MUI ajak dai edukasi umat jangan bangunkan sahur dengan pengeras suara
- Rabu, 27 Maret 2024 12:12 WIB
Sekarang, hampir setiap orang sudah punya alat pengingat waktu atau alarm untuk membangunkan orang tidur. Apakah alarm itu dari jam atau pun HP
Jakarta (ANTARA) - Salah satu tradisi yang selalu muncul tiap bulan Ramadhan tiba adalah kebiasaan membangunkan warga untuk santap sahur baik dengan berkeliling diiringi bebunyian kentongan atau lewat pengeras suara masjid dan mushala tiap 30 menit sejak 1,5 jam jelang waktu imsak.
Kendati demikian di sejumlah daerah ada juga kebiasaan membangunkan sahur dengan berkeliling memainkan alat musik yang dilontarkan menggunakan pengeras suara.
Bahkan terkadang aktivitas membangunkan sahur dengan alat musik berpengeras suara itu dilakukan sekira 3-4 jam sebelum waktu imsak atau terlalu dini, yang tak jarang menimbulkan kebisingan di tengah waktu istirahat.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi memiliki sebuah pertimbangan tersendiri terkait hal tersebut.
"Maksud membangunkan orang sahur memang baik, tapi harus dengan cara yang baik pula. Tidak boleh dengan cara yang mengganggu ketertiban dan ketenangan masyarakat," katanya di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Berkeliling membangunkan sahur dengan pengeras suara, perlukah?
Baca juga: Berkeliling membangunkan sahur dengan pengeras suara, perlukah?
Pada zaman dahulu, kata dia, mungkin cara membangunkan sahur seperti itu tepat, di saat belum ada alat yang canggih untuk membangunkan orang. Tapi untuk zaman sekarang, menurutnya, cara-cara seperti itu sudah harus ditinggalkan.
Zainut menilai membangunkan sahur dengan cara seperti itu sudah tidak tepat lagi dan sudah saatnya ditertibkan.
"Sekarang, hampir setiap orang sudah punya alat pengingat waktu atau alarm untuk membangunkan orang tidur. Apakah alarm itu dari jam atau pun HP," ucap Zainut.
Di tengah masyarakat yang majemuk, baik suku, adat, budaya dan agama, kata Zainut, umat Islam harus mengembangkan sikap toleransi, tepo seliro, arif, dan bijaksana dalam hidup bersama, serta harus berlaku adil kepada orang lain.
Baca juga: Masjid di Aceh galakkan tradisi berbagi kanji rumbi untuk menu berbuka
"Tidak semua orang memiliki kewajiban berpuasa. Boleh jadi ada saudara kita yang tidak berpuasa karena berbeda agama, ada yang sedang sakit, ada bayi, anak-anak atau ada orang yang perlu istirahat karena seharian bekerja, dan masih banyak yang orang memiliki kebutuhan lain, sehingga membutuhkan suasana yang tenang untuk istirahat pada malam hari," tuturnya.
Zainut menekankan agama melarang setiap hal yang dapat menimbulkan mudarat, menderitakan, dan merugikan orang lain.
Untuk itu ia mengimbau kepada tokoh agama, ustaz, dan kiai, untuk memberikan edukasi kepada masyarakat untuk meninggalkan cara membangunkan sahur seperti itu, karena menurutnya, kegiatan serupa lebih baik diganti dengan kegiatan yang lebih maslahat dan tidak merugikan masyarakat.
Baca juga: Warga Palembang berburu Ikan betok saat ngabuburit, gurih & nikmat
Baca juga: Warga Palembang berburu Ikan betok saat ngabuburit, gurih & nikmat
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Komentar
Posting Komentar