Harga Gabah Tembus Rp 7.300/Kg, Bos Badan Pangan: Sangat Mahal! | Garuda News 24
Jakarta –
Badan Pangan Nasional mengungkap saat ini harga gabah tengah mengalami kenaikan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan turunnya produksi akibat dampak El Nino yang menyebabkan kekeringan dan gagal panen.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan saat ini harga gabah telah naik mencapai ke level Rp 7.300 per kilogram (kg).
“Harga gabah hari ini angkanya Rp 6.700 sampai Rp 7.300. Angka yang sangat mahal untuk angka Rp 7.300,” tuturnya di Robinson Supermarket Klender, Jakarta Timur.
Ia mengatakan kenaikan itu terjadi karena saat ini produksi gabah tengah mengalami penurunan. Oleh sebab itu, pasokan di lapangan juga terbatas.
“Iyaa (pasokannya terbatas) terbatas kan semester 2 terbatas,” ucapnya.
Sementara dampak dari El Nino kepada produksi dan harga gabah akan terjadi setelah 3 bulan ke depan.
“Semeter dua itu sudah pastinya turun (produksi) di bawah semester satu. Kemudian ada beberapa isu el nino dan lain-lain itu kan impactnya 3 bulan ke depan. Kalau sekarang nandur kecuali daerah-daerah irigasi teknis, daerah-daerah yang punya reservoir itu masih nandur,” ujar Arief.
Arief memperkirakan produksi beras sampai akhir tahun masih akan mengalami penurunan. Untuk itu, demi menekan harga beras yang tinggi di pasaran, pihaknya menugaskan Perum Bulog untuk menyalurkan beras dari cadangan beras pemerintah (CBP) ke pasaran.
“Kalau harga hari ini sampai akhir tahun itu produksi pasti akan turun, sehingga saat ini cadangan beras pemerintah perlu digelontorkan,” ucapnya.
Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah Dan Beras, harga gabah saat ini memang mengalami kenaikan dan jauh di atas harga yang dipatok pemerintah.
Dalam aturan itu, Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan sebelumnya Rp 4.250/kg, naik menjadi Rp 5.100/kg. Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan sebelumnya Rp 5.250/kg, naik menjadi Rp 6.200/kg.
Gabah Kering Giling (GKG) di gudang BULOG sebelumnya Rp 5.300/kg, naik menjadi Rp 6.300/kg. Beras di gudang Bulog sebelumnya Rp 8.300/kg, naik menjadi Rp 9.950/kg.
(ada/rir)
KOMPAS.com – Perlengketan usus adalah kondisi di mana jaringan parut terbentuk di antara jaringan abdomen dan organ di dalam perut sehingga membuatnya lengket antara satu dengan yang lain, khususnya pada usus.
Kondisi ini umumnya muncul setelah melakukan prosedur operasi dan umumnya tidak ada tindakan khusus yang diperlukan untuk mengatasinya, kecuali terdapat penyumbatan pada usus.
Pasalnya, prosedur operasi hanya akan menyebabkan perlengketan usus di lokasi yang berbeda.
Untuk lebih jelasnya, ketahui penyebab perlengketan usus dan cara mengatasinya berikut ini.
Baca juga: Dampak Polusi Udara pada Kesehatan Pencernaan, Tak Sekadar Sakit Perut
Dilansir dari National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK), perlengketan (adhesi) terjadi ketika abdomen mengalami trauma.
Meskipun umumnya disebabkan oleh prosedur operasi, masalah kesehatan lainnya juga dapat menyebabkan adhesi. Beberapa penyebab perlengketan usus, seperti:
- Melakukan prosedur operasi bedah di area perut
- Mengalami inflamasi atau infeksi pada abdomen, seperti karena penyakit Crohn, endometriosis, dan radang panggul
- Melakukan prosedur peritoneal dialysis atau cuci darah melalui perut untuk mengatasi gagal ginjal
- Melakukan radioterapi untuk mengatasi kanker
Selain beberapa penyebab tersebut, perlengketan usus juga bisa dialami karena kelainan sejak lahir.
Kondisi ini kemudian membuat permukaan organ di dalam perut dan dinding abdomen lengket. Padahal, organ di dalam tubuh umumnya bebas dan dapat ikut bergerak ketika Anda bergerak.
Adhesi dapat membuat usus dan organ tubuh di dalam perut terputar, tertarik, atau tertekan sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman serta komplikasi tertentu, seperti penyumbatan usus.
Gejala perlengketan usus yang kerap muncul, seperti sakit perut, sembelit, sulit kentut, mual, dan muntah.
Komentar
Posting Komentar