Arsul Sani Tanggapi soal MK Tak Berwenang Ubah Batas Usia Cawapres - CNN Indonesia

 

Arsul Sani Tanggapi soal MK Tak Berwenang Ubah Batas Usia Cawapres

Rabu, 27 Sep 2023 19:34 WIB

Calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) usulan DPR Arsul Sani berbicara soal kebijakan hukum terbuka. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)

Jakarta, CNN Indonesia --

Calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) usulan DPR, Arsul Sani berbicara soal keputusan yang dinyatakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy namun pada akhirnya diserahkan kepada MK.

Hal itu ia katakan saat ditanya perihal MK yang disebut tidak berwenang mengubah aturan terkait batas usia capres-cawapres dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Adapun open legal policy beberapa kali digunakan oleh MK sebagai dalil dalam menolak permohonan pemohon lantaran kebijakan tersebut dikembalikan kepada para pembuat undang-undang (UU) baik legislatif maupun eksekutif.

"Pertanyaannya yang menarik adalah kalau sesuatu itu diyakini sebagai sebuah open legal policy, yang berarti itu menjadi kewenangannya legislatif dan eksekutif sebagai pembentuk UU," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/9).

"Kemudian legislatifnya dan eksekutifnya dalam keterangan di MK itu mengatakan menyerahkan kepada MK. Itu belum ada presedennya," imbuhnya.

Namun demikian, Wakil Ketua Umum PPP itu mengaku tidak ingin berspekulasi lebih lanjut soal putusan MK terkait gugatan UU Pemilu yang meminta agar batasan minimal usia capres dan cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.

Arsul meminta publik bersabar menunggu. Ia yang kini diusulkan DPR sebagai hakim MK pun mengaku tidak ingin membicarakan soal peluang putusan MK soal gugatan usia itu.

"Saya tidak boleh komentar, sesuatu yang masih dalam proses pengambilan keputusan dong. Kan, tidak etis. Kecuali kalau sudah diputus masih boleh lah saya komentari, kan saya masih menjadi anggota masyarakat sipil," ujar Arsul.

Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya menyebut MK tidak berwenang mengubah aturan terkait batas usia capres-cawapres. Mahfud mengatakan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang sedang diuji materi di MK hanya boleh diubah oleh DPR dan pemerintah selaku positive legislator.

Mantan Ketua MK itu berkata aturan tersebut merupakan open legal policy. MK yang berstatus negative legislator tak bisa menambahkan aturan baru itu ke undang-undang.

Mahfud menjelaskan MK sebagai negative legislator, wewenangnya terbatas pada membatalkan aturan di undang-undang yang tak sesuai undang-undang dasar.

Mahfud yakin para hakim MK sudah paham soal open legal policy. Jika pun MK memutus syarat usia capres-cawapres menjadi 35 tahun, ia berharap ada penjelasan yang lengkap dalam putusan.

DPR dan Pemerintah serahkan ke MK

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman telah menyampaikan keterangan DPR dalam sidang pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Selasa (1/8) lalu di MK.

Dia mengatakan DPR menyerahkan kepada MK untuk menilai pengujian pasal yang diajukan para pemohon.

Ada tiga perkara sekaligus dalam persidangan pengujian UU Pemilu itu, yakni Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan sejumlah perseorangan warga negara Indonesia; Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh Partai Garuda, dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh sejumlah kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun.

Dia menyebutkan perbandingan usia pemimpin negara di dunia. Menurutnya, ada 45 negara yang mensyaratkan usia 35 tahun untuk menjadi pemimpin negara, seperti Amerika Serikat, Rusia, India, dan Portugal. Sementara itu, ada 38 negara memberikan syarat usia 40 tahun.

"Dengan demikian terhadap pengujian pasal yang dimohonkan Pemohon pada perkara ini, DPR pun menyerahkan pada Mahkamah untuk mempertimbangkan dan menilainya," kata Habiburokhman dikutip dari laman resmi MKRI.

Pada persidangan tersebut juga mendengarkan keterangan Presiden/Pemerintah yang disampaikan oleh Togap Simangunsong, Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar-Lembaga dari Kementerian Dalam Negeri.

Togap mengatakan dalam memilih presiden dan wakil presiden yang memiliki integritas, dibutuhkan syarat tertentu untuk menduduki jabatan tersebut. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 6 ayat (2) UUD 1945, syarat ini merupakan kewenangan dari DPR dan Pemerintah.

Sementara dalam kaitannya dengan usia bagi pemimpin atau pejabat negara, Togap menyebutkan UUD 1945 tidak menentukan kriteria minimum sehingga UUD 1945 menyerahkan pada pembentuk undang-undang mengaturnya. Sehingga aturan yang demikian dapat saja berubah sesuai kebutuhan yang berkembang dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia.

"Jadi, batas usia tidak diatur dalam UUD 1945. Pengaturan batas usia dalam aktivitas penyelenggaraan pemerintahan dalam pasal yang diujikan ini sifatnya adalah open legal policy bagi pembentuk undang-undang," kata Togap yang hadir dalam persidangan secara langsung di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Jakarta.

"Dan dalam penyertaan pemerintahan, kita wajib berpedoman pada UUD 1945 dan Pancasila sebagai sumber hukum. Termasuk pula dalam menghadapi perkembangan dinamika batasan usia capres cawapres, karena hal ini merupakan suatu yang bersifat adaptif dan fleksibel sesuai kebutuhan ketatanegaraan," sambungnya.

(khr/pmg)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya