Nelayan Jepang Tolak Pembuangan Air Radioaktif ke Laut | Garuda News 24
REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO — Asosiasi perikanan nasional di Jepang berkukuh menolak pembuangan air radioaktif ke laut di tengah kekhawatiran dalam dan luar negeri mengenai dampak lingkungan.
Air radioaktif adalah air yang telah diolah dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima. Federasi Nasional Asosiasi Koperasi Perikanan dalam pernyataan bersama dengan asosiasi lokal di Prefektur Miyagi mengatakan pelepasan tersebut telah meningkatkan kekhawatiran para nelayan.
“Penolakan kami terhadap pembuangan limbah tidak berubah sedikit pun. Meskipun keputusan pemerintah diambil dari sudut pandang nasional dan menanggung pertanggungjawaban sepenuhnya, para nelayan di seluruh negeri yang menyaksikan momen ini menjadi lebih khawatir,” katanya.
Asosiasi tersebut mengatakan mereka hanya ingin mempertahankan bisnis perikanannya dengan aman dan meminta pemerintah untuk segera memperbaiki kerusakan reputasi.
“Kami ingin pemerintah memenuhi janji perdana menteri dan mendukung para nelayan,” tambah mereka.
Menanggapi kekhawatiran komunitas nelayan, Pemerintah Jepang yang dipimpin oleh Perdana Menteri Fumio Kishida telah membentuk dua dana terpisah senilai 30 miliar yen (Rp 3,14 triliun) dan 50 miliar yen (Rp 5,24 triliun) untuk merespons rumor-rumor yang membahayakan serta mendukung nelayan lokal dalam mempertahankan bisnis mereka.
PLTN Fukushima mengalami kerusakan berat akibat gempa dan tsunami pada Maret 2011. Sekitar 18 ribu orang tewas dalam bencana tersebut.
sumber : Antara
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN — Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Diskoma #8 mengangkat tema ‘Artificial Intelligence dalam Industri Komunikasi’. Tema tersebut diangkat lantaran perkembangan teknologi tersebut baru-baru ini kerap digunakan dalam berbagai sistem informasi.
“AI kalau kita bayangkan dulu itu jauh ya dengan sekarang. Kalau dulu itu kita bayangkan AI sangat canggih hingga tidak semua orang bisa menggunakan. Tapi sekarang justru AI sudah menjadi bagian dari hidup kita. Tentunya di samping kapabilitasnya, ada berbagai tantangan yang muncul,” kata Dosen Ilmu Komunikasi UGM Syaifa Tania, dalam keterangan, Ahad (27/8/2023).
Tania mengatakan AI digadang-gadang mampu menggantikan 375 jenis lapangan pekerjaan dalam perkembangannya. Kondisi ini tentu menuntut upaya besar untuk mengembangkan keterampilan pekerja yang baru agar lapangan pekerjaan tetap tersedia.
“Salah satu contoh penerapan AI di industri komunikasi adalah iklan. Jadi AI digunakan untuk mengakses konten media. Ini menjadi salah satu contoh yang familiar kita temui. Ketika kita sama-sama membuka satu website, bisa jadi iklan yang saya terima dengan yang anda terima itu beda meskipun website nya sama,” ucap Tania.
Menurutnya, automatisasi AI untuk memenuhi kebutuhan individu secara khusus inilah yang membuat AI banyak dipakai dalam industri. Kapabilitas ini membantu industri menemukan target pasar yang tepat, hingga informasi tersampaikan dengan efektif
Tania menjabarkan empat hal utama yang menjadi tantangan berkembangnya AI. Pertama, proteksi konsumen terhadap produk dan layanan yang digunakan.
“Kaitannya dengan privasi, ya. Kemudian adanya misinformasi, kita sudah sangat sering mendengar hoaks. Lalu news diversity, personalisasi berita yang memungkinkan institusi berita dan audiens sama-sama meraih keuntungan. Kemudian ada online targeting and community standard,” ungkap Tania.
Layanan AI yang cenderung melakukan personalisasi informasi menyebabkan individu terpapar banyak informasi sejenis, sehingga muncul hambatan untuk mendapatkan informasi yang berbeda. Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa hoaks saat ini mudah tersebar.
Hal senada juga disampaikan Head of Strategy Ambilhati, Rosinski Hiro. Rosinki juga memberikan gambaran bagaimana AI mempengaruhi hidup manusia. “Kalau kita bicara tentang industri, pekerjaan profesi maka kita perlu mengenal dua konsep. Pengetahuan kita itu adalah modal utama kita, sedangkan informasi adalah komoditas,” katanya.
Ia menambahkan bahwa komoditas ini tentunya sudah diakuisisi oleh Google, Instagram, atau sekarang META. Ia meyakini AI selamanya tidak akan pernah menggantikan manusia, tapi manusia yang menggunakan AI lah yang akan lebih unggul.
Baginya, AI tidak perlu diposisikan sebagai ancaman, justru fokus yang harus dilakukan adalah bagaimana AI bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. “AI mungkin bisa menawarkan informasi yang lebih cepat, murah, dan banyak. Tapi manusia lebih bisa memberikan informasi secara tepat, berkualitas dan relevan. Kalau dibanding manusia, relevansi informasi dari AI masih sangat jauh,” kata Rosinski.
Komentar
Posting Komentar