Kabinet Macron 'Pecah' Usai Prancis Sahkan RUU Imigrasi Kontroversial
Pemerintah Prancis dihadapkan pada krisis politik setelah Menteri Kesehatan Aurelien Rousseau mengundurkan diri dari jabatan. Pengunduran diri ini dilakukan Rousseau sebagai bentuk protesnya terhadap Presiden Emmanuel Macron yang mengesahkan Undang-Undang Imigrasi terbaru.
Sejumlah menteri Prancis lain disebut bakal mengikuti langkah Rousseau, meski belum ada kepastian. Pengajuan pengunduran diri Rousseau juga belum diterima Perdana Menteri Élisabeth Borne.
Undang-undang imigrasi ini dinilai memuat begitu banyak kebijakan garis keras terhadap imigran di Prancis.
Salah satu bagian penting dari rancangan undang-undang tersebut adalah memperketat pemberian jaminan sosial dan kesejahteraan bagi warga asing. Dalam beleid baru ini, jaminan sosial baru bisa diberikan kepada warga asing yang telah tinggal di Prancis selama lima tahun atau 30 bulan bagi mereka yang memiliki pekerjaan.
UU ini juga memperketat peraturan bagi pelajar asing, memberlakukan kuota imigrasi, dan mempersulit anak-anak warga asing yang lahir di Prancis untuk bersekolah.
Orang Prancis yang memiliki kewarganegaraan ganda juga akan dijatuhi hukuman karena kejahatan berat dan bisa dicabut status kenegaraannya.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, berargumen RUU ini berfungsi melindungi warga Prancis dari kaum imigran.
UU tersebut awalnya dimaksudkan untuk menunjukkan tindakan tegas Macron terhadap imigrasi sambil menjaga Prancis tetap terbuka bagi pekerja asing yang membutuhkan lapangan pekerjaan.
Dilansir dari Al Jazeera, Macron bahkan menegaskan Prancis selalu menerima dan menyambut orang asing, khususnya pelajar dan pencari suaka.
Macron sebetulnya tidak setuju dengan semua elemen undang-undang, tetapi hal itu merupakan hasil kompromi yang diperlukan.
"Kehidupan politik terdiri dari krisis, kesepakatan dan ketidaksepakatan," kata Macron.
Macron berusaha meyakinkan warganya bahwa ia tidak mengkhianati pemilih yang mendukungnya untuk menghentikan kelompok sayap kanan.
Dalam pemungutan suara di parlemen pada Selasa (21/12), sebanyak 349 anggota parlemen mendukung RUU itu dan sebanyak 186 lainnya menentang.
Puluhan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Prancis menolak keras penetapan undang-undang ini.
"Ini adalah RUU paling regresif dalam 40 tahun terakhir mengenai hak dan kondisi kehidupan orang asing, termasuk mereka yang telah lama berada di Prancis", ungkap sekitar 50 kelompok LSM, termasuk Liga Hak Asasi Manusia Prancis.
"Dengan teks yang terinspirasi langsung oleh pamflet RN yang menentang imigrasi, kita menghadapi pergeseran dalam sejarah republik dan nilai-nilai fundamentalnya," kata pemimpin Partai Komunis Prancis Fabien Roussel.
Komentar
Posting Komentar