Lukas Enembe Tuding KPK Cari-cari Kesalahannya Usai OTT pada 2019 Gagal -; detik

 Lukas Enembe Tuding KPK Cari-cari Kesalahannya Usai OTT pada 2019 Gagal

Jakarta -

Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe mengajukan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan 10 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan gratifikasi. Dalam pleidoinya, Lukas mengatakan KPK mencari-cari kesalahannya setelah OTT pada 2019 gagal.

Mulanya, Lukas menuding KPK mulai mencari-cari kesalahannya lantaran pembangunan di Papua berkembang. Dia menuding KPK melakukan penggeledahan di kantor gubernur pada 2 Februari 2017.

"Seiring berkembangnya pembangunan di tanah Papua, KPK mulai mencari-cari kesalahan saya dengan mencari informasi tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi dan melakukan tindakan penggeledahan di Kantor Gubernur pada tanggal 2 Februari 2017, namun tidak ditemukan adanya korupsi," kata Lukas Enembe dalam pleidoi pribadinya yang dibacakan kuasa hukumnya, Petrus Bala di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kamis (21/9/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lukas mengatakan upaya KPK untuk mencari kesalahannya berlanjut ke upaya operasi tangkap tangan (OTT) di Hotel Borobudur pada 2 Februari 2019. Dia mengatakan saat itu dirinya hadir dalam rapat resmi Pemerintah Provinsi Papua, DPRD, dan Kementerian Dalam Negeri.

"Belum puas dengan penggeledahan di Kantor Gubernur pada 2 Februari 2017. KPK mencoba melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada tanggal 2 Februari 2019 di lobi Hotel Borobudur Jakarta," ujarnya.

Dia mengatakan KPK mengirim enam orang ke hotel itu untuk melakukan pemantauan atas informasi bagian keuangan Pemda Papua hendak melakukan penyuapan. Dia menyebutkan ada dua orang petugas KPK yang juga memata-matai rombongannya.

"Seusai rapat dan ketika rombongan Gubernur Papua turun ke lobi hotel. KPK telah mengirim enam orang untuk melakukan pemantauan karena ada informasi bahwa bagian keuangan Pemda Provinsi Papua membawa sejumlah uang untuk melakukan penyuapan," kata Lukas.

"Atas informasi tersebut, dua orang KPK yang memata-matai rombongan Gubernur Papua dan melakukan aktivitas dengan memfoto rombongan dan sering menelepon. Karena kejadian tersebut, seorang pejabat Pemprov Papua mendekati dan bertanya ke orang tersebut yang belakangan diketahui namanya Muhammad Gilang Wicaksono dan dilakukan interogasi dan ditemukan komunikasi dalam WhatsApp Group dan foto yang pada pokoknya menginformasikan bahwa dalam satu tas ransel berisi sejumlah uang," imbuhnya.

Dia mengatakan bagian keuangan Pemda Papua lalu membuka tas ranselnya yang disebut membawa uang untuk melakukan penyuapan. Namun, kata Lukas, tas itu hanya berisi berkas.

"Begitu dibaca isi WA nya dengan adanya informasi bahwa dalam tas ransel berisi uang, Pejabat Pemerintah Provinsi Papua yang memegang tas ransel kemudian membuka sendiri tasnya yang ternyata isinya berkas. Setelah HP Muhammad Gilang Wicaksono diperiksa, ternyata di lobi Hotel Borobudur, ia bersama temannya yang bernama Ahmad Fajar dan empat orang lainnya menunggu di parkiran hotel," ucapnya.

Lukas menuding OTT yang gagal itu membuat KPK terus mencari kesalahannya. Dia menuturkan upaya KPK berlanjut pada penyelidikan penyalahgunaan APBD Provinsi Papua pada Juli 2022.

"OTT yang gagal ini kemudian menjadi gaduh sehingga dua orang Pegawai KPK ini diserahkan ke Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut dan kasusnya ditutup. Upaya untuk mencari-cari kesalahan saya tetap dilakukan sehingga pada bulan Juli 2022, KPK mulai melakukan penyelidikan tentang tindak pidana penyalahgunaan APBD Provinsi Papua, tetapi tidak terbukti dan mulai merekayasa tentang adanya gratifikasi, suap atau hadiah," ujarnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Persoalan Tahun 2019

Pada 2019, dua pegawai KPK diduga mengalami penganiayaan saat menjalankan tugas resmi penyelidikan. Kabiro Humas KPK saat itu, Febri Diansyah, mengatakan peristiwa penganiayaan itu terjadi pada Sabtu, 2 Februari 2019 menjelang tengah malam di Hotel Borobudur, Jakarta.

"Saat itu pegawai KPK ditugaskan untuk melakukan pengecekan di lapangan terhadap informasi masyarakat tentang adanya indikasi korupsi," ucap Febri, Minggu (3/2/2019).

Namun, Febri tidak menyebut detail mengenai informasi indikasi tindak pidana korupsi tersebut. Febri mengatakan dua pegawai KPK itu mengalami penganiayaan hingga terluka.

Febri tidak menyebut rinci siapa terduga pelaku penganiayaan itu. Dia hanya menyampaikan peristiwa itu terjadi setelah rapat antara Pemprov Papua dengan DPRD Papua di hotel tersebut.

"Sebelum dua pegawai dianiaya, di lokasi tersebut dilakukan rapat pembahasan hasil review Kemendagri terhadap RAPBD Papua tahun anggaran 2019 antara pihak Pemerintah Provinsi dan DPRD," kata Febri.

Pada Minggu, 3 Februari 2019, KPK melaporkan peristiwa penganiayaan itu ke Polda Metro Jaya. KPK menilai peristiwa itu merupakan serangan terhadap penegak hukum sebab saat kejadian kedua pegawai itu disebut Febri sudah menunjukkan identitas resmi sebagai pegawai KPK.

Pengacara Pemprov Papua saat itu, Stefanus Roy Rening, kemudian meminta KPK terbuka menjelaskan penyelidikan kasus yang sedang ditangani. Roy meminta KPK tidak merusak citra Lukas Enembe.

"KPK harus jujur sebagai penegak hukum KPK harus jujur menjelaskan secara terbuka dugaan tindak pidana apa yang saudara sedang selidiki terhadap Gubernur Papua," ujar Roy Rening kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (11/2/2019).

Menurut Roy, pada Jumat (1/2) KPK memanggil Lukas untuk berkoordinasi terkait komitmen pemberantasan korupsi di lingkup Pemprov Papua. Dia mengaku heran dengan adanya 2 penyelidik KPK dalam rapat Pemprov Papua dan DPRD Papua di Hotel Borobudur pada Sabtu (2/2) malam.

"Kenapa pada hari Sabtu mereka melakukan OTT terhadap Gubernur Papua," ujarnya.


(haf/haf)

Baca Juga

Komentar