Mendagri Tito Nilai Percepatan Jadwal Pilkada 2024 Terlalu Berisiko
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkap usulan memajukan jadwal Pilkada 2024 berisiko, terutama buat penyelenggara pemilu.
Sebelumnya, politikus PDIP Kapitra Ampera mendorong pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mempercepat jadwal pelaksanaan Pilkada 2024 dari semula November 2024 menjadi September atau Februari 2024.
Pilkada serentak pada November 2024 itu sudah diatur dalam Pasal 201 UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Tito menjelaskan usulan percepatan Pilkada itu sebenarnya kembali kepada kesiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasalnya, lembaga ini akan menggelar Pemilu Presiden, Pemilihan Legislatif, dan Pemilu Kepala Daerah secara bersamaan pada tahun 2024.
"Terserah orang KPU, KPU-nya siap tidak untuk melakukan pemilu nasional, pilpres ditambah dengan semua legislatif itu. Semua itu kompleks sekali, itu saja kompleksnya luar biasa," kata dia, usai menghadiri acara Serah Terima Jabatan (Sertijab) Pejabat (Pj) Gubernur Bali, di Art Center, Denpasar, Bali, Jumat (8/9).
Terlebih, kata Tito, yang merupakan mantan Kapolri, Pilkada 2024 digelar secara bersamaan di 552 daerah di Indonesia.
"Kalau KPU-nya siap, aparat keamanannya semua siap, pemerintah semua siap, kita mungkin menurut saja," ujarnya.
"Tapi sepertinya dampaknya terlalu berat dilaksanakan antara pemilu nasional, legislatif, semua tingkat sampai daerah dilaksanakan lagi Pilkada serentak se-Indonesia (di) 552 (daerah). Itu pertama kali dalam sejarah di tahun 1945 belum pernah."
"Jadi jangan take any risk, pendapat saya, jangan mengambil resiko terlalu tinggi. Itu pertama kali kita mencobanya (pemilu serentak)," sarannya.
Tito pun menyebut wacana itu terbentur ketentuan soal jadwal pada UU Pilkada.
"Kami juga melakukan pendalaman. Kajian dari Kemendagri problemnya satu, yaitu ada Pasal di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (tentang Pilkada), itu Pasal 201 Ayat 7 itu, menyatakan hasil pemilihan kepala daerah tahun 2020 berakhir di tahun 2024."
Belum lagi soal proses sengketa pilkada yang diprediksi berlarut-larut dan berpeluang memaksa pemerintah pusat mengisinya lagi dengan penjabat (Pj).
Beberapa kepala daerah yang masa jabatannya selesai sebelum 2024 sejauh ini diisi oleh Pj, termasuk Jawa Barat dan Bali. Mereka akan menjabat hingga 2024.
"Kalau satu bulan tidak selesai karena ada sengketa, penghitungannya belum selesai oleh KPU, dan lain-lain, maka 31 Desember [2024] selesai menjabat, 1 Januari [2025] harus diisi oleh penjabat (Pj) lagi, jumlahnya itu 270 (Pj) yang hasil pemilu KPU 2020, itu 270 daerah sangat banyak nanti Pj," papar Tito.
Sebelumnya, Politikus PDIP Kapitra Ampera mendukung pemerintah menerbitkan Perppu untuk mengubah jadwal pelaksanaan Pilkada 2024.
Kapitra menilai, hal itu merupakan upaya strategi untuk menegaskan keserentakan Pemilu 2024 dan mempercepat pembangunan nasional serta daerah.
"Kita dukung percepatan pelaksanaan Pilkada 2024. Kalau bisa jangan September, tapi di tanggal 14 Februari 2024 Pilkadanya, agar serentak dengan Pileg dan Pilpres," kata Kapitra, Kamis (7/9).
Komentar
Posting Komentar