Waduh! Ternyata Negara Ini yang Jegal RI Sampai Kalah di WTO
Jakarta, CNBC Indonesia - Sikap Indonesia untuk menutup keran ekspor bijih nikel ternyata hanya ditentang oleh satu kelompok saja, yakni Uni Eropa yang menggugat ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO).
Hal tersebut diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan.
"Jadi memang yang mengajukan kasus kan cuma Uni Eropa, AS juga tidak mengajukan gugatan, jadi cuma Uni Eropa," kata dia dalam Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Sabtu (18/2/2023).
Lebih lanjut, ia menyadari Indonesia kemungkinan akan digugat kembali di WTO menyusul adanya kebijakan hilirisasi komoditas melalui larangan ekspor mineral mentah lainnya seperti konsentrat tembaga, bauksit, timah dan lain sebagainya. Namun, menurut dia pemerintah sudah siap dengan segala risiko yang bakal dihadapi.
"Saya pikir itu satu risiko. Tapi di saat yang sama kita juga punya kepentingan sendiri, kita ingin bangun perekonomian kita, kita ingin jadikan hilirisasi yang hasilnya untuk bisa bersaing di dunia," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah berpendangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, Indonesia tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB).
"Keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga Pemerintah akan melakukan banding," ujar Arifin dalam Raker bersama Komisi VII, beberapa waktu lalu.
Selain itu, kata Arifin pemerintah juga akan mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral (nikel) dengan mempercepat proses pembangunan smelter. Adapun final panel report yang sudah keluar pada tanggal 17 Oktober 2022 berisi beberapa poin penegasan.
"Memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Berikutnya, menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan.
Kemudian, final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada tanggal 30 November 2022 dan akan dimasukan ke dalam agenda DSB pada tanggal 20 Desember 2022.
Setidaknya ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar ketentuan WTO. Pertama, UU Nomor 4 Tahun 2009: Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kedua, Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019: Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ketiga, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019: Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Keempat, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020: Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
[Category Opsiin, Media Informasi]
Komentar
Posting Komentar