News
Jumat, 12/01/2024 17:30 WIB
Foto: Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto saat menghadiri Dialog Capres Bersama Kadin. (YouTube/Kadin Inbdonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, berbicara soal permasalahan pangan bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Jumat (12/1/2024).
Salah satu yang dibicarakan adalah soal pengelolaan pangan di era Presiden Soeharto. Menurutnya, selama era Soeharto, Bulog sudah menjalankan operasi pengendalian harga dengan sangat baik. Namun, keberhasilan itu sirna begitu saja saat Indonesia menandatangani Letter of Intent bersama International Monetary Fund (IMF) di tahun 1998.
"Kalau harga petani kurang baik dikendalikan, tapi konsumen di kota dijaga. Tapi waktu itu kita menyerah pada IMF," kata Prabowo.
Dalam penelusuran CNBC Indonesia, apa yang dikatakan Prabowo memang benar. Semasa Orde Baru, Bulog bertugas sebagai penyangga pasokan dan harga kebutuhan pangan nasional.
Namun, ketika krisis moneter 1997/1998 yang membuat perekonomian Indonesia tidak berdaya, tugas itu berubah. Penyebabnya karena Presiden Soeharto akhirnya mendaftarkan Indonesia menjadi pasien IMF usai didesak Presiden Amerika Serikat, Kanselir Jerman, dan PM Jepang.
Tepat pada 15 Januari 1998, dokumen Letter of Intent (LoI) resmi ditandatangani Soeharto dan IMF. Paket pemulihan ekonomi ala IMF secara garis besar meliputi tiga kebijakan: pengetatan sektor moneter, pembenahan bank, dan pengetatan fiskal.
Namun, kenyataannya semua itu gagal total karena seluruh paket ekonomi itu tidak sesuai dengan kondisi Indonesia. Boediono dalam Ekonomi Indonesia Dalam Lintasan Sejarah (2016) menyebut usai IMF datang, Indonesia justru makin terseret lebih dalam ke pusaran krisis ekonomi dan politik, alih-alih mengalami perbaikan.
Ini juga terjadi di sektor pangan. Paket ekonomi IMF sukses mengamputasi fungsi Bulog. IMF mendesak pemerintah Indonesia untuk mengubah tugas Bulog lewat dua Keppres.
Pertama, Keppres No.45 tahun 1997 yang membatasi tugas Bulog dari penanganan sembako menjadi hanya beras dan gula. Kedua, Keppres No. 19 tahun 1998, lagi-lagi tugas Bulog dipangkas menjadi hanya pengelola beras.
Pada akhirnya, proses pemretelan tugas Bulog itu membuat sektor pangan di Indonesia setelahnya menjadi carut-marut.
Komentar
Posting Komentar