Mahfud MD: Lahan PTPN II di Deli Serdang Diduga Dicaplok Mafia Tanah
Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap lahan milik PTPN II di Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara, diduga dicaplok oleh mafia tanah. Mahfud menyebut negara berpotensi kehilangan aset senilai Rp1,7 triliun.
Ia menjelaskan pemerintah mengetahui perkara itu usai penggugat sebanyak 234 orang meminta eksekusi lahan seluas 464 hektare.
Eksekusi itu berdasar putusan Perdata PK MA RI Nomor: 508 PK/Pdt/2015 jo Putusan PN Lubuk Pakam 05/Pdt.G/2011, yang menyatakan bahwa bagian HGU Nomor 62/Penara seluas 464 hek merupakan milk masyarakat sebanyak 234 orang selaku penggugat.
"Tanah negara di Tanjung Morawa seluas 464 hektare itu aslinya milik PTPN II, tiba-tiba di PN dikalahkan dalam kasus perdata. Kita baru tahu 2019, sesudah para penggugat berjumlah 234 orang itu minta eksekusi," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (18/7).
"Ketika dia minta eksekusi barulah kita nanya ke BPN bahwa tanah itu sejak dulu milik PTPN. Belum pernah ada perubahan, kok tiba-tiba menang di PN. Itu sebabnya kita nolak dulu eksekusi," ujarnya menambahkan.
Dalam perjalanannya, PTPN II menemukan bukti pemalsuan terkait Surat Keterangan tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang Tanggal 20 Desember 1953 yang digunakan masyarakat sebagai alas hak atas tanah dan diajukan sebagai bukti pada proses gugatan perdata tersebut.
Mahfud menjelaskan kejanggalan dalam surat keterangan itu di antaranya ejaan nama tempat hingga tanda tangan. Temuan itu lalu dilaporkan ke Polda Sumatera Utara.
"Tanda tangan pemberi pelimpahan tanah itu atas nama gubernur tidak identik. Yang satu miring ke kiri, yang satu miring ke kanan. Kedua, di situ ada ejaan yang aneh, karena aslinya itu sejak dulu tertulis Tandjoeng Morawa. Sekarang, di dalam surat keterangan yang diduga palsu itu ditulis Tanjung dengan ejaan baru," katanya.
Kemudian pada 27 Juni 2023, terbit Putusan PN Lubuk Pakam Nomor: 471/Pid.B/2023/PN.Lbp yang menyatakan bahwa terdakwa dalam kasus pemalsuan surat itu, yakni Murachman, tidak terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan. Ada dua hakim yang menyatakan dissenting opinion dalam putusan pidana itu.
Mahfud menjelaskan di depan pengadilan para saksi maupun terdakwa sebenarnya telah mengakui tidak pernah memiliki tanah di lokasi itu.
"Para saksi atau terdakwa sekali pun mengakui bahwa dia tidak pernah punya tanah itu, tidak pernah melihat aslinya. Katanya, hanya dibisiki oleh temannya," ujarnya.
Atas putusan PN Lubuk Pakam tersebut, jaksa penuntut umum mengajukan kasasi pada 6 Juli 2023. Jika tindak pidana pemalsuan surat terbukti, akan menjadi novum yang diharapkan dapat mengubah putusan dalam proses gugatan.
Mahfud menduga ada mafia tanah di balik perkara ini. Ia menyebut ditemukan bukti adanya pihak lain yang menjanjikan uang kepada 234 masyarakat penggugat sebesar Rp1,5 miliar untuk masing-masing jika menang proses dalam perdata.
"Ada buktinya ini, bahwa dia akan diberi uang sekian kalau nanti sudah menang. Mafia tanah, dan mafia tanah banyak sekali sehingga kita harus memberi contoh bagaimana caranya menghadapi mafia tanah itu, ini bagian dari mafia tanah, jelas sekali mafia tanah," katanya.
Berdasarkan catatan dari Kemenko Polhukam, negara berpotensi kehilangan 17 persen aset yang dikelola PTPN II atau setara dengan Rp1,7 triliun jika kalah dalam kasus ini.
"Kita terus merasa ini harus dipersoalkan sampai final ke putusan pengadilan di tingkat kasasi untuk menyelamatkan harta negara," katanya.
Komentar
Posting Komentar