Emirsyah Satar Didakwa Rugikan Negara Rp9,3 Triliun Kasus Pengadaan Pesawat di Garuda
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar didakwa merugikan negara Rp9,3 triliun. (Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso).
JAKARTA, iNews.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menggelar sidang perdana mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Emirsyah Satar telah merugikan negara hingga Rp9,3 triliun dalam pengadaan pesawat oleh PT Garuda Indonesia.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri Terdakwa Emirsyah Satar atau memperkaya orang lain yakni Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Sedarjo atau memperkaya korporasi yaitu Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC), yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar USD 609.814.504," kata JPU dalam dakwaaan yang dibacakan dalam sidang, Senin (18/9/2023).
Baca Juga
Dalam dakwaan itu, Emirsyah Satar diduga melakukan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 yang merugikan uang negara hingga lebih dari 609.814.504,00 dolar AS atau jika dirupiahkan mencapai Rp9,3 triliun.
Baca Juga
JPU menyebut Emirsyah Satar telah menyalahi hukum karena sudah tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia ke Soetikno Soedarjo, yang mana memgadakan rencana itu merupakan rahasia perusahaan.
"Terdakwa Emirsyah Satar secara tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (Fleet Plan) PT GA yang merupakan rahasia perusahaan kepada Soetikno Soedarjo untuk selanjutnya diteruskan kepada Bernard Duc yang merupakan Commercial Advisor dari Bombardier," ucap JPU.
Baca Juga
Emirsyah Satar kemudian mengubah rencana kebutuhan pesawat sub 100 seater dari yang semula dengan kapasitas 70 seats tipe jet yang berdasarkan hasil kajian Feasibility Study Additional Small Jet Aircraft pada Juli 2010.
"Ditetapkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2011-2015 yang disetujui oleh para Pemegang Saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada tanggal 15 November 2010 dengan kapasitas 90 Seats tipe jet tanpa terlebih dahulu ditetapkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP)," kata JPU.
Baca Juga
JPU juga mendakwa Emirsyah Satar memerintahkan almarhum Adrian Azhar selaku VP Fleet Aquitition PT Garuda Indonesia bersama Setijo Awibowo selaku VP Strategic Management Office (QP) PT Garuda Indonesia untuk melakukan pengadaan pesawat sub 100 seaters dengan kapasitas 90 seats.
"Padahal rencana pengadaan pesawat Sub 100 seater dengan kapasitas 90 seats belum dimasukkan dalam RJPP PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk," kata JPU.
Selanjutnya Emirsyah Satar didakwa memberikan instruksi kepada Adrian Azhar dan Setijo Awibowo untuk membuat kajian kelayakan pengadaan pesawat Sub-100 seater tipe Jet kapasitas 90 seater yang belum ditetapkan dalam RJPP, dan tidak dilengkapi dengan Laporan Hasil Analisa Pasar serta Laporan Hasil Analisa Kebutuhan Pesawat
Dia juga memerintahkan Setijo Awibowo, Agus Wahyudo, Albert Burhan, dan Adrian Azhar selaku tim pengadaan untuk mengubah kriteria pemilihan pesawat jet Sub-1 00 dari pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) menjadi Net Value Present (NVP) dan Route Result.
"Tanpa persetujuan dari Board Of Direction (BOD) dengan tujuan untuk memenangkan pesawat Bombardier dalam pemilihan armada di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk," ujar JPU.
Emirsyah Satar juga didakwa telah memanipulasi data analisa tentang kelebihan pesawat Bombardier CRJ-1 000 dibandingkan dengan Embraer E-190 berdasarkan perhitungan Net Present Value (NPV) dan Route Result pada kriteria economic.
Hal tersebut dilakukan bekerja sama dengan Hadinoto Soedigno, Agus Wahyudo yang bersepakat dengan Soetikno Soedarjo, Bernard Duc, dan Trung Ngo. Manipulasi data tersebut sebagai dasar memenangkan pesawat Bombardier dalam pemilihan armada di PT Garuda Indonesia.
"Terdakwa Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk bersama-sama dengan Agus Wahjudo, dan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan merangkap selaku Direktur Produksi pada PT Citilink Indonesia melakukan persekongkolan dengan Soetikno Soedarjo selaku Comercial Advisory Bombardier dan ATR untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat pada PT. GA, meskipun jenis pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tidak sesuai dengan konsep bisnis PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebagai perusahaan penerbangan yang menyediakan layanan full service," ujar JPU.
Selanjutnya Emirsyah Satar bersama Albert Burhan, M Arif Wibowo, dan Hadinoto Soedigno yang mereka dari Direksi PT Citilink bersepakat tanpa melalui rapat direksi memberikan persetujuan pengadaan pesawat Turbopropeller tanpa ada uji kelayakan yang memadai dan belum ditetapkan dalam RJPP maupun rencana kerja dan anggaran perubahan (RKAP).
"Tipe pesawat tersebut tidak sesuai dengan sistem layanan penerbangan Low Cost Carrier PT. Citilink Indonesia yang kemudian dalam pengadaannya diambil alih oleh PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk," ujar JPU
Kemudian, Emirsyah Satar bersekongkol dengan Direktur Keuangan PT. Citylink, Albert Burhan melakukan pembayaran pre-delivery payment (PDP) pembelian pembelian pesawat ATR 72-600 kepada Manufactur ATR sebesar USD3.089.300,00, padahal mekanisme pengadaan ATR dilakukan secara sewa.
Terakhir, Emirsyah Satar juga melakukan kesepakatan jahat dengan Albert Burhan yang dalam hal ini sebagai VP Treasury PT. Garuda Indonesia melakukan pembayaran PDP pembelian Pesawat CRJ-1 000 kepada Bombardier sebesar USD 33.916.003,80, padahal mekanisme pengadaan CRJ-1000 dilakukan secara sewa.
Editor : Reza Yunanto
Follow Berita iNews di Google News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar