Kemenkes: 4,5 Persen Penduduk Indonesia Derita Asma
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg2.beritasatu.com%2Fcache%2Fberitasatu%2F910x580-2%2F2023%2F05%2F1683722207-1500x1125.webp)
Jakarta, Beritasatu.com - Asma merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, berdasarkan data terakhir yang dihimpun tahun 2020, jumlah penderita asma di Indonesia sebanyak 4,5% dari total jumlah penduduk Indonesia atau lebih dari 12 juta.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Dr Eva Susanti menjelaskan, asma termasuk ke dalam penyakit tidak menular, tetapi bisa timbul karena kebiasaan dan kondisi lingkungan sekitar. Asma ditandai dengan penyempitan dan peradangan saluran pernapasan yang mengakibatkan sesak (sulit bernapas). Selain membuat pengidapnya sulit bernapas, asma juga bisa menimbulkan gejala lainnya seperti mengi, batuk-batuk, dan nyeri dada.
"Banyak pasien asma di Indonesia yang masih mengalami serangan, yaitu sebanyak 57,5%. Kami sepenuhnya mendukung inisiatif yang sejalan dengan tujuan pemerintah, yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pendekatan kebiasaan hidup masyarakat," kata Eva dalam talkshow "Stop Ketergantungan: Inhaler Tepat Redakan Asma", di Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Studi Global Burden of Disease (GBD) pada 2019 memperkirakan terdapat 262 juta orang yang terkena asma di seluruh dunia. Inhaler pelega dianggap oleh pasien sebagai pengendali penyakit mereka. Tetapi karena kurangnya pengobatan terhadap kondisi peradangan yang mendasarinya, hal tersebut sebenarnya menempatkan pasien pada risiko yang lebih besar terhadap serangan asma.
Untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi pasien asma di Indonesia, kampanye 'Stop Ketergantungan' pun digagas. Kampanye ini bertujuan untuk mengukur risiko ketergantungan yang berlebihan terhadap short acting beta agonist (Saba) dan untuk menjembatani diskusi antara tenaga kesehatan profesional dan pasien asma untuk pengobatan asma yang optimal.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sebagai mitra dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), AstraZeneca Indonesia ikut mendorong upaya pengombinasian obat pencegah dan pengontrol bagi pasien asma di Tanah Air. Gerakan ini dilakukan berdasarkan anjuran dari Global Initiative for Asthma (Gina).
Medical Director AstraZeneca Indonesia, dr Feddy, mengatakan, anjuran dari Gina diberikan setelah dilakukan studi global untuk melihat efek penggunaan obat pencegah atau Saba pada pasien asma. Indonesia juga terlibat dalam studi global yang diberi nama Sabina (Saba use in Asthma). Studi ini ingin melihat efek penggunaan SABA dan risikonya jika obat ini digunakan secara berlebihan.
"Penggunaan Saba lebih dari 3 canister, jadi penggunaan 4-6 canister bisa meningkatkan serangan asma 25%," ucap Feddy.
Untuk Indonesia sendiri, sekitar 37% dari seluruh pasien asma yang menggunakan lebih dari 3 canister Saba per tahun. Sabina juga mencatat, penggunaan Saba sebanyak 6-10 canister per tahun, bahkan bisa meningkatkan risiko asma kambuh sampai 67%.
"Kalau diresepkan atau penggunaan lebih dari 11 (canister per tahun), itu bisa meningkatkan risiko serangan asma berat dan hospitalisasi bisa sampai 2,5 kali lipat (lebih tinggi, Red)," ungkapnya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar