Studi Ungkap Keterkaitan Polusi Merkuri dengan Flu Burung
Rabu, 7 September 2022 | 11:39 WIB
Oleh: Surya Lesmana / LES
Paris, Beritasatu.com – Sebuah studi mengungkapkan temuan keterkaitan antara flu burung dengan polusi merkuri, dengan menyatakan, bebek-bebek liar yang terkontaminasi polusi merkuri secara signifikan lebih mungkin terkena flu burung.
Penelitian yang diungkapkan pada Rabu (7/9/2022) ini telah memperlihatkan, bahwa perubahan yang didorong oleh manusia pada alam telah meningkatkan risiko penyebaran virus.
Flu burung jarang menginfeksi manusia tetapi wabah terus-menerus di AS dan Inggris di antara negara-negara lain telah menyebabkan jutaan unggas dimusnahkan sepanjang tahun ini.
Unggas air liar seperti bebek diyakini sebagai penyebar super virus. Sebagian karena mereka melakukan perjalanan sejauh mereka bermigrasi, dan berpotensi menginfeksi burung lain di sepanjang perjalanannya.
Untuk studi baru, para ilmuwan menembak jatuh hampir 750 bebek liar dari 11 spesies berbeda di Teluk San Francisco California, yang berada di jalur migrasi yang membentang dari Alaska ke Patagonia.
Mereka kemudian menguji bebek untuk kontaminasi merkuri dan apakah mereka terinfeksi flu burung, atau memiliki antibodi untuk virus dalam sistem mereka.
Hasilnya, yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society B menunjukkan, bebek yang terkontaminasi polusi merkuri, 3,5 kali lebih mungkin terkena flu burung.
Penulis utama studi tersebut, Claire Teitelbaum, seorang ahli ekologi kuantitatif di USGS Eastern Ecological Science Center, mengatakan kontaminasi polusi merkuri "dapat menekan sistem kekebalan, dan itu mungkin membuat infeksi dengan apa pun, termasuk influenza, lebih mungkin terjadi".
Teluk San Francisco juga merupakan "titik panas yang signifikan untuk kontaminasi polusi merkuri di Amerika Utara ... sebagian besar dari penambangan emas di masa lalu, di mana merkuri adalah bagian dari proses itu", katanya kepada AFP.
Namun, bebek-bebek tersebut diuji negatif terhadap varian flu burung H5N1 yang sangat patogen yang telah terdeteksi di banyak bagian dunia.
Teitelbaum mengatakan bahwa wabah flu burung di Amerika Serikat telah melambat selama musim panas "karena banyak burung liar berada di tempat berkembang biak mereka" lebih jauh ke utara.
Namun, "saat mereka mulai turun kembali, kita mungkin akan melihat lebih banyak aktivitas", dia memperingatkan.
Para peneliti semakin menyadari, bahwa perubahan iklim, penggundulan hutan, peternakan, dan faktor-faktor lain yang disebabkan oleh manusia meningkatkan kemungkinan penyebaran virus berpindah dari hewan ke manusia.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: AFP
Komentar
Posting Komentar