Kasus Ijin Ekspor CPO, Sarat Persoalan Multi Dimensi
Jakarta, Beritasatu.co - Sampai saat ini persoalan izin ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) masih menjadi perbincangan. Apalagi saat ini. Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah menetapkan tiga perusahaan sawit sebagai tersangka dugaan korupsi izin ekspor CPO dan turunannya. Namun ditilik dari sisi regulasi awal, ada ketidak jelasan dari pengambil keputusan mengenai proses dan regulasi ekspor sawit maupun ketika masalah kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu.
"Ini persoalan multidimensi yang sangat banyak, dimana masalahnya bukan sekedar regulasi tetapi juga prosedur serta aturan yang berubah-ubah” ujar pengamat ekonomi Yose Rizal dari CSIS ketika dihubungi Selasa malam (1/8/23).
Ketika diberlakukannya DMO (domestic market obligation/ DMO) CPO tentang tidak ada larangan ekspor, namun selang beberapa lama ekspor dilarang. “Menurut saya karena peraturan yang berubah-ubah dan begitu cepat tersebut, sehingga ada celah yang dimanfaatkan ke ranah kriminal. Nah kalau itu akhirnya masuk juga ke ranah politik, kita perlu bukti-bukti yang kuat,” imbuhnya lagi.
Sementara menurut pengamat peneliti di LPEM-FEUI Dr. Ir. Riyanto, M.Si menegaskan bahwa kasus ekpsor CPO sama halnya seperti kasus batu bara atau lainnya. “Hanya saja kalau di batubara, ketika ijin tidak memenuhi standar DMO, maka akan ada sanksi denda pada eksportir. Sebenarnya logika kalau dihubungkan dengan ekspor CPO, ketika harga dalam negeri rendah, maka pengusaha melakukan ekspor. Nah masalahnya apa aturannya kalau melanggar DMO, apakah pengusaha didenda sama seperti batu bara atau masuk ke ranah hukum,” ujarnya.
Namun ketika masalah CPO menjadi mencuat, hal ini didasari dengan adanya kelangkaan minyak goreng pada tahun sebelumnya. “Ketika kita kebanjiran CPO namun kenapa minyak goreng langka. Ini masyarakat menjadi gemas, kemana ini CPO, Apa benar diekspor atau justru ditimbun,” tandasnya.
Komentar
Posting Komentar