Pilihan

Hangusnya Sabana Kami, Suku Tengger Bertaruh Nyawa Padamkan Kebakaran Bromo By BeritaSatu

 

Hangusnya Sabana Kami, Suku Tengger Bertaruh Nyawa Padamkan Kebakaran Bromo

By BeritaSatu.com
beritasatu.com
September 13, 2023
Suku Tengger meratapi hangusnya sabana mereka di Gunung Bromo, Rabu 13 September 2023
Suku Tengger meratapi hangusnya sabana mereka di Gunung Bromo, Rabu 13 September 2023

Malang, Beritasatu.com - Jam di Pos Jemplang, Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, menunjukkan pukul 10.00 WIB. Terik panas matahari mulai menyengat. Hawa panas dari bara api di sejumlah titik kebakaran dengan kepulan asap dari kawasan Gunung Bromo terasa gerah di badan.

Sejumlah masyarakat Suku Tengger mulai dari anak-anak hingga orang tua berkumpul duduk berjajar di pinggir jalan maupun pos pengamatan Jemplang. Dengan menggunakan pakaian sederhana dan mengalungkan sarung di leher khas budaya warga Tengger, mereka terlihat memendam kesedihan mendalam.

Penglihatan mereka fokus pada titik kebakaran di kawasan Gunung Bromo yang kini berubah gosong. Padang sabana yang dahulu dipenuhi rumput hijau yang indah saat musim hujan dan rumput kering saat kemarau, kini penuh bara api disertai asap membumbung tinggi.

BACA JUGA

Bukan hanya satu titik, tetapi jumlahnya menyebar di beberapa titik kebakaran. Suara gemeretak rerumputan dilahap api terdengar jelas.

Rumput ilalang Gunung Bromo biasa dimanfaatkan warga untuk kebutuhan makanan hewan ternaknya. Namun, kini habis tak tersisa. Kebakaran ini juga membuat mereka kehilangan penghasilan yang diperolehnya dari wisatawan.

Peristiwa kebakaran yang terjadi di Gunung Bromo pada Rabu (6/9/2023) yang disebabkan oleh flare saat kegiatan foto prewedding telah menimbulkan kesedihan bagi warga Suku Tengger di Jawa Timur.

Warga Suku Tengger telah bekerja keras untuk memadamkan api yang terus melahap ratusan hektare padang sabana Gunung Bromo sebagai upaya pemulihan ekosistem dan perekonomian mereka. Mereka juga merasa sedih karena kebakaran ini berdampak pada sepinya kunjungan wisatawan. Tempat wisata Gunung Bromo pun ditutup oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) sampai waktu yang tidak ditentukan.

Kehilangan Mata Pencarian
Kehilangan kunjungan wisatawan sangat memengaruhi pendapatan warga Suku Tengger, yang sebagian besar mengandalkan pariwisata Gunung Bromo sebagai sumber penghasilan mereka.

Sebagai sahabat alam, warga Suku Tengger Desa Ngadas yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Api (MPA) terus bekerja keras memadamkan si jago merah yang terus membakar ratusan hektare lahan rerumputan atau padang savana Gunung Bromo dari ulah orang tidak bertanggung jawab, sebuah wedding organizer dari Lumajang.

"Kami sedih, karena kebakaran yang disebabkan flare ini berdampak pada perekonomian Warga Ngadas. Ladang penghasilan warga kami kebanyakan dari wisatawan yang akan berkunjung ke Gunung Bromo," kata Sampetono, Ketua Masyarakat Peduli Api (MPA) kepada Beritasatu.com, Rabu (13/9/2023).

MPA bersama warga Ngadas dan ratusan masyarakat Suku Tengger, petugas BB TNBTS, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turun tangan ke lereng gunung memadamkan api secara manual dengan menggunakan ranting dahan pohon. Jika medannya terjangkau, warga menyiramkan air di bara api yang menyala.

Sampetono mengungkapkan warga sangat peduli dengan alam. Mereka juga siap diterjunkan memadamkan api jika terjadi kebakaran, meskipun di luar Kawasan Gunung Bromo.

Menurut dia, setiap warga di daerahnya selalu ditanamkan rasa memiliki hutan, sehingga jika terjadi kejadian apapun warga Suku Tengger juga ikut turun tangan, meskipun yang mengelola BB TNBTS.

"Jadi ketika ada apapun di hutan, kita ikut bertanggung jawab. Masyarakat Suku Tengger di Desa Ngadas ini sangat percaya dengan alam. Bagi kami, hutan telah menghidupi kami, maka kita sangat peduli dengan hutan. Jadi tidak hanya BB TNBTS yang bertanggung jawab. Selama peduli hutan, kami tidak pernah meminta bantuan kepada siapapun, murni swadaya warga," jelas Sampetono.

Ia mengaku sejak Gunung Bromo kebakaran, dia bersama warga membantu petugas memadamkan api. Untuk bisa memadamkan api, kata dia, timnya bersama warga harus mempunyai keahlian khusus saat berada di tengah kobaran api di medan yang sulit, serta saat menghadapi hembusan angin kencang yang bisa menyambar api.

"Jadi kita harus benar-benar waspada saat melakukan pemadaman, karena bagaimana pun juga, api tidak bisa dilawan," ucap bapak satu anak ini.

Ketua Masyarakat Peduli Api
Ketua Masyarakat Peduli Api

Bertaruh Nyawa
Sampetono bercerita pada Jumat (8/9/2023) pukul 13.00 WIB, dirinya bersama 14 orang warga Ngadas bersama-sama melakukan pemadaman api di Gunung Watangan yang masih berada di kawasan Bromo. Pemadaman dilakukan secara manual di lereng gunung berjarak 300 meter dari atas gunung.

Saat dia bersama warga berupaya memadamkan api, tiba-tiba angin besar datang, dan menyulut api. Api pun membesar.

Kobaran api yang membesar dan asap pekat membumbung membuat timnya harus lari menyelamatkan diri. Dari 14 orang, tinggal sembilan yang tetap berada di lokasi, sedangkan lima orang hilang kontak setelah lari menyelamatkan diri.

"Saat itu ada kebocoran api dan terjadilah kebakaran besar. Saya bersama sembilan orang terjebak kobaran api di lahan yang sudah terbakar. Lima orang hilang kontak," ungkapnya mengingat peristiwa mengerikan itu.

Hilangnya lima warga ini membuat Sampetono sedih. Di tengah gelombang api yang terus menyala, dia bersama sembilan temannya memutuskan untuk melakukan pencarian sambil terus berupaya memadamkan api.

"Waktu itu saya bingung, karena saya ketuanya, saya yang bertanggung jawab, saya terus mencari lima orang itu dengan berteriak-teriak memanggil nama mereka. Waktu itu hampir tiga jam mencari dan tidak ketemu," bebernya.

Pencarian terhadap lima orang pun gagal, Sampetono saat itu berencana akan melaporkan ke pihak TNBTS. Beruntung saat akan melapor, ternyata mereka sudah berada di Pos Jemplang.

"Saya bersyukur pas sampai di pos Jemplang ke lima anggota yang hilang itu ada di pos. Itu momen yang menurut saya bikin lemas karena saya sebagai ketua harus bertanggung jawab kepada anggota," tutupnya.

Penyebaran api
Sementara itu, Tenaga Ahli Kepala BNPB Heri Setiyono menambahkan jumlah titik kebakaran di lahan Gunung Bromo sekitar 40 titik api. Dari 40 titik tersebut kini tinggal 3-4 titik yang masih dilakukan pemadaman.

"Penyebaran titik api di wilayah sini karena angin. Titik api ya hanya di situ saja, totalnya 40 titik, saat ini masih ada 3-4 titik api yang belum padam," jelas Heri.

Menurut Heri sampai saat ini, BNPB masih berupaya melakukan pemadaman melalui darat maupun udara melalui helikopter Puma dengan cara water bombing.

Kendati terbatasnya operasional, api berhasil dijinakkan. Saat ini, tinggal sejumlah titik api yang belum berhasil dipadamkan.

"Secara teknis mulai menghambat atau mengurangi, paling tidak agar tidak terjadi penyebaran lebih luas. Tetap akan kita lakukan terus menerus supaya targetnya itu sampai pendinginan, artinya tidak ada bara yang nyala, dan berkembang munculnya api," ujar Heri.

Kepala BB TNBTS Hendro Widjanarko mengungkapkan kebakaran meluas berawal dari api di Bukit Teletubies, yang kemudian menjalar ke beberapa titik di kawasan Pos Jemplang.

"Jadi ada beberapa titik api, di Kediri, kemudian di Blentong, dan asap di Jalan Jemplang ke Watugede. Saat kebakaran di Bukit Teletubbies sebenarnya api di sebelah kiri dan kanan sudah berhasil kita padamkan, ternyata api naik ke atas Gunung Kursi kemudian menjalar ke Watangan, ke Kediri, menjalar ke sabana," kata Hendro Widjanarko.

Ia menjelaskan sampai saat ini pemadam dilakukan dari darat dan udara. Sebanyak 100 orang dari tim Mahameru, MPA, relawan, BPBD,dan BNPB berjibaku melakukan pemadaman.

[#pagebreak#]Untuk pemadaman darat, kata Hendro, pihaknya masih berupaya memadamkan api dengan menggunakan ranting pohon. Sedangkan, untuk pemadaman udara, dilakukan BNPB dengan menggunakan helikopter Superpuma.

"Pemadaman dengan cara water bombing. Beberapa sudah bisa kita padamkan, tetapi masih ada beberapa di Kediri yang belum padam," kata dia.


Menghitung Kerugian
Hendro mengaku sulitnya medan dan jarak menuju pegunungan yang terbakar menjadi kendala dalam pemadaman api. Kata dia, untuk menuju titik lokasi kebakaran di puncak gunung membutuhkan waktu lama.

"Untuk menuju ke sana ( Puncak Gunung) membutuhkan waktu 2-3 jam, dan di sana vegetasinya rumput alang-alang dan genggeng tingginya lebih dari 2 meter, sehingga menyulitkan kita. Kemudian faktor kedua angin kencang dan angin berputar," ungkapnya.

Menurut Hendro, sampai saat ini pihaknya belum bisa menghitung luasan lahan terbakar dan kerugian akibat kebakaran di Gunung Bromo. Pihaknya mengaku masih berupaya melakukan identifikasi terlebih dahulu.

"Untuk luas lahan terbakar dan kerugian, kita belum bisa menghitung karena kondisinya masih terbakar. Saat ini kita masih konsen pemadaman dulu. Begitu juga kerugian. Nanti kita akan identifikasi," ujarnya.

Dari pantauan Beritasatu.com, di lokasi kebakaran Gunung Bromo di Kawasan Jemplang Ngadas, api disertai asap masih mengepul di sejumlah titik. Puluhan hektare lahan sabana yang biasanya hijau menyejukkan mata, saat ini terlihat gosong dan tersisa abu.

Bahkan, abu-abu kebakaran pun nampak beterbangan mengikuti arah angin. Abu kebakaran ini pun juga beterbangan ke rumah warga Desa Ngadas Poncokusumo dan warga Gubuk Klakah.

Saat ini petugas bersama masyarakat dan relawan bahu membahu bekerja keras memadamkan api secara gotong royong. Mereka ingin kebakaran segera teratasi dan wisata Gunung Bromo dibuka kembali, sehingga warga bisa beraktivitas kembali.

Komentar

Baca Juga (Konten ini Otomatis tidak dikelola oleh kami)

Antarkabarid

Arenanews

Antaranews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Liputan Informasi 9

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsitek