Menlu Retno: Perbedaan Diselesaikan di Meja Perundingan bukan Medan Perang
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg.inews.co.id%2Fmedia%2F600%2Ffiles%2Finews_new%2F2023%2F09%2F25%2Fretno_marsudi_pbb_reu.jpg)
NEW YORK, iNews.id - Indonesia menekankan pentingnya solidaritas global daan tanggung jawab kolektif dalam menanganai permasalahan di dunia saat ini. Dunia saat ini berada di persimpangan jalan.
Seruan itu merupakan pesan inti Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 yang disampaikan kembali Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi di Sidang Majelis Umum (SMU) PBB di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Sabtu waktu setempat.
Melalui 10 Prinsip Bandung, lanjut Retno, Indonesia menyerukan kepada seluruh negara untuk menghormati Hak Asasi Manusia (HAM), Piagam PBB, kedaulatan dan integritas wilayah, kesetaraan, menyelesaikan konflik secara damai, serta mendorong peningkatan kerja sama dan kepentingan bersama.
“Bagi Indonesia, kepemimpinan global tidak hanya melulu tentang kekuasaan atau pengaruh untuk mendikte orang lain. Kepemimpinan global adalah tentang mendengarkan yang lain, menjadi bridge builder, menghormati hukum internasional secara konsisten, serta menghormati semua negara secara setara,” kata Retno, dalam pernyataannya.
Retno menegaskan, seperti terjadi pada 1955, situasi global saat ini tidak menentu. Kepercayaan dan solidaritas terus tergerus, rivalitas antar-negara terus menajam. Kondisi saat ini bahkan sampai pada menghalangi terpenuhinya target SDGs negara-negara berkembang.
"Apakah kita benar-benar memiliki komitmen untuk membangun kepercayaan dan berupaya mencapai SDGs? Apakah kehadiran kita di SMU PBB ini benar-benar menunjukkan kesiapan kita untuk bersatu dan menunaikan tanggung jawab bersama? Apakah kita benar-benar mau melakukan apa yang kita sampaikan (walk the talk)?" tuturnya.
Indonesia, lanjut Retno, menawarkan tiga strategi untuk membangun kembali kepercayaan dunia serta menghidupkan kembali solidaritas global.
Strategi pertama, kata Retno, Indonesia mendesak kepemimpinan kolektif global.
“Nasib dunia tidak boleh ditentukan oleh segelintir pihak/negara," ujarnya.
Editor : Anton Suhartono
Follow Berita iNews di Google News
Dunia yang damai, stabil, dan sejahtera adalah hak dan tanggung jawab kolektif seluruh negara, baik besar maupun kecil, di utara atau selatan, negara maju atau negara berkembang.
Lebih lanjut Retno mendesak seluruh pihak untuk menjunjung tinggi hukum internasional, khususnya prinsip utama kedaulatan dan integritas wilayah serta memastikan semua perbedaan diselesaikan di atas meja perundingan, bukan di medan perang.
Secara khusus, tanggung jawab kolektif ini sangat diperlukan untuk menyelamatkan rakyat Palestina dan Afganistan.
“Sudah terlalu lama kita membiarkan saudara dan saudari kita di Palestina dan Afghanistan menderita. Indonesia tidak akan mundur sedikit pun untuk perjuangan mereka," ujarnya.
Strategi kedua, kata Retno, mendorong pembangunan untuk semua. Menurut dia, setiap negara memiliki hak yang sama untuk membangun dan tumbuh. Namun sayangnya arsitektur global saat ini hanya menguntungkan beberapa negara saja.
Kebijakan perdagangan yang diskriminatif masih terus terjadi, rantai pasok global masih dimonopoli, negara berkembang masih dililit utang asing. Semua ini menjadi faktor pendorong tergerusnya kepercayaan dan solidaritas.
“Inilah saatnya bagi kita untuk lakukan perubahan. Hilirisasi industri tidak boleh jadi seruan eksklusif dari negara berkembang saja, tapi harus didukung oleh negara maju," ujarnya.
Terkait isu perubahan iklim, Menlu juga menyerukan negara-negara maju untuk memenuhi tanggung jawab, termasuk untuk pembiayaan perubahan iklim, investasi hijau dan transfer of technology. Sementara untuk isu teknologi, Retno berharap teknologi digital terkini seperti kecerdasan buatan (AI) dapat diakses juga oleh negara-negara berkembang, karena penting bagi pertubuhan berkelanjutan mereka.
Strategi ketiga, sambung Retno, memperkuat kerja sama regional.
“Institusi regional harus menjadi kontributor utama dan 'building blocks’ bagi perdamaian dan kemakmuran dunia," tuturnya.
Editor : Anton Suhartono
Follow Berita iNews di Google News
ASEAN adalah contoh kerja sama kawasan yang efektif dan berkontribusi bagi perdamaian dan kemakmuran global. Sebagai ketua ASEAN, Indonesia telah berhasil menavigasi ASEAN melewati dinamika geopolitik yang tidak mudah di kawasan.
“Kita tidak akan biarkan kawasan kita jadi ladang rivalitas. Bahkan, kita telah menjadikan kawasan ini sebagai pusat pertumbuhan, di mana semua negara diuntungkan,” ujarnya.
Dia menambahkan, selama keketuaan Indonesia, ASEAN tetap bersatu dan sentralitasnya semakin kuat. ASEAN juga telah memulai pembahasan visi jangka panjang ASEAN 2045, menjalin kemitraan dengan Pacific Islands Forum dan Indian Ocean Rim Association dalam rangka menciptakan kawasan Indo Pasifik yang damai, serta mengimplementasikan ASEAN Outlook on Indo-Pacific dalam kerja sama konkret dan inklusif.
Editor : Anton Suhartono
Follow Berita iNews di Google News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar