Gaduh Pernyataan Mahfud MD soal Dugaan Transaksi Janggal di Kemenkeu, ICW: Fokus Tindak Pelaku TPPU - MSN
Gaduh Pernyataan Mahfud MD soal Dugaan Transaksi Janggal di Kemenkeu, ICW: Fokus Tindak Pelaku TPPU
JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diharapkan tak berkepanjangan.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengatakan, pemerintah, lembaga legislatif, dan aparat penegak hukum harusnya fokus mengusut dugaan yang bermula dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tersebut, bukan malah meributkan pernyataan Mahfud.
"Harusnya polemik ini bisa segera diselesaikan karena musuh utama kita itu justru adalah para pelaku tindak pidana pencucian uang, para pelaku korupsi yang telah ditemukan hasil analisisnya oleh PPATK," kata Agus dalam tayangan Sapa Indonesia Pagi Kompas TV
Menurut Agus, wajar saja PPATK menyampaikan laporan dugaan transaksi janggal itu ke Mahfud. Sebab, Mahfud merupakan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dia justru heran pernyataan Mahfud jadi perdebatan. Sebab, ini bukan kali pertama temuan PPATK dibuka ke publik oleh pejabat terkait.
Belum lama ini, ada pejabat PPATK yang mengungkap dugaan dana Rp 45 triliun yang terindikasi sebagai hasil tindak pidana pencucian uang green financial crime atau kejahatan finansial di bidang kehutanan, lingkungan hidup, serta perikanan dan kelautan.
Menurut pejabat PPATK itu, sebagian dana tersebut mengalir ke sejumlah politikus untuk membiayai pemenangan mereka pada Pemilu 2019 lalu dan Pemilu 2024 mendatang.
Beberapa tahun sebelumnya, sempat pula diungkap temuan PPATK mengenai transaksi mencurigakan senilai Rp 1,5 triliun dari rekening aparatur sipil negara (ASN), hingga rekening gendut sejumlah perwira Polri.
"Itu beberapa hal yang menurut saya tidak terlalu heboh," ujar Agus.
Oleh karenanya, menurut Agus, pihak-pihak terkait mestinya memprioritaskan pengusutan dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di Kemenkeu alih-alih memperpanjang polemik pernyataan Mahfud.
Apalagi, temuan PPATK tersebut telah diserahkan ke Inspektorat Jenderal Kemenkeu, pihak yang berwenang menindaklanjuti dugaan pelanggaran.
Agus bilang, musuh negara sesungguhnya ialah para pelaku tindak pidana pencucian uang dan koruptor.
"Jadi fokusnya harusnya ke situ antara kementerian, DPR, dan lain-lain untuk segera menyelesaikan itu," tuturnya.
Sebelumnya, Mahfud MD membuat pernyataan menghebohkan dengan menyebut adanya dugaan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu senilai Rp 300 triliun.
Pergerakan uang tersebut, kata Mahfud, sebagian besar berada di Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi, terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai, itu yang hari ini," katanya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (8/3/2023).
Menanggapi Mahfud, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa tidak semua laporan dugaan transaksi janggal itu berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.
Dari laporan PPATK yang berisi kompilasi 300 surat dugaan transaksi janggal, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu. Nilainya "hanya" sekitar Rp 22 triliun.
"Bahkan 22 triliun ini, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang nggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi transaksi dengan keluarga, transaksi jual beli aset, jual beli rumah, itu 3,3 triliun," tuturnya.
Kegaduhan itu berbuntut panjang. Oleh sejumlah pihak, Mahfud MD, Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dinilai membocorkan dokumen rahasia TPPU ke publik.
Dalam rapat kerja bersama PPATK beberapa waktu lalu, Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengingatkan, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mengatur sanksi pidana 4 tahun bagi pihak yang membocorkan dokumen rahasia TPPU.
“Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko (menteri koordinator), yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,” kata Arteria Dahlan dalam Rapat Kerja dengan PPATK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Tak hanya itu, Mahfud bersama Sri Mulyani dan Ivan Yustiavandana dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Ketiganya dilaporkan atas dugaan tindak pidana pembocoran data rahasia TPPU.
Komentar
Posting Komentar