Laporkan Menko Polhukam, Menkeu, dan Kepala PPATK, MAKI: Mudah-mudahan Ditolak Polisi - Kompas

 

Laporkan Menko Polhukam, Menkeu, dan Kepala PPATK, MAKI: Mudah-mudahan Ditolak Polisi

Kompas.com, 28 Maret 2023, 14:40 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKIBoyamin Saiman resmi mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan soal pembocoran data rahasia terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun.

Dalam laporannya, ia melaporkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adapun, laporannya dilakukan Boyamin dengan cara berkirim surat kepada Kepala Bareskrim Polri Komjen Agus Andrianto

“Sesuai janji saya, saya hadir di Bareskrim hari ini untuk melaporkan dugaan tindak pidana membuka rahasia data atau keterangan hasil dari PPATK yang diduga dilakukam oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana terus Menko Polhukam Pak Mahfud MD, terus Menteri Keungan Ibu Sri Mulyani Indrawati,” kata Boyamin di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Video Terkini

Laporan soal pembocoran data rahasia itu dibuat Boyamin karena ingin menguji pernyataan sejumlah pernyataan anggota Komisi III, termasuk Arteria Dahlan, yang mengatakan ada ancaman pidana terhadap pihak yang membocorkan data rahasia.

Diketahui, Arteria Dahlan dalam rapat komisi tanggal 22 Maret 2023 lalu, pernah memperingatkan soal adanya ancaman pidana penjara terhadap orang yang membocorkan data rahasia.

Arteria menyebut ada kewajiban merahasiakan dokumen tentang TPPU, jika dilanggar dapat terancam pidana Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.

Lebih Lanjut, Boyamin juga menjadikan pernyataan anggota Komisi III DPR RI lainnya yaitu Arsul Sani dan Benny K Harman dalam rapat Komisi III DPR RI yang digelar tanggal 22 Maret 2023 lalu.

“Terus Arsul Sani menyatakan Pak Mahfud tidak berwenang mengumumkan. Terus Pak Benny K Harman ada dugaan serangan poltik kepada Kementerian Keuangan atau orang kementerian keuangan,” ungkapnya.

“Dari rumusan itu maka saya pura-pura atau sungguh-sungguh merumuskan apa yang dikatakan temen-temen DPR itu sebagai sebuah tindak pidana dan saya laporkan ke Bareskrim,” ujar Boyamin.

Terkait laporannya ini, ia berharap Bareskrim menolak laporannya. Sebab, tujuannya melapor adalah agar tidak ada lagi ada kegaduhan dan perdebatan antara DPR RI dan pemerintah.

Ia juga justru mendukung langkah Menko Polhukam, Menkeu, dan Kepala PPATK untuk membuka data soal pencucian uang di lembaga/kementerian negara agar diproses hukum pelakunya.

“Nah daripada ini perdebatan terus antara pemerintah dan DPR, sudahlah saya ngalah lapor ke polisi gitu loh. Jadi sederhananya begitu. Tapi sebenarnya saya laporan ini ke SPKT bikin LP dan mudah-mudahan ditolak malahan, jadi karena apa kalau ditolak kan bukan pidana,” tutur dia.

Diketahui, Mahfud MD sempat mengatakan ada temuan transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu selama periode 2009-2023 dalam konferensi pers pada Pada Jumat (10/3/2023). Mahfud menyebut transaksi itu terindikasi ada dugaan TPPU.

Selain Mahfud, Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin (20/3/2023) juga memaparkan 300 surat PPATK perihal nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023.

Dilansir dari Kompas TV, Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan pernah memperingatkan soal ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun bagi pelanggar pelanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tepatnya mengenai kewajiban merahasiakan dokumen tentang TPPU.

Arteria Dahlan memperingatkan ketentuan adanya ancaman pidana kepada setiap orang, tak terkecuali kepada Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko (menteri koordinator), yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,” kata Arteria Dahlan dalam Rapat Kerja dengan PPATK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Arteria mengatakan ada sanksi bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap pasal tersebut, yakni dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Adapun peraturan yang dibahas oleh Arteria adalah Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam Pasal 11 Ayat (1) UU itu disebutkan, bahwa pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut UU 8/2010 wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut UU 8 tahun 2010.

Dalam Pasal 11 Ayat (2), tercantum bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan, sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tag

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya