Petaka Tanah Merah Plumpang, Mencari Legalitas hingga Was-was Ledakan - CNN Indonesia

 

Petaka Tanah Merah Plumpang, Mencari Legalitas hingga Was-was Ledakan

CNN Indonesia
5-7 minutes
Minggu, 05 Mar 2023 06:40 WIB
Petaka warga Tanah Merah, Plumpang, sulitnya mencari legalitas kependudukan dan bertahan hidup dibayangi bahaya ledakan depo.

Foto udara permukiman penduduk yang hangus terbakar dampak kebakaran Depo Pertamina Plumpang di Jalan Koramil, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta, Sabtu (4/3/2023). (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Jakarta, CNN Indonesia --

Hujan baru saja mereda saat bau menyengat menyerbak dari depo Pertamina Plumpang di Jakarta Utara, Jumat (3/3) malam. Warga yang tinggal dekat depo Pertamina pun keluar berlarian dari rumah masing-masing.

Memori buruk 2009 masih melekat di kepala mereka. Kala itu, tangki bensin di depo Pertamina Plumpang terbakar karena gesekan antara slot ukur dan alat pengambil sampel bahan bakar minyak (BBM).

Trauma atas kejadian itu membuat warga pun berlarian keluar rumah. Tak lama kemudian, dua kali ledakan terdengar.

Api pun mulai menyambar ke pemukiman padat di lokasi yang dikenal warga dengan sebutan "tanah merah". Langit malam menyala-nyala karena kobaran api yang terus melahap perumahan padat penduduk.

Warga berdesakan mencari perlindungan di gang sempit. Sebagian berteriak, sebagian menangis. Tak sedikit warga terjatuh saat menuju ke tempat aman.

Sebanyak 52 unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan, tetapi akses sempit menyulitkan pemadaman api. Aksi pemadam kebakaran berhasil menaklukkan si jago merah pada Sabtu (4/3) sekitar pukul 02.19 WIB. Namun, sejumlah rumah warga keburu hangus. 

"Chaos. Mereka bercermin dari tahun 2009, panik. Waktu itu mesin pompa bisa masuk, ini agak kesulitan. Mobil damkar harus gantian keluar-masuk," kata Bendahara RW 2 Rawa Badak Selatan Mulyadi saat ditemui CNNIndonesia.com, Sabtu (4/3).

Mulyadi berkata perumahan padat penduduk yang mepet dengan depo mempermudah sambaran api. Dia memperkirakan ada ratusan kepala keluarga yang tinggal mepet dengan depo.

Pria yang tinggal di Rawa Badak Selatan sejak 1982 itu bercerita awalnya tanah merah tak berpenghuni. Tak ada satu pun rumah yang berdiri. Tanah itu dijaga tentara dan polisi karena aset negara.

Pada awal reformasi, warga luar daerah mulai berdatangan. Mereka mulai mematok tanah setelah aparat tak lagi ketat menjaga. Sedikit demi sedikit rumah pun dibangun.

Warga-warga tinggal di atas tanah merah dekat depo Pertamina secara ilegal pada awal 2000-an. Mereka baru dapat legitimasi dari negara usai Joko Widodo menjadi gubernur.

"Status kewarganegaraan doang, KTP. Jokowi pas gubernur memberikan. Dulu mereka disebut warga liar, warga gelap, warga tanah merah," ujarnya.

Setelah kebijakan itu, pengakuan negara terus berkembang. Pemerintah setempat membentuk rukun warga khusus warga tanah merah. Sekarang, mereka tercatat sebagai warga RW 9 dan RW 8 Rawa Badak Selatan.

Tak berhenti di situ, warga tanah merah mendapat izin mendirikan bangunan (IMB) di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sebagian warga tak punya sertifikat tanah, tetapi boleh mendirikan bangunan.

"Pak Anies juga resmiin surat bangunan, IMB. Kan ngukur bangunan semua. Jadi, sama kontrak Anies ini semua dirapikan," kata warga RW 9 Rawa Badak Selatan Deden Mustafa saat ditemui CNNIndonesia.com, Sabtu (4/3).

Deden berkata warga yang mendapat IMB boleh mendirikan bangunan asal bayar iuran. Dia, misalnya, membayar Rp200 ribu setahun untuk bangunan 6 meter x 16 meter.

Meski demikian, ia mengaku tak tahu bagaimana nasib perumahan warga tanah merah usai Anies lengser. Dia mengaku masih menunggu kejelasan dari pemerintah daerah.

Bertahan di zona bahaya

Deden telah mengalami tiga kebakaran dahsyat sejak tinggal di tanah merah pada 1996. Kebakaran pertama berasal dari rumah warga yang terbakar.

Lalu ada kebakaran pada 2009 yang disebabkan tangki Pertamina. Ketiga, kebakaran kemarin malam.

Meski tahu tanah merah berbahaya, Deden memilih bertahan bersama keluarga. Dia berkata sudah punya kerjaan di tempat itu. Selain itu, ada legitimasi dari pemerintah melalui IMB.

"Takut sih takut, namanya kita sudah bertahan. Pak Anies juga resmiin surat bangunan," ujarnya.

Deden melanjutkan, "Kan tiga tahun, jabatan Anies sudah, gimana nanti."

Sementara itu, Mulyadi juga menyatakan niat untuk bertahan tinggal di dekat depo Pertamina Plumpang. Ia mengatakan tanah di RW 2 sudah resmi karena bersertifikat. Selain itu, ia mengaku sulit mencari rumah di Jakarta.

Mulyadi menilai zona bahaya sebenarnya ada di RW 9, RW 8, dan RW 1. Terlebih lagi, perumahan di lokasi itu banyak yang tak punya sertifikat.

Warga asli Rawa Badak Selatan pernah mengusulkan ke lurah untuk relokasi warga tanah merah karena bahaya. Namun, pemerintah daerah justru memfasilitasi terus-menerus.

"Udah diomongin ke lurah, tetapi kenapa difasilitasi? Kan difasilitasi. Percuma dong kita ngomong," ujarnya.

Sinyal relokasi pemerintah

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Baca Juga

Komentar