehkan dan dihina pejabat kotapraja Ben Arous dan jajarannya. Kisahnya lalu memancing kemarahan massa selama berminggu-minggu melakukan demonstrasi memprotes korupsi, kebebasan berbicara dan isu lainnya.

Demonstrasi yang terjadi di berbagai kota di Tunisia itu membuat Presiden Zine El Abidine Ben Ali, yang telah berkuasa 23 tahun, harus mundur 14 Januari 2011. Apa yang terjadi Tunisia itu merembet ke Mesir juga dengan demonstrasi-demonstrasi yang memaksa Presiden Hosni Mubarak mundur pada 11 Februari 2011, setelah berkuasa sekitar 30 tahun. Di Libya Kolonel Moammar Gaddafi yang berkuasa lebih dari 40 tahun juga digulingkan.

Tak hanya Mesir dan Libya saja, beberapa kepala negara dan pemerintahan di negara-negara Arab kala itu kehilangan nafsu berkuasa. Ada yang mengumumkan tidak akan mencalonkan diri untuk pemilihan periode selanjutnya, bahkan ada yang rela mengundurkan diri dengan imbalan kekebalan hukum. Beberapa negara Arab ketakutan akan protes-protes yang berpotensi muncul di negara mereka masing-masing. Arab Spring disebut pula sebagai Pemberontakan atau pergolakan Musim Semi Arab.

Negara-negara Arab itu adalah negara-negara penghasil minyak yang cukup berpengaruh di dunia. Setidaknya Arab Spring telah mempengaruhi harga minyak dunia. "Arab Spring mendongkrak harga minyak menjadi lebih tinggi sejak produksi di Libya, salah satu produsen minyak terbesar dunia dan pengekspor utama minyak ke Eropa, sebagian dihentikan karena kerusuhan," tulis Khalid A. Al-Sayed dalam GCC and Arab Spring (2013:67) .

Pada bulan Februari 2011 sudah muncul dugaan harga minyak akan naik. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menembus US$90 per barel dan Brent akan mendorong lebih jauh ke US$100. Kenaikan itu terjadi selama beberapa tahun.

Data Microtrends menyebut sejak pertengahan 2011 hingga 2014, harga minyak minyak dalam kisaran di atas US$ 93 per barel. Di tahun 2015 barulah harga minyak turun kembali hingga US$ 48,72 per barelnya dan mencapai US$ 43,58 per barel. Di tahun 2017 harga minyak bergerak naik lagi hingga US$ 50,84 per barel dan pada 2018 mencapai 64,90 perbarel. Ini adalah kemalangan bagi negara pembeli minyak.

Kenaikan harga minyak dunia ikut mempengaruhi kenaikan harga barang-barang kebutuhan lain di segala penjuru dunia. Tak terkecuali di Indonesia. Perang Rusia-Ukraina yang membuat minyak dari Rusia tak bisa dijual juga telah mendongkrak harga minyak hingga menembus US$ 100 per barel.

Dengan melihat harga minyak, maka Perang Rusia-Ukraina tentu saja lebih buruk daripada seperti di masa-masa Arab Spring satu dekade silam. Kenaikan harga-harga kebutuhan di Indonesia saat ini sedang terjadi, apalagi menjelang lebaran tahun ini.

TIM RIET CNBC INDONESIA

Sri Lanka Gagal Bayar Utang Rp732 Triliun


(pmt/pmt)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages