Pilihan

#NewsFlash: Prediksi Euro: Spanyol vs Jerman 5 Juli 2024 - Bola.net - Google Berita

Buntut Putusan MK, Menag Bakal Rilis Aturan Kampanye di Sekolah Pekan Depan - Kompas

 

Buntut Putusan MK, Menag Bakal Rilis Aturan Kampanye di Sekolah Pekan Depan

Kompas.com, 29 Agustus 2023, 17:02 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas bakal merilis aturan terkait kampanye di lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama (Kemenag)

Hal ini menanggapi adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan selama tidak menggunakan atribut kampanye dan atas undangan pengelola.

"Rilis kita Insya Allah minggu depan sudah rilis, ini sedang proses pengkajian. Jadi sabar, kita akan menyikapi itu," kata Yaqut saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2023).

Yaqut menuturkan, saat ini rancangan aturan itu masih dikaji. Ia telah memerintahkan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Islam M. Ali Ramdhani untuk mengkaji mana lembaga pendidikan yang paling mungkin dijadikan tempat kampanye.

Menurut Yaqut, perguruan tinggi menjadi tempat yang paling mungkin dibandingkan dengan Raudhatul Athfal (RA) atau Taman Kanak-kanak, maupun Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau Madrasah Aliyah (MA).

"Kalau SMA enggak mungkin dong, (hanya) kelas XII yang bisa ikut pemilu. Kita sudah minta supaya dikaji untuk kita buat aturannya, do and don't-nya itu, jadi mana yang boleh dan enggaknya kita buat," beber Yaqut.

Adapun salah satu yang dipertimbangkan tidak boleh dalam kajian adalah atribut kampanye, sesuai aturan MK.

"Satu hal yang harus dicantumkan tidak boleh ada atribut-atribut tertentu. Kalau hanya dialog, diskusi, itu bolehlah sebagai pendidikan politik," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, MK mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan selama tidak menggunakan atribut kampanye dan atas undangan pengelola.

Hal tersebut termuat dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023).

Dalam perkara itu, dua orang pemohon, Handrey Mantiri dan Ong Yenni, menilai ada inkonsistensi aturan terkait aturan itu dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Larangan kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah tercantum tanpa syarat dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h.

Namun, pada bagian Penjelasan, tercantum kelonggaran yang berbunyi, “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan, bagian Penjelasan itu tidak berkekuatan hukum mengikat karena menciptakan ambiguitas.

Jika pengecualian itu diperlukan, maka seharusnya ia tidak diletakkan di bagian penjelasan.

Sebagai gantinya, pengecualian itu dimasukkan ke norma pokok Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu, kecuali frasa "tempat ibadah".

"Sehingga Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, '(peserta pemilu dilarang, red.) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu'," bunyi putusan itu.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai bahwa pengecualian tersebut sudah diatur sejak UU Pemilu terdahulu.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) tidak setuju sekolah sebagai tempat kampanye. Namun, untuk perguruan tinggi masih diperbolehkan.

Saat ini, sekolah-sekolah masih mengejar ketertinggalan (learning loss) setelah dua tahun lebih mengalami pandemi Covid-19. Diketahui saat pandemi, seluruh murid harus belajar jarak jauh sehingga pembelajaran yang diterima tidak maksimal.

Terlebih, kampanye di lingkungan sekolah tidak akan efektif mengingat jumlah pemilih pemula tidak banyak. Sebagian besar dari mereka merupakan generasi Z yang belum memiliki hak pilih, karena belum berusia 17 tahun.

"Ngapain repot-repot datang, wong mereka juga tidak akan milih, kok. Kalau ada yang sudah punya (hak pilih), pemilih pemula biar ikut dengarkan kampanye di luar sekolah saja," jelas Muhadjir di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (24/8/2023).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tag

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis tidak dikelola oleh kami)

Antarkabarid

Arenanews

Antaranews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsitek