Kisah Perjuangan Anak Buruh Tani Kuliah hingga ke Swedia, Apa Kunci Suksesnya? - inews - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Kisah Perjuangan Anak Buruh Tani Kuliah hingga ke Swedia, Apa Kunci Suksesnya? - inews

Share This

 

Kisah Perjuangan Anak Buruh Tani Kuliah hingga ke Swedia, Apa Kunci Suksesnya?

Kisah Perjuangan Anak Buruh Tani Kuliah hingga ke Swedia, Apa Kunci Suksesnya?
Fajar Sidik Abdullah Kelana (Dok. Pribadi)

JAKARTA, iNews.id - Kesuksesan tidak selalu melihat dari latar belakang keluarga seseorang. Buktinya, seorang anak buruh tani asal Sragen, Jawa Tengah bernama Fajar Sidik Abdullah Kelana berhasil kuliah hingga ke Swedia. Bagaimana kisahnya?

Kehidupan yang dialami Fajar tidaklah semudah yang dibayangkan. Fajar kecil harus berjuang bersama ibunya berdua karena telah ditinggal sang ayah meninggal dunia sehari setelah ia lahir. Bahkan, untuk mencari kehidupan yang lebih baik, Fajar dan ibunya merantau berdua ke Jakarta.

"Tahun 1998, ekonomi di Sragen memburuk karena krisis moneter di Indonesia, Ibu akhirnya memutuskan untuk merantau ke Jakarta untuk cari kehidupan yang lebih baik," kata dia saat berbincang dengan iNews.id baru-baru ini.

Fajar pun dapat menuntut ilmu di Jakarta sampai dengan duduk di bangku SMA. Sayang, saat seleksi undangan masuk perguruan tinggi negeri, Fajar harus menerima kenyataan bahwa ia tidak lolos.

Namun, kenyataan itu tidak membuatnya patah semangat. Fajar memutuskan untuk belajar dan mengikuti seleksi ujian tulis di Universitas Gadjah Mada (UGM). Saat pengumuman, ia pun dinyatakan lulus di jurusan Teknik Mesin.

Kuliah di UGM

Tak seperti orang kebanyakan, pengumuman kelulusan tersebut justru membuatnya bingung. Pasalnya, ia tidak tahu berapa biaya yang harus ia keluarkan untuk menempuh pendidikan di sana. Dengan modal nekat, Fajar pun berangkat ke Yogyakarta.

"Dulu 2012 nggak se-digital sekarang. Internet sudah ada, tapi nggak gampang informasi terkait pendaftaran. Bingung, tapi kekeuh mau kuliah, akhirnya bilang ke Ibu ikut daftar ulang siapa tahu dapat beasiswa," tuturnya.

Saat daftar ulang, ternyata biaya yang dibutuhkan sebesar Rp40 juta. Mengetahui hal itu, ia mencoba mencari informasi terkait beasiswa dan akhirnya mendapat keringanan untuk membayar hanya Rp10 juta saja.

"Akhirnya saya dapat dukungan dana kuliah dari orangtua asuh yang dulu membiayai pendidikan saya dari SD sampai SMA tapi nggak bisa full. Akhirnya saya bisa kuliah," ucap dia.

Perjuangan itu ternyata harus ia jalani sampai dengan waktu kelulusan. Fajar harus berjuang mendapatkan biaya agar bisa membayar uang semesternya, ia pun memutuskan untuk mencari beasiswa.

"4 tahun kuliah jungkir-balik. Kepikiran kerja sambil kuliah tapi beban dan belajarnya lebih berat juga. Dari tahun pertama saya sudah sibuk riset mobil listrik di Tim Mobil Listrik Arjuna UGM, jadi saya juga harus tetap menjaga nilai akademik saya supaya tetap bagus," ujar pria kelahiran tahun 1994 ini.

Memutuskan Kuliah ke Swedia

Meskipun dari keluarga yang sederhana, Fajar tak pernah mengubur mimpi-mimpinya. Bahkan, di tahun kedua perkuliahan, ia sudah memikirkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.

"Di tahun kedua dan ketiga dulu lihatnya kuliah S2 di luar negeri itu keren saja gitu. Tahun keempat baru ngerasa ternyata kuliah S2 di luar negeri itu penting banget untuk memperdalam ilmu," katanya.

Dari situ, Fajar mulai banyak bertanya kepada seniornya terkait kuliah S2 di luar negeri. Ia pun mendapatkan informasi terkait beasiswa LPDP dan mulai mempersiapkan berkas-berkas untuk mendaftar beasiswa LPDP.

Tahun 2017 Fajar dinyatakan lolos beasiswa LPDP di KTH Royal Institute of Technology. Namun, ia harus menunda keberangkatannya karena harus mengerjakan riset di UGM.

Setelah dua tahun melakukan riset, Fajar pun berangkat kuliah ke Swedia di tahun 2019. Meskipun berbeda budaya dengan di Indonesia dan butuh waktu penyesuaian, ia merasa tidak ada kesulitan yang berarti.

"Tantangannya dibilang berat sih ngga juga, tapi ngga ringan juga. Karena S2 kan pasti lebih berat dari S1, selain itu beda negara, beda bahasa dan beda budaya juga. Jadi itu jadi tantangan tersendiri," kisahnya.

Meskipun begitu, Fajar berhasil lulus di tahun 2021. Di sana ia juga mengukir prestasi yang membanggakan dengan menjadi 20 top inovator muda terbaik di dunia James Dyson Award.

Kini, Fajar tengah merintis sebuah usaha bernama Banoo Indonesia. Projek tersebut terkait teknologi yang bisa berguna bagi para petani atau pembudidaya ikan untuk meningkatkan hasil panennya.

Wah, keren ya kisah dari Fajar. Semoga bisa menginspirasi ya!

Editor : Puti Aini Yasmin

Follow Berita iNews di Google News

[Category Opsiin, Media Informasi]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages