HEADLINE: Beli LPG 3 Kg Wajib Pakai KTP Mulai 1 Januari 2024, Pengawasannya?
Liputan6.com, Jakarta Bagi masyarakat pengguna gas LPG 3 kg, wajib mendaftarkan diri ke agen-agen terdekat. Jika tidak, tak akan bisa membeli LPG 3 kg lagi mulai 1 Januari 2024.
Langkah tersebut merupakan upaya Pemerintah untuk pelaksanaan transformasi pendistribusian LPG tabung 3 kg tepat sasaran. Kebijakan ini bertujuan agar besaran subsidi yang terus meningkat dapat dinikmati sepenuhnya oleh kelompok masyarakat tidak mampu atau tepat sasaran.
Oleh karena itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji menghimbau masyarakat yang belum terdata agar segera mendaftar sebelum melakukan pembelian LPG Tabung 3 Kg.
"Masyarakat tidak perlu khawatir karena proses pendaftaran sangat mudah, cepat, dan aman. Cukup menunjukkan KTP dan KK," ungkap Tutuka.
Selain mudah dan cepat dalam proses pendaftarannya, dijelaskan Tutuka bahwa masyarakat juga tidak perlu khawatir terhadap keamanan data pribadi konsumen.
Ia menjelaskan bahwa Pemerintah dan Badan Usaha Penerima Penugasan (PT Pertamina) menjamin bahwa data konsumen LPG Tabung 3 Kg yang sudah terdaftar dan terdata di merchant app Pertamina akan terlindungi sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 27Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Data Pengguna LPG 3 Kg
Dari data yang tercatat hingga November 2023, sebanyak 27,8 juta pengguna LPG Tabung 3 Kg telah bertransaksi melalui merchant app Pertamina di Penyalur/Pangkalan resmi.
Untuk memaksimalkan proses pendataan LPG Tabung 3 Kg tersebut, Pemerintah mendorong agar para pengguna LPG Tabung 3 Kg yang belum terdata untuk segera mendaftar.
Pendataan pengguna LPG Tabung 3 Kg sebagai langkah awal proses transformasi ini dilaksanakan sejak 1 Maret sampai dengan 31 Desember 2023.
Dijelaskan Tutuka bahwa pendataan pengguna LPG Tabung 3 Kg ini merupakan tindak lanjut Nota Keuangan Tahun 2023 yang menyatakan komitmen Pemerintah melakukan langkah-langkah transformasi subsidi LPG Tabung 3 Kg menjadi berbasis target penerima atau by name by address dan terintegrasi dengan program perlindungan sosial secara bertahap.
Subsidi LPG Membengkak
Di kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, beban fiskal untuk subsidi LPG terus meningkat. Penyebabnya, konsumsi gas LPG setiap tahun juga terus meningkat.
"Bahwa beban fiskal ini terus meningkat karena konsumsi LPG dari tahun ke tahun terus meningkat," ujar Airlangga Hartarto.
Konsumsi subsidi gas LPG di tahun 2022 mencapai 7,8 juta ton. Sementara konsumsi gas LPG non subsidi terus mengalami penurunan di angka 580 ribu ton. Airlangga memperkirakan, subsidi gas LPG di tahun ini mencapai Rp 117 triliun.
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Kesiapan Pertamina
Gagasan pembeli LPG 3 kg harus terdaftar ini sebenarnya sudah disampaikan PT Pertamina (Persero) sejak beberapa bulan lalu. Pertamina menegaskan akan menertibkan distribusi LPG 3 kg subsidi agar penyalurannya ke masyarakat bisa tepat sasaran.
Di mana, masyarakat diminta membeli LPG 3 kg melalui pangkalan bukan dari warung atau pengecer. "Kita ingin tetap merapikan jalur distribusinya supaya jalurnya nanti bisa tepat sasaran ke masyarakat," kata VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso melansir Antara.
Fadjar menerangkan saat ini umumnya masyarakat membeli LPG 3 kilogram di warung atau pengecer padahal alur distribusi resmi LPG hanya sampai pangkalan.
"Mungkin birokrasinya yang ingin kita (dorong) supaya masyarakat bisa langsung ke pangkalan belinya, gak beli ke warung-warung," ujar Fadjar.
Bahkan, harga LPG 3 kg yang dijual di warung atau pengecer umumnya melebihi harga eceran tertinggi (HET). Sementara harga LPG 3 kilogram di pangkalan masih sesuai dengan HET.
Implementasi di Pertamina
Di kesempatan terpisah, PT Pertamina Patra Niaga memastikan pihaknya sudah siap dalam penertiban penyaluran LPG 3 kg ini kepada masyarakat yang lebih berhak.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting kepada Liputan6.com menjelaskan, mulai 1 Januari 2024 nanti, masyarakat dipersyaratkan KTP dan Kartu Keluarga untuk membeli LPG 3 kg.
"(Masyarakat) tetap bisa membeli, namun harus masuk dalam data. Sehingga yang belum ada dalam datanya, kami persilahkan untuk mendaftarkan diri di Pangkalan resmi ya," ujarnya, Jumat (29/12/2023).
Irto mengatakan, proses pendaftarannya pun terbilang sederhana. Dengan begitu, proses yang dijalani masyarakat untuk mendaftar juga lebih cepat dengan cukup menunjukkan KTP dan KK.
"Pengisian datanya juga dilakukan oleh Pangkalan," kata dia.
Setelah terdata, masyarakat sudah bisa langsung membeli LPG 3 kg di agen-agen yang menjual. Irto menegaskan, tujuannya agar saluran LPG 3 kg subsidi bisa tepat sasaran.
"Kalau sudah terdata maka yang bersangkutan sudah bisa membeli LPG 3 Kg. Tujuannya adalah untuk transformasi subsidi LPG agar tepat sasaran," tegas dia.
Masih Rawan Kebocoran
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mencatat sejumlah evaluasi dalam program pembelian LPG 3 kg. Mulai 1 Januari 2024 nanti, pembelian tabung gas melon hanya bisa dilakukan oleh konsumen yang sudah terdata, dengan wajib membawa KTP.
Pasalnya, Sugeng mencermati, dari total alokasi subsidi LPG 3 kg sebesar 8 juta metrik ton (MT) pada APBN 2023, tingkat kebocorannya masih sangat tinggi hingga menyentuh 40 persen.
"Subsidi itu kan untuk orang miskin. Hanya saja selama ini kita akui ketidak tepat sasarannya sangat tinggi. Bahkan mencapai angka di atas 35 persen, kalau tidak salah 37-40 persen tidak tepat sasaran," ujar Sugeng kepada Liputan6.com, Jumat (29/12/2023).
Menurut dia, tabung gas melon saat ini sudah jadi kebutuhan pokok bagi warga kelas menengah bawah untuk masak memasak. Oleh karenanya, ia sepakat pembatasan pembelian LPG 3 kg harus betul-betul tepat sasaran bagi konsumen sesuai skema by name by address.
"Kalau dilaksanakan kapan, saya menyarankan harus melalui sosialisasi yang masif dulu. Supaya masyarakat yang memang berhak tidak terhambat gara-gara, misalnya, tidak punya KTP, tidak mampu menunjukan KTP dan sebagainya. Sehingga tidak perlu menimbulkan dinamika yang tidak perlu," ungkapnya.
Kategori konsumen LPG 3 kg sesuai data KTP jadi suatu kewajiban mutlak. Sehingga ia menyarankan perlunya kategorisasi data konsumen tidak mampu yang melibatkan kolaborasi lintas instansi, khususnya oleh Departemen Sosial. Di sisi lain, ia juga melihat sosialisasi pembelian LPG 3 kg per 1 Januari 2024 cenderung belum masif.
"Jadi kalau mau dimulai per 1 Januari 2024, pertanyaannya apakah sosialisasi masif sudah dilakukan? Kalau belum, saya kira kita khawatir terjadi tidak optimal gara-gara itu," kata Sugeng.
Pengawasan via Aplikasi
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Mustika Pertiwi menegaskan untuk mencegah kebocoran, pengawasan distribusi LPG 3 kg ini akan dilakukan menggunakan aplikasi.
"Sub penyalur diminta untuk terus melakukan pencatatan transaksi melalui aplikasi dan diharapkan proses registrasi pengguna LPG 3 Kg bisa berjalan lancar," ujar Mustika dikutip dari keterangan resmi Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jumat (30/12/2023).
Mustika pun meminta koordinasi dengan PT Pertamina (Persero), dalam hal ini PT Pertamina Patra Niaga dan agen penyalur resmi agar pendistribusian tabung gas melon subsidi tersebut bisa lebih tepat sasaran.
"Sinergi antara Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM melalui Ditjen Migas bersama Pertamina agar terus dilanjutkan untuk mendukung program subsidi energi tepat sasaran," imbuh Mustika.
Catatan YLKI
Kepala Bagian Publikasi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Sujatno menegaskan bahwa LPG 3 kg merupakan barang bersubsidi. Maka dari itu, peredaran LPG 3 kg pada masyarakat perlu dengan mekanisme yang ketat agar tidak salah sasaran.
“Salah satu mekanisme yang paling lazim adalah distribusi secara tertutup agar tepat sasaran penerima,” ungkap Agus kepada Liputan6.com, dalam pesan tertulis dikutip Jumat (29/12/2023).
Di awal bergulir, LPG 3 kg menggunakan mekanisme kartu kendali. Namun Agus menilai, Pemerintah belum konsisten sehingga masyarakat mampu pun bermigrasi menggunakan LPG melon.
“Pembelian LPG 3 kg dengan KTP merupakan salah satu upaya dalam pendistribusian secara tertutup. Namun, implementasi di pasar tidak mudah. Potensi terjadinya chaos antara konsumen dengan pedagang akan sangat tinggi,” bebernya.
Demikian juga penyimpangan tetap akan ada, kata Agus.Hal itu dikarenakan sistem pengawasan pembelian dengan KTP belum jelas.
“(Mengenai) siapa yang bertugas mengawasi pelaksanaannya di lapangan,” jelasnya.
Agus menyarakan, jika pembelian LPG 3 kg menggunakan KTP berbasis pada data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), maka perlu ada pemutakhiran data.
“Ini penting untuk meng-cover kelompok rentan yang selama ini tidak terdaftar, atau sebaliknya kelompok mampu yang justru masuk data,” imbuhnya.
Menurutnya, hal paling ideal dalam pengendalian subsidi LPG 3 kg adalah bentuk subsidi pada orang, bukan pada barang.
“Artinya, barang dipasarkan dengan harga keekonomian, tetapi masyarakat rentan dicover dengan bantuan langsung. Dengan demikian tidak ada disparitas harga antara LPG 3 kg dan 12 kg,” pungkasnya.
Selain itu, sebelum sistem pembelian dengan KTP diberlakukan, Pemerintah juga diharapkan mengantisipasi adanya oknum yang mencari keuntungan dengan menimbun, yang memungkinkan risiko LPG 3 kg hilang/langka di pasar.
Diminta Pakai Data Kemensos
Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyarankan, dalam skenario pencocokan daftar (penerima subdisi/bansos) di Kementerian Sosial, yang menjadi pertanyaan apakah daftar tersebut bisa sampai juga ke pengecer yang menjual LPG 3 kg.
“Misal ada penjual usaha kecil, apakah daftarnya ada disitu. Maka ini akan sulit di lapangan,” katanya.
“Baiknya Pemerintah menggunakan data yang sudah ada di Kementerian Sosial untuk penyaluran BLT, penjualan beras murah misalnya. Gunakan data itu saja, kemudian yang bersangkutan (penerima subdisi) diberi kartu di mana tersedia barcode,” Fahmy menyarankan.
Maka dengan barcode, di setiap pembelian pengecer gas dapat mengetahui pembelinya masuk dalam kategori penerima subsidi LGP 3 kg.
“Tapi kalau misalnya ada yang masih ingin membeli LPG 3 kg maka sebaiknya dikenakan harga non-subsidi atau sama dengan harga gas 5 kg, 12k g. Itu justru lebih efektif untuk membatasi agar subsidi tepat sasaran,” imbuhnya.
Komentar
Posting Komentar