Ahmad Mudyaddad Harom: WNI Penerjemah Khotbah Arafah Saat Wukuf - Diskursus Network

 

Ahmad Mudyaddad Harom: WNI Penerjemah Khotbah Arafah Saat Wukuf

Makkah – Bagi anda yang  ingin mengikuti khotbah arafah, namun tidak mengerti bahasa Arab, jangan khawatir karena  saat wukuf di Arafah pada 9 Zulhijah 1415 H atau 15 Juni 2024 pihak Masjidilharam menyediakan terjemahan live dalam 20 bahasa, termasuk Bahasa Indonesia.

Tahun ini adalah kali ketiga Ustaz Ahmad Musyaddad Harom menjadi penerjemah khotbah Arafah untuk bahasa Indonesia. Jamaah yang berada di Makkah dapat mendengarkan melalui radio di frekuensi FM 96.2 MHz atau melalui aplikasi Manaralharamain.

Selain itu, terjemahan juga dapat diakses melalui situs web di manaratalharamain.gov.sa/arafa/arafa_sermon/ms dengan memilih bahasa Melayu/Indonesia.

Pada 9 Zulhijah atau 15 Juni 2024, jamaah akan mendengarkan suara Ustaz Ahmad yang menerjemahkan secara live khotbah yang akan disampaikan oleh Syeikh Maher Al Muaiqly dari Masjid Namirah, Arafah. Syeikh Maher adalah imam besar Masjidilharam.

Menurut Ahmad, materi yang akan disampaikan mencakup nilai-nilai Islam yang universal, seperti membangun tauhid dalam jiwa, memelihara maslahat, dan mencegah mudarat dalam kehidupan.

Baca Juga: 182 Jamaah Haji Akan Mengikuti Safari Wukuf di Arafah

Ahmad telah menerima naskah khotbah beberapa hari sebelumnya dan telah menyelesaikan terjemahannya.

“Naskahnya ada 10 halaman A4 dan diperkirakan akan dibacakan dalam 20 menit,” ujar Ahmad yang sehari-hari bekerja sebagai penerjemah khotbah di Masjidilharam. Ia telah bekerja di Masjidilharam selama 9 tahun sejak 2015.

Ahmad juga menambahkan bahwa khotbah tersebut akan menyampaikan pesan-pesan moderasi, seperti memperhatikan nilai-nilai, menjaga maslahat, manfaat, dan kebaikan dalam kehidupan, serta menghindarkan keburukan untuk orang lain. “Intinya tentang nilai dasar syariat yang kita punya,” kata Ahmad.

Sebagian besar maktab akan mengakses khotbah Arafah dari Masjid Namirah, namun untuk maktab jamaah haji Indonesia kemungkinan akan menggunakan khatib sendiri yang berbeda dengan khatib di Masjid Namirah.

Pada 15 Juni nanti, Ahmad tidak akan ikut ke Arafah dan akan menerjemahkan dari Masjidilharam. “Kebetulan tahun ini tiga hari berturut-turut saya menerjemahkan: Khotbah Jumat, Arafah, dan Iduladha,” kata Ahmad.

Program penerjemah wukuf Arafah ini baru berlangsung lima tahun terakhir, dan Ahmad telah mendapatkan kesempatan tiga kali di antaranya.

“Tujuannya agar nilai penting dalam mimbar paling mulia tersampaikan ke seluruh dunia, baik kaum muslimin maupun nonmuslim,” jelasnya.

Baca Juga: Menag: Semoga Layanan Ibadah Haji Tahun Ini Berjalan Lancar Dan Makin Baik

Ahmad bergabung di Masjidilharam sejak 2015 setelah mengikuti tes penerjemah di kampus Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta.

Ia adalah lulusan MTs dan MA di Pondok Pesantren Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat, dan melanjutkan studi di fakultas syariah LIPIA.

Ahmad juga menuntaskan S-2 prodi Ekonomi Islam dan S-3 prodi pendidikan Islam di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor.

Ada lima orang yang lolos seleksi penerjemah di LIPIA, dan mereka berangkat pada 2015 ke Riyadh untuk ditempa di kampus Al Imam University sebelum ditugaskan ke Makkah.

Setelah di Masjidilharam, dua orang menjadi penerjemah khotbah di Masjidilharam dan tiga orang di Masjid Nabawi.

Selama sembilan tahun tinggal di Makkah, Ahmad mendapatkan tunjangan tempat tinggal dari kampus dan menyewa apartemen di daerah Jarwal, dekat Masjidilharam.

“Sehari-hari saya naik skuter ke Masjidilharam,” kata Ahmad.

Sebelum pandemi Covid-19, Ahmad berkantor di pintu 79 Masjidilharam dekat perpustakaan. Setelah pandemi, kantornya pindah ke daerah Al Jiad, dekat WC 1 Masjidilharam.

Awalnya, khotbah diterjemahkan ke dalam lima bahasa, namun sejak 2022, setiap Jumat, khotbah diterjemahkan ke dalam 10 bahasa termasuk Indonesia, Inggris, Prancis, Urdu, Persia, Turkiye, Hausa, Mandarin, Rusia, dan Mangali.

Ada dua penerjemah bahasa Indonesia, yaitu Ahmad dan Ustaz Syaukani Hafiz.

Ahmad tinggal di Makkah bersama istri dan lima anaknya. Istri pertama Ahmad, yang berasal dari Lombok, meninggal pada 2018 dan dimakamkan di Ma’la, pemakaman Siti Khadijah.

Ia kemudian menikah lagi dengan perempuan asal Boyolali. Anak sulungnya bersekolah di SMP Masjidilharam, sementara tiga lainnya masih SD di Sekolah Indonesia Jabal Nur, Makkah, dan yang bungsu belum bersekolah.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Manasik Haji dan Menaati Larangan Ihram

Ahmad sengaja menyekolahkan anak-anaknya di SD Sekolah Indonesia agar mereka memiliki dasar bahasa Indonesia dan bisa menulis dalam huruf latin.

“Biar hafal Pancasila dulu baru hafal quran,” kata Ahmad. “Alhamdulillah yang SMP sudah selesai hafalan qurannya,” sambungnya.

Di Makkah, Ahmad mendirikan lembaga edukasi Hashanah Makkah yang melayani jamaah haji dan umrah yang ingin tur melihat fasilitas Masjidilharam dan mengikuti jejak sirah di sekitar Masjidilharam.

Lembaga ini kini berubah menjadi Sekolah Muthowif Indonesia (SMI) yang sudah memiliki empat kelas peserta. Pada musim haji ini, ada 800 jamaah haji yang mengikuti program jejak sirah, singgah ke rumah Abu Bakar As-Sidiq, rumah Rasulullah, Istana Raja, hingga rumah Siti Khadijah.

“Kami ceritakan tentang kehidupan Nabi dari usia 1 tahun hingga menikah, rumah tangga Nabi, hingga beliau hijrah,” kata Ahmad. Program ini biasanya berlangsung selama dua jam sejak selesai Subuh. (MCH 2024)

Dapatkan Informasi Lainnya Dari Diskursus Network Melalui Google News

Baca Juga

Komentar