OJK Catat 40 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris By BeritaSatu

 

OJK Catat 40 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

By BeritaSatu.com
beritasatu.com
July 24, 2023
Wakil Ketua Dewan Komisioner
Wakil Ketua Dewan Komisioner

Jakarta, Beritasatu.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 40 perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris hingga Juli 2023. Padahal, aturan aktuaris sesuai Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara mengatakan, OJK fokus untuk menjalankan penegakkan atau enforcement atas kepemilikan aktuaris perusahaan pada perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Langkah tersebut telah diamanatkan dalam UU Perasuransian dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).

"Hingga pertengahan Juli 2023 ini, kami mencatat 40 perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris perusahaan. Sebanyak 11 perusahaan asuransi diantaranya telah mengajukan permohonan fit and proper test untuk mengisi posisi aktuaris tersebut," kata Mirza di Jakarta, Kamis (3/8/2023).

Mirza menerangkan, OJK turut mendorong penguatan profesi penunjang di sektor jasa keuangan, termasuk diantaranya konsultan aktuaria. Hal ini sebagai bagian dari upaya OJK melanjutkan sistem pengawasan yang lebih komprehensif di sektor keuangan.

Sementara dari sisi suplai, OJK mendorong Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) untuk dapat berperan aktif dalam mendorong ketersediaan tenaga ahli aktuaria yang berkualitas.

Inisiatif tersebut antara lain diharapkan dapat diimplementasikan lewat penyelenggaraan sertifikasi yang lebih rutin, serta pelaksanaan kegiatan pelatihan yang berkelanjutan.

Selain itu, OJK juga mengharapkan peran serta PAI untuk memastikan certified actuary yang diajukan untuk mengisi posisi appointed actuary pada perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.

"Mereka yang mengisi posisi tersebut harus dipastikan telah memahami tugas dan fungsi tugasnya seperti diatur dalam ketentuan yang berlaku," tandas Mirza.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan menyampaikan, permasalahan kepemilikan aktuaris dalam industri perasuransian bukan sekedar ketersediaan sumber daya. Lebih dari itu, imbal jasa atau upah yang diminta aktuaris terlalu mahal.

"Ini bukan masalah suplai dari aktuarianya yang tidak ada, tetapi lebih kepada angka numerasi yang diminta para aktuaris ini di atas rata-rata. Ini yang menjadi persoalan di kita," kata Budi.

Dia menjelaskan, upah tinggi yang diharapkan para calon aktuaris untuk bekerja di sektor perasuransian ini sangat membebani perusahaan kelas menengah-bawah. Biaya yang tidak sedikit tentu bakal memukul performa keuangan perusahaan tersebut.

Meski begitu, kata Budi, regulator berpandangan kehadiran aktuaris adalah kewajiban yang harus dipenuhi dalam proses bisnis perasuransian yang berkelanjutan. Apalagi, industri ini mesti mengimplementasikan pencatatan akuntansi berstandar internasional.

"Saya sih yakin bahwa Desember ini semua bisa terpenuhi. Karena pada 2025 implementasi IFRS 17 ini ada tiga yang harus dipenuhi yaitu teknologi informasi, akuntansi, dan aktuaria. Kalau tidak akan chaos," ujar Budi.

Baca Juga

Komentar