Lonely Glory: Balada Saudara, Warisan, dan Kemenangan Hening - Cultura - Opsiin

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Lonely Glory: Balada Saudara, Warisan, dan Kemenangan Hening - Cultura

Share This

 

Lonely Glory: Balada Saudara, Warisan, dan Kemenangan Hening - Cultura

Lonely Glory

Tipikal drama kehidupan keluarga Jepang yang menjujung realisme dalam kesunyian.

★ ★ ★ ★ ★
★ ★ ★ ★ ★
Avatar photo

on

August 5, 2023

“Lonely Glory” merupakan film drama Jepang arahan Sakon Keitaro, naskah ia tulis bersama Uraki Harumi. Dibintangi oleh Morita Kokoro sebagai Haruka, serta Nakamura Eriko, Nakazaki Haya, dan Kumano Yoshihiro.

Haruka menjadi karakter titular dalam kisahn ini. Meskipun menjadi anak perempuan paling muda di keluarganya, Haruka adalah wanita pekerja keras, mandiri, dan ambisius.

Ketika mundur dari pekerjaannya karena skandal perundungan yang ditujukan padanya, kebetulan saudara memberi kabar bahwa ibu mereka telah meninggal. Meski telah meninggalkan rumah dan toko kelontong keluarganya selama bertahun-tahun, Haruka mengerahkan berbagai cara untuk meyakin ketiga saudara mereka menjual properti tersebut, agar ia bisa memulai bisnis baru dengan uang warisannya.

Lonely Glory

Misi Haruka Meyakin Ketiga Saudaranya untuk Menjual Properti Keluarga

Objektif dari film berdurasi 82 menit sangat jelas. Mulai dari prolog sudah to the point. Pertama, kita akan diajak kenalan singkat dengan Haruka. Sosok wanita muda yang terlihat gemilang, mandiri, dan bermulut tajam. Bukan karena ia jahat, ia hanya pribadi yang tidak suka bertele-tele, cekatan, namun juga tidak peka dengan perasaan orang di sekitarnya. Konflik langsung diperlihatkan bagaimana sifatnya yang tajam tersebut juga menjadi pedang bermata dua untuk karirnya.

Hingga akhirnya menimbulkan masalah, kemudian kesempatan untuk Haruka keluar dari masalah; menjual properti keluarga dan menggunakan uangnya sebagai modal bisnis. Namun ia harus mampu meyakinkan ketiga saudaranya yang selama ini masih tinggal di sana. Kakak tertuanya yang ingin melanjutkan bisnis keluarga, kakak perempuan tengah yang memiliki trauma, dan satu lagi kakak laki-lakinya yang penganguran.

Sepanjang film kita akan menyimak usaha Haruka karakter yang paling mendominasi lepas dari posisinya sebagai adik termuda. Sifatnya yang lugas dan tegas, menjadi penggerak plot di sekitar karakter pendukung yang terlihat lebih lambat dalam mengambil tindakan. Haruka jelas menjadi pusat dari cerita, yang memiliki goal di sini. Namun apa sepadan dengan hasilnya? Baik untuk dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Ini menjadi skenario eksplorasi ambisi dan kemenangan yang sangat subtle, tidak terlalu sulit dipahami jika disimak dengan baik.

Dinamika Empat Bersaudara Disfungsional yang Otentik

Ibarat Haruka adalah ‘pahlawan’ dengan misi, ketika saudaranya adalah sederet misi yang harus ia tuntaskan untuk mencapai tujuannya utamanya; menjual properti warisan keluarga. Ini seperti melihat drama pembagian warisan setelah orang tua meninggal yang pasti dialami oleh banyak orang. Eksekusinya tidak terlalu dramatis, terlihat sangat otentik dan realistis. Namun tetap menarik karena Haruka adalah protagonis yang proaktif.

Di satu sisi, Haruka memang terlihat seperti saudara yang mendorong setiap saudara untuk kelanjutan hidup saudara-saudaranya yang tak pernah meninggalkan rumah masa kecil mereka. Namun kita tahu juga bahwa Haruka memiliki tujuannya sendiri dengan setiap usaha yang ia lakukan, dimana sifatnya cukup egois.

Keempat saudara ini adalah potrait dari saudara yang tidak terlalu dekat satu sama lain. Seakan memiliki kehidupan sendiri dan tidak memiliki ketertarikan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat, bahkan setelah orang tua mereka tiada. Dinamika saudara yang semi-disfungsional ini terasa lebih otentik dengan kelebihan dan kekurangannya. Mereka jelas tidak akur, namun juga tidak bisa tidak memikirkan kelanjutan hidup masing-masing setelah ada perubahan besar dalam hidup mereka.

Tipikal Film Drama Kehidupan Jepang yang Terlalu Sunyi

“Lonely Glory” merupakan tipikal film drama kehidupan Jepang yang sangat sunyi. Minim musik latar, sinematografi standar, dan minim konflik yang terlalu dramatis. Bukan selera semua penikmat film, namun bisa jadi cukup menghibur untuk penggemar sajian slice of life yang familiar dengan niche sinema Jepang seperti ini. Latar film kebanyakan di toko kelontong di pemukiman warga, serta wilayah perkebunan pinggir kota yang tenang. Film ini memiliki desain produksi yang sangat minimalis.

Kekuatan utama dari “Lonely Glory” adalah penampilan Morita Kokoro sebagai Haruka yang dibekali dengan penokohan kuat. Serta dinamika yang dieksekusi dengan karakter pendukung lainnya, yaitu ketiga saudaranya. Naskah tidak terlalu memberikan kesempatan bagi setiap karakter untuk tampil emosional, dimana begitulah steriotip dari orang-orang Jepang dengan ekspresi subtle mereka.

Tidak bisa dibilang sempurna, naskah terlalu sunyi dan masih meninggalkan misteri untuk backstory dari karakter pendukung yang cukup membuat penasaran. Namun naskahnya terlihat memang sangat fokus pada Haruka.

Secara keseluruhan, “Lonely Glory’ merupakan film drama kehidupan yang sangat niche dalam skena sinema Jepang. Mungkin hanya memikat penikmat film yang familiar dalam skena eksekusi seperti ini. Namun, bisa jadi membosankan bagi yang tidak terlalu menikmati film drama yang terlalu tenang tanpa konflik dan babak penutup dramatis. Masih banyak waktu untuk bisa streaming “Lonely Glory” di JFF+ Independent Cinema 2023 hingga 31 Oktober mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages