Kucing – Kucingan ASN Kemenkeu Soal TPPU
Kuatbaca
07 April 2023 22:55
“Pengungkapan harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang tidak masuk akal hanyalah satu dari serangkaian benang kusut kejahatan yang dilakukan pegawai Kemenkeu. 491 ASN Kemenkeu diduga terlibat dalam kejahatan TPPU yang mencapai angka Rp349 triliun. Anehnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti dikadali oleh anak buahnya hingga tidak mengetahui adanya kejahatan tersebut sebelum akhirnya di jelaskan oleh Menkopolhukam Mahfud MD secara gamblang.”
Siapa yang mengira, kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo (MDS) kepada David Ozora berbuntut panjang. Mulai dari pengungkapan harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo (RAT) yang tidak masuk akal, hingga temuan transaksi janggal sebesar Rp349 triliun serta pengungkapan 491 ASN Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diduga terlibat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kejadian itu bermula dari pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD di Yogyakarta pada 8 Maret 2023. Ia mengungkap adanya temuan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kemenkeu. Temuan itu, ujar Mahfud, di luar dari transaksi janggal Rp500 miliar milik RAT dan keluarganya.
Laporan terbaru saya terima tadi pagi, malah ada pergerakan mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Pajak dan Bea Cukai," kata Mahfud MD di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (8/3/23).
Menurutnya, temuan itu sudah dilaporkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Bahkan, ia menjamin bahwa temuan itu bukanlah hoaks.
“Mengapa saya berbicara kepada saudara, karena di era sekarang tidak bisa lagi sembunyi-sembunyi. Saya ngga ngomong saja juga bisa bocor keluar. Maka saya sampaikan mendahului berita hoaks. Ini saya sampaikan tidak hoaks, ada datanya tertulis,” ucap Mahfud.
Merespon hal itu, Menkeu Sri Mulyani saat dampingi Presiden Jokowi kunjungan kerja di Solo, mengungkapkan tidak mengetahui informasi soal adanya transaksi janggal yang disampaikan Mahfud MD.
Pasalnya, ia mengaku selalu mendapat laporan PPATK ini sebanyak 196 dari 2009-2023. Namun, tidak ada satu pun surat laporan yang berisi angka Rp 300 triliun.
“Terus terang mengenai angka Rp300 triliun saya enggak tahu juga dari mana angkanya, Nanti saya akan kembali lagi ke Jakarta. Saya akan bicara lagi dengan Mahfud dan juga Ivan angkanya dari mana. Dengan ini saya juga punya informasi yang sama dengan anda semuanya, media, dan masyarakat,” ucap Sri Mulyani, Kamis (9/3/23).
Kendati demikian, Ani sapaan akrabnya, memastikan akan segera berkomunikasi dengan Mahfud dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengenai temuan tersebut. Ia ingin mengetahui lebih lengkap soal yang disinggung Mahfud.
"Nanti kalau saya kembali ke Jakarta, saya akan bicara lagi dengan Pak Mahfud dan juga dengan Pak Ivan, dari mana angkanya, bagaimana perhitungannya, datanya seperti apa," ujarnya.
Selanjutnya, ia juga memastikan akan menindak tegas jika ASN di Kemenkeu terlibat dalam transaksi mencurigakan. Ia pun merasa senang dibantu untuk bersih-bersih instansi yang dipimpinnya.
“Hukuman disiplin, data-data yang kita miliki kita share juga dengan KPK. Sehingga dari sisi penegakan hukum tetap dilakukan. Untuk bisa meng-clear-kan, dari mana masalahnya, siapa, dan saya berjanji akan sama Pak Mahmud. Ayo Pak Mahfud, aku dibantuin aku senang, kita bersihin,” kata Ani.
Keesokan harinya, tepatnya Jum’at (10/3/23), rombongan pejabat Kemenkeu menyambangi Mahfud Md di Kantor Kemenko Polhukam atas perintah Menkeu Sri Mulyani.
Rombongan tersebut terdiri dari Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara berserta Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi, Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan dan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo.
Setelah pertemuan selesai, Mahfud dan Suahasil menggelar konferensi pers. Dalam keterangannya, pria yang pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menyampaikan bahwa transaksi mencurigakan tersebut bukanlah korupsi, melainkan dugaan pencucian uang.
"Jadi tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp 300 triliun. Bukan korupsi, tapi pencucian uang, pencucian uang itu lebih besar dari korupsi tapi tidak mengambil uang negara," ucap Mahfud.
Di samping itu, Mahfud dan Suahasil juga berjanji akan menindaklanjuti bahkan akan meneruskan ke aparat penegak hukum jika memang terbukti ada unsur tindak pidananya.
Hari berikutnya, Mahfud MD membalas kunjungan rombongan pejabat Kemenkeu dengan mengunjungi Sri Mulyani di Kantor Pusat Kemenkeu, pada Sabtu (11/3/23). Kunjungan tersebut untuk memberitahu atas temuan transaksi janggal senilai Rp300 triliun.
Namun, hingga sore hari seusai pertemuan, Sri Mulyani tetap kebingungan menemukan angka detail Rp 300 triliun, sehingga harus mengundang Kepala PPATK untuk menjelaskan.
“Mengenai Rp 300 triliun, sampai selesai pertemuan saya tidak mendapatkan informasi mengenai Rp 300 triliun itu ngitungnya dari mana, ransaksinya apa saja, siapa yang terlibat. Jadi dalam hal ini teman-teman media silakan nanti mungkin bertanya kepada Pak Ivan,” kata Sri Mulyani, Sabtu (11/3/23).
Menanggapi permintaan Sri Mulyani, tiga hari setelahnya, tepatnya Selasa (14/3/23) Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mendatangi kantor Sri Mulyani di Gedung Juanda Kemenkeu.
Usai pertemuan, Ivan memberikan pernyataan bahwa transaksi mencurigakan tersebut bukanlah merupakan kegiatan pegawai Kemenkeu. “Kami menemukan sendiri terkait dengan pegawai, tapi itu nilainya tidak sebesar itu, nilainya sangat minim," katanya
Lebih lanjut, Ivan menjelaskan dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Kemenkeu merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal. PPATK wajib melaporkan setiap ada transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan perpajakan dan kepabeanan.
“Kasus-kasus inilah yang secara logis memiliki nilai yang sangat besar, yang kita sebut kemarin Rp 300 triliun. Perlu dipahami, bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power atau korupsi,” papar Ivan.
Enam hari setelahnya, Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Ketua PPATK Ivan Yustiavandana melakukan rapat kerja bersama setelah dibatalkan agenda rapat kerja dengan Komisi III DPR.
Hasil pertemuan itu menyimpulkan, transaksi mencurigakan yang tadinya senilai Rp300 triliun melonjak naik sebesar Rp349 triliun setelah diteliti lagi.
Menurut Mahfud, perputaran uang itu merupakan transaksi ekonomi, yang kemungkinan bersinggungan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada bidang perpajakan, cukai, dan kepabeanan.
“Hasil diskusi kami menyimpulkan bahwa ini adalah laporan pencucian uang, dugaan laporan tindak pencucian uang. Menyangkut uang luar, tapi ada kaitannya dengan yang di dalam (Kemenkeu),” terang Mahfud dalam konferensi pers, Senin (20/4/23).
Setelah batal melakukan rapat kerja bersama DPR RI, akhirnya Rabu (29/3/2023) Mahfud MD berserta Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI.





Rapat itu bertujuan menjelaskan polemik diduga TPPU oleh instansi Kemenkeu yang terjadi dalam sepekan terakhir. Dalam paparannya, Menkopolhukam Mahfud MD membongkar sejumlah data yang mencengangkan banyak pihak.
Salah satunya, mengungkap 491 Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Keuangan diduga terlibat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Berapa yang terlibat? Nih. Yang terlibat di sini jumlah entitasnya dari Kementerian Keuangan itu 491 orang," kata Mahfud di Komisi III, Rabu (29/3/23).
Mencermati respon-respon Sri Mulyani tersebut, tak heran jika Mahfud berpendapat bahwa Menkeu Sri Mulyani seperti diperdaya oleh bawahannya. Hal itu terbukti Sri Mulyani salah menerangkan data transaksi janggal saat dipanggil Komisi XI DPR RI, Senin (27/3/23).
Saat itu, Sri Mulyani mengatakan transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu hanya Rp 3,3, triliun, sedangkan yang sebenarnya PPATK informasikan senilai Rp 35,54 triliun.
"Sehingga kesimpulan saya Bu Menkeu enggak punya akses terhadap laporan-laporan ini, sehingga keterangan terakhir di Komisi XI itu jauh dari fakta," ujar Mahfud.
Tak hanya itu, pasca dirinya mengungkap transaksi janggal ke publik pertama kali, data laporan yang telah diserahkan oleh PPATK itu tak kunjung sampai ke tangan Sri Mulyani.
“Ketika ditanya Bu Sri Mulyani kaget karena enggak masuk laporannya. Karena yang menerima surat by hand itu orang yang ada di situ, yang bilang ke Menkeu bu nggak ada surat itu. Tapi kata PPATK ini suratnya, baru dijelaskan, tapi beda,” ujar Mahfud.
Di akhir paparannya, Mahfud MD meminta kepada Anggota Komisi III DPR RI untuk memuluskan RUU Perampasan Aset. RUU tersebut diyakini bisa merampas aset dari kejahatan hasil TPPU.
“Tolong kami sudah mengajukan sejak tahun 2020 dan sudah disetujui di Badan Legislatif (Baleg), tiba-tiba ke luar lagi ketika akan mulai ditetapkan sebagai prioritas utama padahal isinya sudah disetujui. Dengan adanya ini, kami akan lebih mudah seperti ngambil aset dari kejahatan hasil TPPU,” pungkas Mahfud.
Di lain pihak, Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih mengatakan RUU Perampasan Aset diperlukan untuk mengantisipasi munculnya permasalahan dalam pengembalian aset sebagaimana yang terjadi pada kasus Indosurya.
“Tidak ada asset recovery. Waktu sudah dirampas tidak dimaksimalkan, tidak dikelola dengan baik, bahkan hilang. Lihat Indosurya, ada beberapa yang menjadi masalah.” Kata Yenti.
Oleh sebab itu, kata Yenti, RUU Perampasan Aset memungkinkan aset-aset hasil kejahatan dimaksimalkan sehingga tidak ada lagi aset yang nilainya turun, lelangnya tidak jelas, sampai kehilangan barang bukti.
Bahkan sekali pun itu asetmya menjadi pabrik atau hotel, pemerintah bisa mengelola dengan sesuai ketentuan yang berlaku di RUU tersebut.
“Tidak bisa ditutup begitu saja, akan dikelola oleh negara, hotelnya tetap jalan, hanya pengurusannya, keuangannya, langsung diberikan kepada yang berhak. Sehingga masyarakat yang bekerja di situ tidak jadi korban,” pungkas Yenti. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar