Udara Panas Banget, Ternyata 3 Hal Ini Penyebabnya | Garuda News 24
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Musim panas tahun ini mencatatkan suhu yang luar biasa tinggi di seluruh dunia. Juli menjadi bulan terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah, mengikuti rekor panas pada Juni sebelumnya. Pada 6 Juli, suhu rata-rata global mencapai puncak baru sekitar 17,23 derajat Celsius. Penting untuk diingat bahwa angka tersebut mencakup suhu di seluruh dunia, termasuk Belahan Bumi Selatan yang sedang mengalami musim dingin.
Dilansir SNExplores pada Kamis (28/9/2023), para ilmuwan terus menyelidiki faktor-faktor yang menjadi penyebab suhu udara yang luar biasa panas ini. Namun, satu hal yang pasti adalah perubahan iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia menjadi salah satu faktor terbesar yang dapat disalahkan.
1.Lautan yang Memanas
Sebagian besar panas yang luar biasa ini diyakini disebabkan oleh pemanasan lautan di seluruh dunia. Lautan-lautan telah mengalami peningkatan suhu selama beberapa dekade, sebagian besar disebabkan oleh emisi gas rumah kaca yang dilepaskan manusia ke atmosfer. Pada April, suhu permukaan laut di seluruh dunia mencapai rekor sekitar 21,1 derajat Celsius. Karena lautan yang sudah cukup hangat, mereka tidak dapat menyerap sebanyak biasanya panas dari atmosfer, yang mengakibatkan peningkatan suhu udara dan cuaca musim panas yang lebih panas.
2. Pengaruh El Niño
El Niño juga mungkin memperburuk situasi cuaca tahun ini. El Niño adalah bagian dari siklus iklim alami yang menyebabkan pemanasan sementara di beberapa bagian dunia setiap beberapa tahun. Ini terjadi ketika angin di atas Samudera Pasifik melemah, “mengizinkan” air hangat menumpuk di Pasifik timur dan melepaskan panas ke atmosfer. Meskipun fase baru El Niño dimulai pada Juni, dampaknya masih harus dipelajari lebih lanjut oleh para peneliti.
3. Gelombang Panas
Selain dari suhu global yang lebih tinggi secara keseluruhan, gelombang panas yang ekstrem telah melanda berbagai wilayah di seluruh dunia. Ini termasuk Meksiko bagian utara, Cina, Eropa bagian selatan, dan Amerika Serikat bagian barat daya. Sebagai contoh, Phoenix, Arizona, mengalami suhu 43,3 derajat Celsius selama 31 hari berturut-turut pada Juli. Sementara itu, Death Valley, California, mencapai suhu 48,9 derajat Celsius pada tengah malam 17 Juli, suhu tertinggi yang pernah tercatat di malam hari.
Gelombang panas terjadi ketika aliran jet yang mengalir melalui atmosfer bumi melambat, menyebabkan kantong udara panas untuk tetap berada di satu tempat selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Meskipun belum sepenuhnya dipahami mengapa hal ini terjadi, penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim membuat gelombang panas lebih sering dan lebih parah.
Studi Terbaru
Penelitian baru-baru ini juga mengungkapkan dampak perubahan iklim terhadap gelombang panas di belahan bumi utara selama musim panas ini. Model komputer menunjukkan bahwa gelombang panas ekstrem seperti yang terjadi di Cina baru-baru ini seharusnya terjadi sekali dalam 250 tahun tanpa perubahan iklim. Demikian pula, gelombang panas yang diperkirakan terjadi sekali dalam satu dekade di Eropa dan Amerika Utara hampir tidak mungkin terjadi tanpa perubahan iklim.
Meskipun masih terlalu dini untuk mengukur dampak buruk dari cuaca ekstrem ini, laporan ratusan kematian telah dilaporkan di seluruh dunia. Selain itu, meningkatnya permintaan AC memunculkan kekhawatiran tentang kekurangan listrik. Perubahan iklim menjadi masalah yang semakin mendesak saat menciptakan musim panas yang lebih panas, seperti yang kita alami saat ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku Penyelenggara Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) mencatat tidak ada transaksi untuk perdagangan unit karbon pada hari kedua setelah peluncuran.
Harga unit karbon di pasar reguler pada pembukaan dan penutupan tidak mengalami perubahan, yaitu berada di harga Rp 77 ribu per unit karbon, melansir data perdagangan di IDXCarbon Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Selain itu, jumlah pengguna jasa juga tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan jumlah saat penutupan perdagangan Selasa (26/09/2023) kemarin, yaitu sebanyak 16 pengguna jasa.
Pada perdagangan perdana Selasa (26/09/2023), BEI mencatat total volume perdagangan sebanyak 459.953 ton CO2 (unit karbon) dengan total transaksi sebanyak 27 transaksi.
Kemarin, perdagangan unit karbon di pasar reguler dibuka pada harga Rp69.600 dan ditutup pada harga Rp 77 ribu.
Total pembeli tercatat sebanyak 15 pengguna jasa dan total penjual sebanyak satu pengguna jasa yaitu Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) yang menyediakan Unit Karbon dari Proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO).
Dengan tidak adanya transaksi di Bursa Karbon pada Rabu ini, dengan demikian, nama-nama perusahaan yang berperan sebagai penjual maupun pembeli unit karbon pada perdagangan juga tidak berubah.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengatakan, pihaknya belum mematok target volume transaksi unit karbon, karena masih menunggu dari Sertifikat Pengurangan Emisi GRK (SPE-GRK) dan permintaan dari pengguna jasa untuk mematok target volume transaksi di Bursa Karbon.
“Kita di pasar sekunder, berbeda dengan IPO bursa efek melakukan primary market, sehingga kita bisa tahu volume. Kami bergantung terhadap SRN-PPI di KLHK,” ujar Iman.
Namun demikian, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar optimistis Bursa Karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia, karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangkan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia.
Melansir data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero), terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, yang berpotensi ikut perdagangan karbon pada tahun ini, yang mana jumlah tersebut setara dengan 86 persen dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia.
Selain dari subsektor pembangkit tenaga listrik, Mahendra menyebutkan ke depan perdagangan karbon di Indonesia diramaikan oleh sektor lain, seperti sektor kehutanan, pertanian, limbah, migas, industri umum dan yang akan menyusul dari sektor kelautan.
sumber : Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar