Benny Wenda Desak OPM Bebaskan Pilot Susi Air yang Disandera
Pemimpin ULMWP Benny Wenda mendesak OPM bebaskan warga Selandia Baru yang disandera, menekankan relasi yang sangat baik dengan Wellington. (Dok. The Office of Benny Wenda)
Jakarta, CNN Indonesia --
Pemimpin Organisasi Kemerdekaan Papua Barat dan Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda meminta Organisasi Papua Merdeka (OPM) membebaskan pilot Susi Air, Phillip Mehrtens, yang disandera sejak dua pekan lalu.
Mehrtens merupakan warga Selandia Baru. Kepada Radio New Zealand, Benny menegaskan tak memaafkan tindakan penyanderaan itu dan meminta OPM membebaskan Mehrtens secara damai.
Lebih lanjut, dalam wawancara itu Benny juga menyampaikan simpati untuk warga Selandia Baru dan keluarga Mehrtens atas insiden itu.
Ia menilai kejadian tersebut salah satu dampak lantaran Indonesia menolak kunjungan Komisaris Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengunjungi Papua.
Pada 2018, Presiden Joko Widodo mengundang langsung Komisioner HAM PBB untuk berkunjung ke Papua. Namun, hingga kini tidak ada kejelasan dari pemerintah terkait progres dari rencana lawatan itu.
"Jadi yang terjadi saat ini adalah peringatan kepada Indonesia untuk mengizinkan Komisaris Tinggi PBB untuk HAM berkunjung, yang mereka abaikan selama bertahun-tahun," ujar Benny kepada Radio New Zealand, Selasa (21/2).
Ia kemudian berujar, "Kami tak bermusuhan [dengan Selandia Baru]. [Hubungan] kami sangat baik."
Benny lalu mengatakan Selandia Baru merupakan pendukung kuat Papua Barat.
Ia juga mengungkapkan Indonesia harus mempertimbangkan tuntutan OPM.
Mehrtens menjadi sorotan usai disandera OPM sejak 7 Februari lalu. Ia dilaporkan menghilang tak lama setelah kelompok tersebut membakar pesawat Susi Air di Nduga.
Beberapa hari kemudian pemerintah Indonesia mengonfirmasi bahwa Philip disandera OPM.
Belakangan, Indonesia sudah mengetahui titik koordinat pilot Susi Air itu. Namun, sejauh ini aparat belum melakukan tindakan pembebasan karena Selandia Baru meminta tak ada kekerasan saat operasi pembebasan warganya.
(isa/rds)
Komentar
Posting Komentar