BI: Permintaan domestik melalui konsumsi jasa ditopang generasi muda
12 Desember 2023 23:00 WIB
Jakarta (ANTARA) - Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Wahyu Agung Nugroho mengungkapkan, permintaan domestik melalui konsumsi jasa ditopang oleh perilaku generasi muda.
Hal tersebut karena generasi muda memiliki kecenderungan konsumsi jasa lebih tinggi, yakni dengan porsi sebesar 21 persen pada 2022, sedangkan konsumsi jasa generasi tua sebesar 16 persen.
"Jadi memang beda dengan generasi tua. Karakter ini terbawa juga bagaimana inflasi terbentuk," ujar Wahyu dalam acara Sosialisasi Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) 2022 yang dipantau secara virtual, di Jakarta, Selasa.
Ia menuturkan, pada 2022, mayoritas penduduk Indonesia gen Z dan milenial sudah mencapai 70 persen. Dengan tingginya konsumsi jasa oleh generasi muda yang saat ini mendominasi penduduk, terdapat pula implikasi terhadap kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi.
Selain dari segi konsumsi, terdapat perbedaan signifikan lainnya antara generasi muda dengan generasi tua yang berpengaruh pada inflasi, yakni sumber pembiayaan. Adapun generasi muda saat ini tidak lagi bergantung pada bank konvensional, tetapi lebih kepada perusahaan teknologi finansial/financial technology (tekfin/fintech) maupun crowdfunding.
Kecenderungan tersebut, menurut Wahyu, menyebabkan tidak terlihatnya peningkatan inflasi yang signifikan dari jumlah uang beredar dari bank, namun implikasinya lebih kepada risiko stabilitas sistem keuangan lantaran maraknya fintech ilegal.
Perbedaan metode belanja yang mempengaruhi inflasi antara generasi muda dan generasi tua juga terlihat signifikan, di mana generasi muda cenderung berbelanja daring, yang berpotensi mendorong inflasi menjadi lebih rendah.
Dia menyebutkan, terdapat beberapa alasan generasi muda lebih memilih berbelanja daring, yakni hemat waktu, hingga mudah dalam membandingkan harga. Berbagai alasan tersebut membuat tingkat kompetisi yang lebih ketat di antara penjual sehingga membuat inflasi secara struktural lebih rendah.
"Dengan demikian jika cakupan belanja daring ini masuk ke perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) 2024, maka akan ada kemungkinan dorongan harga pada inflasi akan lebih halus dibanding dengan pasar tradisional," ujarnya pula.
Baca juga: BI: Perekonomian Indonesia tumbuh kuat didukung permintaan domestik
Baca juga: Ekonom: Pemerintah jaga momentum pulihnya permintaan domestik
Hal tersebut karena generasi muda memiliki kecenderungan konsumsi jasa lebih tinggi, yakni dengan porsi sebesar 21 persen pada 2022, sedangkan konsumsi jasa generasi tua sebesar 16 persen.
"Jadi memang beda dengan generasi tua. Karakter ini terbawa juga bagaimana inflasi terbentuk," ujar Wahyu dalam acara Sosialisasi Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) 2022 yang dipantau secara virtual, di Jakarta, Selasa.
Ia menuturkan, pada 2022, mayoritas penduduk Indonesia gen Z dan milenial sudah mencapai 70 persen. Dengan tingginya konsumsi jasa oleh generasi muda yang saat ini mendominasi penduduk, terdapat pula implikasi terhadap kebijakan moneter dalam pengendalian inflasi.
Selain dari segi konsumsi, terdapat perbedaan signifikan lainnya antara generasi muda dengan generasi tua yang berpengaruh pada inflasi, yakni sumber pembiayaan. Adapun generasi muda saat ini tidak lagi bergantung pada bank konvensional, tetapi lebih kepada perusahaan teknologi finansial/financial technology (tekfin/fintech) maupun crowdfunding.
Kecenderungan tersebut, menurut Wahyu, menyebabkan tidak terlihatnya peningkatan inflasi yang signifikan dari jumlah uang beredar dari bank, namun implikasinya lebih kepada risiko stabilitas sistem keuangan lantaran maraknya fintech ilegal.
Perbedaan metode belanja yang mempengaruhi inflasi antara generasi muda dan generasi tua juga terlihat signifikan, di mana generasi muda cenderung berbelanja daring, yang berpotensi mendorong inflasi menjadi lebih rendah.
Dia menyebutkan, terdapat beberapa alasan generasi muda lebih memilih berbelanja daring, yakni hemat waktu, hingga mudah dalam membandingkan harga. Berbagai alasan tersebut membuat tingkat kompetisi yang lebih ketat di antara penjual sehingga membuat inflasi secara struktural lebih rendah.
"Dengan demikian jika cakupan belanja daring ini masuk ke perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) 2024, maka akan ada kemungkinan dorongan harga pada inflasi akan lebih halus dibanding dengan pasar tradisional," ujarnya pula.
Baca juga: BI: Perekonomian Indonesia tumbuh kuat didukung permintaan domestik
Baca juga: Ekonom: Pemerintah jaga momentum pulihnya permintaan domestik
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023
Tags:
Komentar
Posting Komentar