Penghentian Paksa Ibadah Gereja di Lampung, FKUB: Itu Miskomunikasi
Selasa, 21 Februari 2023 | 04:24 WIB
Oleh: Dwi Argo Santosa / DAS

Bandar Lampung, Beritasatu.com - Penghentian paksa ibadah jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) oleh beberapa warga Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung, Minggu (19/2/2023), tidak disikapi dengan lugas oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) maupun pamong setempat.
Ketua FKUB Bandar Lampung, Purna Irawan menyebut penghentian paksa ibadah itu sebagai miskomunikasi.
Sementara camat setempat malah mengatakan rekaman penghentian paksa ibadah yang viral, bukan pelarangan untuk jemaat beribadah.

"Tentang kejadian antara warga dan jemaat yang melaksanakan kebaktian, itu hanya miskomunikasi antarkedua belah pihak," kata Purna Irawan yang dihubungi Antara, Senin (20/2/2023).
Seperti diberitakan sebelumnya, Wawan Kurniawan, Ketua RT 12 di Kelurahan Rajabasa Jaya, Bandar Lampung, menghentikan paksa ibadah jemaat GKKD. Pasalnya, gereja yang terletak di Jalan Soekarno Hatta, Gang Anggrek RT 12 Kelurahan Rajabasa Jaya, itu belum memiliki izin.
Sedangkan menurut Ketua Pembangunan GKKD, Parlin Sihombing, pihaknya sudah sejak 2014 membuat izin dan sudah dapat 75 KTP pendukung warga sekitar.
Penghentian paksa ibadah itu sempat direkam oleh beberapa jemaat dan kemudian viral. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dalam siaran persnya menyebut bahwa video penghentian paksa ibadah tersebut menimbulkan keresahan di kalangan umat Kristen.
Menurut Purna Irawan, pihak-pihak terkait yang viral di media sosial tersebut sudah berhasil dimediasi bersama Polresta Bandar Lampung dan Kementerian Agama (Kemenag).
"Kami memang sudah dapat memediasi itu. Jadi pertama, kita tentu ingin kehidupan beragama di Kota Bandar Lampung ini harmonis, dengan kerukunan yang terjaga sebab ini kota kita bersama. Apa pun masalahnya yang ada, bisa diselesaikan dengan cara bermusyawarah," katanya.
Purna Irawan mengungkapkan bahwa sebelum insiden itu sudah pernah ada pertemuan antarkedua belah pihak. Dalam pertemuan disepakati bahwa lokasi itu belum menjadi gereja namun rumah tempat tinggal. "Karena kalau untuk gedung gereja persyaratannya akan jauh lebih berat," kata dia.
Mengacu Peraturan Bersama 2 Menteri Nomor 9 dan 8/2006, yakni Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, bahwa rumah tempat tinggal itu bisa dijadikan tempat peribadatan akan tetapi dengan sejumlah persyaratan.
"Nah pengurus GKKD dan jemaat diminta untuk memenuhi persyaratan tersebut oleh warga. Namun belum terpenuhi syarat itu, jemaat melakukan peribadatan," kata Purna Irawan.
Pada Minggu (19/2/2023) memang ada sejumlah aparat kampung yang menghampiri lokasi peribadatan jemaat GKKD, tapi posisi gerbangnya dikunci. Karena tak kunjung dibuka maka mereka meloncati pagar untuk masuk gereja dan menghentikan ibadah.
"Oknum aparat kampung itu datang untuk mengingatkan dan menghentikan kegiatan peribadatan karena takut masyarakat berkumpul sehingga terjadi kekacaubalauan," kata dia.

Purna Irawan menegaskan, FKUB berkomitmen bahwa setiap warga negara berhak menjalankan nilai-nilai agamanya masing-masing dengan aman, tenang serta berjalan lancar dan rukun.
"Hanya saja tentu keinginan kita supaya mereka melaksanakannya tetap tenang, rukun, berjalan lancar, untuk itu harus terpenuhi syarat-syaratnya," kata dia.
Senada dengan Purna Irawan, Camat Rajabasa, Hendry Satria Jaya juga menyampaikan bahwa pada pertemuan dan persetujuan 2016 dan 2022 disebut jemaat bisa menggunakan lokasi tersebut untuk peribadatan apabila izinnya sudah diurus.
Meski faktanya jelas terjadi penghentian paksa ibadah, Hendry Satria Jaya menyatakan bahwa kejadian video viral di media sosial itu bukan pelarangan untuk ibadah. “Karena ibadah orang tidak boleh dilarang. Jadi lokasi itu memang belum ada izin penggunaan tempat ibadahnya," katanya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
TAG:
[Category Opsiin, Media Informasi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar